Jumat, 15 Maret 2013

Posted by Rumah Ratu On Jumat, Maret 15, 2013


Berbagai permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan ini banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam mengendalikan diri. Tawuran antar pelajar, mengambil hak milik orang lain (mencuri, merampok, korupsi), vandalism,  penyalahgunaan obat terlarang dan free sex merupakan contoh perilaku yang timbul karena ketidakmampuan dalam mengendalikan diri (self control).

            Perkembangan self control pada dasarnya sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin dewasa diharapkan mempunyai self control yang lebih baik dibanding saat remaja dan anak-anak. Namun demikian beberapa kasus menunjukkan hal yang sebaliknya, dimana beberapa permasalahan tersebut juga dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Mahasiswa yang telah beranjak dewasa (bertambahnya usia dan ilmu) tentunya diharapkan oleh masyarakat mempunyai self control yang lebih tinggi dibanding anak-anak SMA. Tentunya akan aneh jika bertambahnya usia tidak diimbangi dengan kemampuan mengendalikan diri, bahkan berbuat sesuka hati dengan membiarkan perilaku yang lebih mementingkan egosime tanpa menghiraukan konsekuensi yang akan diperoleh.
   Dalam pandangan Zakiyah Darajat bahwa orang yang sehat mentalnya akan dapat menunda buat sementara pemuasan kebutuhannya itu atau ia dapat mengendalikan diri dari keinginan-keinginan yang bisa menyebabkan hal-hal yang merugikan. Dalam pengertian yang umum pengendalian diri lebih menekankan pada pilihan tindakan yang akan memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih luas, tidak melakukan perbuatan yang akan merugikan dirinya di masa kini maupun masa yang akan datang dengan cara menunda kepuasan sesaat.
Menurut kamus psikologi (Chaplin, 2002), definisi kontrol diri atau self control adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Goldfried dan Merbaum, mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif.
            Kontrol diri merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat dilingkungan yang berada disekitarnya, para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat preventif selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari stressor-stresor lingkungan. Disamping itu kontrol diri memiliki makna sebagai suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi (Calhoun dan Acocela, 1990).
Mengapa penting memiliki self control ? Pertama, kontrol diri berperan penting   dalam hubungan seseorang dengan orang lain (interaksi social). Hal ini dikarenakan kita senantiasa hidup dalam kelompok atau masyarakat dan tidakbisa hidup sendirian. Seluruh kebutuhan hidup kita (fisiologis) terpenuhi dari bantuan orang lain, begitu pula kebutuhan psikologis dan social kita. Oleh karena itu agar kita dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup ini dibutuhkan kerjasama dengan orang lain dan kerjasama dapat berlangsung dengan baik jika kita mampu mengendalikan diri dari perbuatan yang merugikan orang lain. Kedua, Kontrol diri memiliki peran dalam menunjukkan siapa diri kita (nilai diri). Seringkali seseorang memberikan penilaian dari apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kontrol diri merupakan salah satu aspek penting dalam mengelola dan mengendalikan perilaku kita. Kontrol diri menjadi aspek yang penting dalam aktualisasi pola pikir, rasa dan perilaku kita dalam menghadapai setiap situasi. Seseorang yang dapat mengendalikan diri dari hal-hal yang negatif tentunya akan memperoleh penilaian yang positif dari orang lain (lingkungan sosial), begitu pula sebaliknya. Ketiga, kontrol diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi. Pengendalian diri dipercaya dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hal ini dikarenakan bahwa seseorang yang mampu menahan diri dari perbuatan yang dapat merugikan diri atau orang lain akan lebih mudah focus terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mampu memilih tindakan yang memberi manfaat, menunjukkan kematangan emosi dan tidak mudah terpengaruh terhadap kebutuhan atau perbuatan yang menimbulkan kesenangan sesaat. Bila hal ini terjadi niscaya seseorang akan lebih mudah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 
Dengan mengembangkan kemampuan mengendalikan diri sebaik-baiknya, maka kita akan dapat menjadi pribadi yang efektif, hidup lebih konstruktif, dapat menyusun tindakan yang berdimensi jangka panjang, mampu menerima diri sendiri dan diterima oleh masyarakat luas. Kemampuan mengendalikan diri menjadi sangat berarti untuk meminimalkan perilaku buruk yang selama ini banyak kita jumpai dalam kehidupan di masyarakat juga dalam tatanan kenegaraan karena banyak peristiwa yang terjadi karena ketidakmampuan mengendalikan diri.
            Pada dasarnya sumber terjadinya self control dalam diri seseorang ada 2 (dua) yaitu sumber internal (dalam diri) dan eksternal (di luar diri). Apabila seseorang dalam berperilaku cenderung mengatur perilakunya sendiri dan memiliki standar khusus terhadap perilaku yang dipilih, memberikan ganjaran bila dapat mencapai tujuan dan memberikan hukuman sendiri apabila melakukan kesalahan, maka hal ini menunjukan bahwa self controlnya bersumber dari diri sendiri (internal). Sedangkan apabila individu menjadikan orang lain atau lingkungan sebagai standart perilaku atau penyebab terjadinya perilaku dan ganjaran atau hukuman juga diterima dari orang lain (lingkungan), maka ini menunjukkan bahwa self control yang dimiliki bersumber dari luar diri (eksternal)

