Latar Belakang
Masalah kualitas hasil pembelajaran yang
terus mengalami penurunan selalu menjadi wacana yang sangat memilu-kan,
khususnya untuk pengelola pendidikan. Dan, untuk hal tersebut banyak cara
ditempuh sebagai solusi permasalahan. Tetapi, tetap saja semua itu belum dapat
menyelesaikan permasalahannya.
Setiap tahun pertambahan angka
pengangguran terus meningkat yang disebabkan oleh kenyataan bahwa kualitas diri
para lulusan belum dapat mencapai tingkat maksimal. Mereka lulus sekolah dengan
kualitas pas-pasan sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan, apalgi jika
kondisi ekonomi keluarga sama sekali tidak mendukung keinginan bersekolah lebih
lanjut. Jadilah mereka sebagai lulusan yang menganggur, tidak ada pekerjaan sebab
tidak ada kemampuan di dalam dirinya.
Terkait dengan kondisi tersebut, maka
sekolah menengah kejuruan memberi-kan alternative solusi dengan memberikan
bekal kompetensi yang terpakai di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan bekal;
inilah, siswa diharapkan mampu menghadapi kehidupan lebih baik sebab mempunyai
kemampuan untuk bekerja.
Tetapi, di dalam hal ini yang terpenting
adalah bahwa bersekolah bukanlah semata-mata untuk mencari pekerjaan.
bersekolah memang tidak dialokasi-kan sebagai alat untuk mencari pekerjaan,
melainkan sebagai bekal untuk bekerja dengan cara menciptakan pekerjaan untuk
dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Pengertian Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan,
menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat
memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya.
Schippers
(1994), mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan non akademis
yang berorientasi pada praktek-praktek dalam bidang pertukangan, bisnis,
industri, pertanian, transportasi, pelayanan jasa, dan sebagainya. Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 15
menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Memahami
pendapat di atas dapat diketahui bahwa pendidikan kejuruan berhubungan dengan
mempersiapkan seseorang untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi
tenaga kerja. Hal ini meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau
pelatihan lebih lanjut yang dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk
memasuki atau melanjutkan pekerjaan dalam suatu jabatan yang sah. Dapat
dikatakan pendidikan kejuruan (SMK) adalah bagian dari sistem pendidikan
nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan
pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu
mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi.
Dalam proses
pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada siswa pentingnya penguasaan
pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja, sikap mandiri, efektif dan
efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam karirnya sepanjang hayat. Dengan
kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat
menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri serta menjadi warga negara yang
mampu membayar pajak.
Pendidikan
SMK merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan
sebagai lanjutan dari SMP/MTS :
a. Sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuan dalam rangka memenuhi kebutuhan/kesempatan kerja yang sedang dan
akan berkembang pada daerah tersebut.
b. Lulusan SMK merupakan tenaga
terdidik, terlatih, dan terampil.
c. Mampu mengikuti pendidikan
lanjutan dan atau menyesuaikan dengan perubahan teknologi.
d. Berdampak sebagai pendukung
pertumbuhan industri (kecil atau besar).
e. Mengurangi angka pengangguran
dan kriminalitas.
f. Pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan negara melalui pajak penghasilan dan pertambahan nilai.
Ciri
Pembelajaran Pendidikan Kejuruan
Ciri pendidikan kejuruan yang utama
adalah sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja. Secara historis, menurut
Evans & Edwin (1978:36) pendidikan kejuruan sesungguhnya merupakan
perkembangan dari latihan dalam pekerjaan (on the job training) dan pola magang
(apprenticeship).
Pada pola latihan dalam pekerjaan,
peserta didik belajar sambil langsung bekerja sebagai karyawan baru tanpa ada
orang yang secara khusus ditunjuk sebagai instruktur, sehingga tidak ada
jaminan bahwa peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan. Walaupun demikian, menurut Elliot (1983:15), pola latihan dalam
pekerjaan memiliki keunggulan karena peserta didik dapat langsung belajar pada
keadaan yang sebenarnya sehingga mendorong dia belajar secara inkuiri.
Pada pola magang terdapat seorang
karyawan senior yang secara khusus ditugasi sebagai instruktur bagi karyawan
baru (peserta didik) yang sedang belajar. Instruktur tersebut bertanggungjawab
untuk membimbing dan mengajarkan pengetahuan serta keterampilan yang sesuai
dengan tugas karyawan baru yang menjadi asuhannya. Dengan demikian pola magang
relatif lebih terprogram dan jaminan bahwa karyawan baru akan dapat memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tertentu lebih besar dibanding pola latihan dalam
pekerjaan (Evans & Edwin, 1978:38).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang makin canggih membawa pengaruh terhadap pola kerja manusia.