A.    Jenis-Jenis Kontrol Diri
Kontrol diri yang digunakan seseorang dalam menghadapi situasi tertentu, meliputi :
a.       Behavioral control, kemampuan untuk mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Adapun cara yang sering digunakan antara lain dengan mencegah atau menjauhi situasi tersebut, memilih waktu yang tepat untuk memberikan reaksi atau membatasi intensitas munculnya situasi tersebut
b.      Cognitive control, kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai dan menggabungkan suatu kejadian dalam sutu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Dengan informasi yang dimiliki oleh individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan, individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subyektif atau memfokuskan pada pemikiran yang menyenangkan atau netral.
c.       Decision control, kemampuan seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan untuk memilih berbagai kemungkinan (alternative) tindakan
d.      Informational control, Kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian yang menekan, kapan akan terjadi, mengapa terjadi dan apa konsekuensinya. Kontrol informasi ini dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam memprediksi dan mempersiapkan yang akan terjadi dan mengurangi ketakutan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang tidak diketahui, sehingga dapat mengurangi stress.
e.       Retrospective control, Kemampuan untuk menyinggung tentang kepercayaan mengenai apa atau siapa yang menyebabkan sebuah peristiwa yang menekan setelah hal tersebut terjadi. Individu berusaha mencari makna dari setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Hal ini bukan berarti individu mengontrol setiap peristiwa yang terjadi, namun individu berusaha memodifikasi pengalaman stress tersebut untuk mengurangi kecemasan.

B.     Ciri-ciri control diri
Ciri-ciri seseorang mempunyai kontrol diri antara lain :
a.       Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi.
b.      Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat
c.       Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara objektif.
d.      Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
e.       Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang tinggi kemampuan mengendalikan diri akan cenderung proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif). Untuk mengecek sejauh mana kita punya kemampuan mengendalikan diri, kita bisa melihat petunjuk di bawah ini:


Rendah
Sedang
Tinggi
Anda mudah kehilangan kendali, mudah frustasi, mudah meluapkan ekspresi emosi secara meledak-ledak, atau tidak efektif dalam menjalankan aktivitas karena emosi yang tidak terkontrol
Anda sudah sanggup memberikan respon dengan tenang dan mendiskusikannya secara fair
Anda bisa memberikan respon secara konstruktif: bisa membangun hubungan yang lebih positif dan mengantisipasi problem
Anda tidak tahan terhadap berbagai tekanan atau himpitan
Anda sudah bisa mengelola tekanan secara efektif, tidak mempengaruhi hasil pekerjaan atau tidak mempengaruhi proses pekerjaan
Anda sudah bisa menenangkan diri anda dan orang lain atau sanggup memainkan peranan sebagai leader
Anda sudah bisa mengontrol emosi tetapi belum bisa menggunakannya secara konstruktif