Pekerjaan menjadi kompleks dan memerlukan bekal pengetahuan dan keterampilan
yang makin tinggi, sehingga pola magang dan latihan dalam pekerjaan kurang
memadai karena tidak memberikan dasar teori dan keterampilan sebelum peserta
didik memasuki lapangan kerja sebagai karyawan baru. Oleh karena itu kemudian
berkembang bentuk sekolah dan latihan kejuruan yang diselenggarakan oleh
sekolah kejuruan bekerja sama dengan kalangan industri, dengan tujuan
memberikan bekal teori dan keterampilan sebelum peserta didik memasuki lapangan
kerja.
Tujuan
Pendidikan Kejuruan
Prosser
(1949), mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan akan lebih efektif jika mampu
merubah individu sesuai dengan perhatian, sifat dan tingkat intelegensinya pada
tingkat setinggi mungkin, artinya setelah melakukan pendidikan dan pelatihan
(diklat) para peserta latihan meningkat keterampilannya. Acuan keberhasilan suatu
program pendidikan kejuruan menurut pendapat Lesgold (1996), yaitu harus
memperhatikan : (1) Sasaran produk haruslah terdefinisi secara baik, akurat,
dan jelas yang merupakan interaksi yang intens antara sekolah dengan
masyarakat, (2) perlengkapan (sarana dan prasarana) yang dibutuhkan untuk
mencapai yang telah ditetapkan haruslah mencukupi, sehingga merupakan unsur
penjamin bahwa sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara baik, (3)
spesifikasi tim sukses atau tim pelaksana program yang akan bertanggung jawab
terhadap keberhasilan sasaran haruslah lengkap dan jelas, (4) penelitian atau
pengkajian terus menerus dan berkesinambungan agar dapat diketahui, sehingga
langkah perbaikan dan penanggulangan dapat ditetapkan segera.
UUSPN No. 20
tahun 2003 pasal 15, menyatakan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan
tersebut dapat dijabarkan lagi oleh Dikmenjur (2003) menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus, sebagai berikut :
Tujuan umum, sebagai bagian dari
sistem pendidikan menengah kejuruan SMK bertujuan : (1) menyiapkan peserta
didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan
dan ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga
negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik agar
memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5)
menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki
wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni.
Tujuan
khusus,
SMK bertujuan : (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara
mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri
sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian
yang diminati, (2) membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan
gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam
bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali peserta didik dengan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Jadi
pendidikan kejuruan adalah suatu lembaga yang melaksanakan proses pembelajaran
keahlian tertentu beserta evaluasi berbasis kompetensi, yang mempersiapkan
siswa menjadi tenaga kerja setingkat teknisi (Wakhinuddin S).
Substansi
pendidikan kejuruan
Substansi dari pendidikan kejuruan
harus menampilkan karakteristik pendidikan kejuruan yang tercermin dalam
aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum, yaitu :
a.
Orientasi (Orientation)
Kurikulum pendidikan kejuruan telah
berorientasi pada proses dan hasil atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum
pendidikan kejuruan tidak hanya diukur dengan keberhasilan pendidikan peserta
didik di sekolah saja, tetapi juga dengan hasil prestasi kerja dalam dunia
kerja. Finch dan Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan bahwa : Kurikulum
pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman dan aktivitas
dalam lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh pengalaman dan aktivitas tersebut
pada peserta didik).
b.
Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan program pendidikan
kejuruan perlu adanya alasan atau justifikasi yang jelas. Justifikasi untuk
program pendidikan kejuruan adalah adanya kebutuhan nyata tenaga kerja di
lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri. Dasar kebenaran/justifikasi
pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984 : 12), meluas hingga
lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum berorientasi pada peserta
didik, maka dukungan bagi kurikulum tersebut berasal dari peluang kerja yang
tersedia bagi para lulusan.
c.
Fokus (Focus)
Fokus kurikulum dalam pendidikan
kejuruan tidak terlepas pada pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang
tertentu, tetapi harus secara simultan mempersiapkan peserta didik yang
produktif. Finch dan Crunkilton (1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum
pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan membantu siswa untuk
mengembangkan suatu tingkat pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai yang luas.
Setiap aspek tersebut akhirnya bertambah dalam beberapa kemampuan kerja
lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan di dalam
mengembangkan pengetahuan peserta didik, keahlian meniru, sikap dan nilai serta
penggabungan aspek-aspek tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang
sebenarnya.
Seluruh kemampuan tersebut di atas,
dapat dikuasai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar yang diberikan,
yaitu berupa rangsangan yang diaplikasikan baik pada situasi kerja yang
tersimulasi lewat proses belajar mengajar di sekolah maupun situasi kerja yang
sebenarnya pada dunia usaha atau industri (pembelajaran di dunia kerja). Dari
hasil belajar atau kemampuan yang telah dikuasai diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pengembangan diri peserta didik, sehingga mereka mampu bekerja
sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
d.
Standar keberhasilan di sekolah (In-school success standards)
Kriteria untuk menentukan
keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan peserta
didik di sekolah, mengenai beberapa aspek yang akan dia masuki. Penilaian
keberhasilan pada peserta didik di sekolah harus pada penilaian sebenarnya atau
kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain bahwa dalam standar
keberhasilan sekolah harus berhubungan erat dengan keberhasilan yang diharapkan
dalam pekerjaan, dengan kriteria yang digunakan oleh guru dengan mengacu pada
standar atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh dunia kerja (dunia usaha
dan dunia industri).
e.
Standar keberhasilan di luar sekolah (Out-of school success standards)
Penentu keberhasilan tidak terbatas
pada apa yang terjadi di lingkungan sekolah. Standar keberhasilan di luar
sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang biasanya dilakukan
oleh dunia usaha atau dunia industri. Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun
standar keberhasilan beragam antar sekolah dan antar Negara, tetapi
keberhasilan tersebut seringkali mengambil bentuk kepuasan pegawai dengan
keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yang mendapatkan pekerjaan di
bidang persiapan atau dalam bidang yang berhubungan, kepuasan kerja lulusan,
kemajuan yang dialami lulusan.
Sebagai contoh, untuk menentukan
keberhasilan di luar sekolah yang sudah dilakukan pada SMK adalah dengan
dilaksanakannya uji level untuk kelas X dan XI, serta uji kompetensi untuk
kelas XII yang dilakukan oleh dunia usaha atau industri berdasarkan standar
kompetensi nasional sesuai bidang keahlian.
Standar kelulusan di luar sekolah
(out-of school success standards) dilakukan oleh dunia usaha dan industri yang
mengacu pada standar kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang
dihasilkan oleh masing-masing industri.
f.
Hubungan kerja sama dengan masyarakat (School-community relationships)
Suatu usaha pendidikan harus
berhubungan dengan masyarakat, demikian pula dengan pendidikan kejuruan
memiliki tanggung jawab di dalam mempertahankan hubungan yang kuat dengan
berbagai bidang keahlian yang berkembang di masyarakat.
Pengertian msyarakat yang dimakasud
adalah dunia usaha dan dunia industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan
harus relevan dengan tuntutan kerja pada dunia usaha atau industri, maka
masalah hubungan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha atau industri
merupakan suatu ciri karakteristik yang penting bagi pendidikan kejuruan.
Perwujudan hubungan timbal balik
berupa kesediaan dunia usaha atau industri, menampung peserta didik untuk
mendapat kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja atau industri,
merpakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.
g.
Keterlibatan pemerintah pusat (Federal involvement)
Keterlibatan pemerintah pusat ini
berkaitan dengan dana pendidikan yang akan dialokasikan, karena hal ini akan
mempengaruhi kurikulum. Misalnya : Ketentuan jam pengajaran kejuruan tertentu dan
jenis perlengkapan tertentu yang digunakan di bengkel atau laboratorium dapat
membantu perkembangan suatu tingkat kualitas yang lebih tinggi.
h.
Kepekaan (Responsivenenss)
Komitmen yang tinggi untuk selalu
berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan harus mempunyai ciri berupa
kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan masyarakat pada umumnya, dan
dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan
penemuan-penemuan baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan harus
bersifat responsif proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan
upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas untuk
menghadapi prospek karir peserta didik dalam jangka panjang.
i.
Logistik
Kurikulum pendidikan kejuruan dalam
implementasi kegiatan pembelajaran perlu didukung oleh fasilitas beajar yang
memadai, karena untuk mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi
dunia kerja secara realistis dan edukatif, diperlukan banyak perlengkapan,
sarana dan perbekalan logistik. Bengkel kerja dan laboratorium adalah
kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yang harus ada sebagai fasilitas bagi
peserta didik di dalam mengembangkan kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan
dunia usaha dan industri.
Kebutuhan untuk koordinasi program
kejuruan yang bekerja sama dengan industri di masyarakat, berhubungan erat
untuk menjalin dan mempertahankan pusat kerja bagi peserta didik menunjukkan
suatu susunan unit permasalahan logistik.
j. Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin sebagai biaya
pendidikan pada pendidikan kejuruan yang menunjang kegiatan pembelajaran,
mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan dan penggantian peralatan, biaya
transportasi ke lokasi/industri (tempat praktek kerja/magang) yang jauh dari
sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbaharui secara periodik juga guru
berharap untuk memberikan pengalaman belajar yang sebenarnya bagi peserta didik
sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa menjadi mahal. Yang terakhir
yang juga harus menjadi perhatian adalah pembelian bahan habis sebagai bahan
praktikum yang digunakan secara rutin sesuai dengan program keahlian yang
dikembangkan pada SMK masing-masing.
Dari uraian mengenai karakteristik
pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1984) di atas,
dapat dijadikan acuan di dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan di
Indonesia. Kurikulum pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indoneisa
seyogianya mengacu pada karakteristik sebagai berikut :
1)
Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki
lapangan kerja
2)
Pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja
3)
Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
4)
Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan peserta didik harus pada
“hands-on” atau performance dalam dunia kerja
5)
Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci keberhasilan pendidikan
kejuruan
6)
Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap
kemajuan teknologi
7)
Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing”
8)
Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek sesuai
dengan tuntutan dunia usaha dan industri
0 comments:
Posting Komentar