C.    Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri
a.       Kepribadian. Kepribadian mempengaruhi control diri dalam konteks bagaimana seseorang dengan tipikal tertentu bereaksi dengan tekanan yang dihadapinya dan berpengaruh pada hasil yang akan diperolehnya. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda (unik) dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Ada seseorang yang cenderung reaktif terhadap situasi yang dihadapi, khususnya yang menekan secara psikologis, tetapi ada juga seseorang yang lamban memberikan reaksi.
b.      Situasi. Situasi merupakan faktor yang berperan penting dalam proses kontrol diri. Setiap orang mempunyai strategi yang berbeda pada situasi tertentu, dimana strategi tersebut memiliki karakteristik yang unik. Situasi yang dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh setiap orang, bahkan terkadang situasi yang sama dapat dipersepsi yang berbeda pula sehingga akan mempengaruhi cara memberikan reaksi terhadap situasi tersebut. Setiap situasi mempunyai karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi pola reaksi yang akan dilakukan oleh seseorang.
c.       Etnis. Etnis atau budaya mempengaruhi kontrol diri dalam bentuk keyakinan atau pemikiran, dimana setiap kebudayaan tertentu memiliki keyakinan atau nilai yang membentuk cara seseorang berhubungan atau bereaksi dengan lingkungan. Budaya telah mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi salah satu penentu terbentuknya perilaku seseorang, sehingga seseorang yang hidup dalam budaya yang berbeda akan menampilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi situasi yang menekan, begitu pula strategi yang digunakan.
d.      Pengalaman. Pengalaman akan membentuk proses pembelajaran pada diri seseorang.  Pengalaman yang diperoleh dari proses pembelajaran lingkungan keluarga juga memegang peran penting dalan kontrol diri seseorang, khususnya pada masa anak-anak. Pada masa selanjutnya seseorang bereaksi dengan menggunakan pola fikir yang lebih kompleks dan pengalaman terhadap situasi sebelumnya untuk melakukan tindakan, sehingga pengalaman yang positif akan mendorong seseorang untuk bertindak yang sama, sedangkan pengalaman negatif akan dapat merubah pola reaksi terhadap situasi tersebut.
e.       Usia. Bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan bertambahnya kematangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini dikarenakan pengalaman hidup yang telah dilalui lebih banyak dan bervariasi, sehingga akan sangat membantu dalam memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Orang yang lebih tua cenderung memiliki control diri yang lebih baik dibanding orang yang lebih muda.
D.    Prinsip-prinsip dalam mengendalikan diri
1.      Prinsip kemoralan. Setiap agama pasti mengajarkan moral yang baik bagi setiap pemeluknya, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak menipu, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila maupun tidak merugikan orang lain. Saat ada dorongan hati untuk melakukan sesuatu yang negatif, maka kita dapat bersegera lari ke rambu-rambu kemoralan. Apakah yang kita lakukan ini sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama? Saat terjadi konflik diri antara ya atau tidak, mau melakukan atau tidak, kita dapat mengacu pada prinsip moral di atas.
2.      Prinsip kesadaran. Prinsip ini mengajarkan kepada kita agar senantiasa sadar saat suatu bentuk pikiran atau perasaan yang negatif muncul. Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan yang muncul, sehingga mereka banyak dikuasai oleh pikiran dan perasaan mereka. Misalnya seseorang menghina atau menyinggung kita, maka kita marah. Nah, kalau kita tidak sadar atau waspada maka saat emosi marah ini muncul, dengan begitu cepat, tiba-tiba kita sudah dikuasai kemarahan ini. Jika kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat emosi marah ini muncul, menguasai diri kita dan kemungkinan akan melakukan tindakan yang akan merugikan diri kita dan orang lain. Saat kita berhasil mengamati emosi maka kita dapat langsung menghentikan pengaruhnya. Jika masih belum bisa atau dirasa berat sekali untuk mengendalikan diri, maka kita dapat melarikan pikiran kita pada prinsip moral.
3.      Prinsip perenungan. Ketika kita sudah benar-benar tidak tahan untuk meledakkan emosi karena amarah dan perasaan tertekan, maka kita bisa melakukan sebuah perenungan. Kita bisa menanyakan pada diri sendiri tentang berbagai hal, misalnya apa untungnya saya marah, apakah benar reaksi saya seperti ini, mengapa saya marah atau apakah alasan saya marah ini sudah benar. Dengan melakukan perenungan, maka kita akan cenderung mampu mengendalikan diri. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa saat emosi aktif maka logika kita tidak jalan, sehingga saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara mendalam maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan cenderung menurun.
4.      Prinsip kesabaran. Pada dasarnya emosi kita naik – turun dan timbul, tenggelam. Emosi yang bergejolak merupakan situasi yang sementara saja, sehingga kita perlu menyadarinya bahwa kondisi ini akan segera berlalu seiring bergulirnya waktu. Namun hal ini tidaklah mudah karena perlu adanya kesadaran akan kondisi emosi yang kita miliki saat itu dan tidak terlalu larut dalam emosi. Salah satu cara yang perlu kita gunakan adalah kesabaran, menunggu sampai emosi negatif tersebut surut kemudian baru berpikir untuk menentukan respon yang bijaksana dan bertanggung jawab (reaksi yang tepat).
5.      Prinsip pengalihan perhatian. Situasi dan kondisi yang memberikan tekanan psikologis sering menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran yang cukup banyak bagi seseorang untuk menghadapinya. Apabila berbagai cara (4 prinsip sebelumnya) sudah dilakukan untuk berusaha menghadapi namun masih sulit untuk mengendalikan diri, maka kita bisa menggunakan prinsip ini dengan menyibukkan diri dengan pikiran dan aktifitas yang positif. Ketika diri kita disibukkan dengan pikiran positif yang lain, maka situasi yang menekan tersebut akan terabaikan. Begitu pula manakala kita menyibukkan diri dengan aktifitas lain yang positif, maka emosi yang ingin meledak akibat peristiwa yang tidak kita sukai tersebut akan menurun bahkan hilang. Saat kita berhasil memaksa diri memikirkan hanya hal-hal yang positif maka emosi kita akan ikut berubah kearah yang positif juga.

Daftar Pustaka
Dayakisni, Tri & Hudaniah (2003). Psikologi Sosial. UMM Press. Malang
Gunawan W. Adi. Jurus Pengendalian Diri. http://adiwgunawan.com/awg.php?co




Empati dan Perilaku Prososial
            Fulan adalah seorang mahasiswa yang kini menghadapi masalah yang cukup rumit. Kini ia akan menghadapi ujian semester yang mengharuskan uang SPP dilunasi terlebih dahulu. Sementara itu  di saat yang sama Ibunya yang selama ini membiayai kuliahnya sedang terbaring lemas di rumah dan sudah seminggu ini tidak pergi ke pasar untuk berjualan keperluan rumah tangga. Sedang ke 2 adiknya membutuhkan perhatiannya untuk tetap semangat pergi ke sekolah. Kini setiap hari ia harus membantu menyiapkan bekal makanan untuk adiknya dan merawat ibunya, baru ia berangkat ke kampus dengan sepeda gunungnya. Ia harus tetap kuliah karena itu satu-satunya pesan almarhum ayahnya sebelum meninggal. Meski ia harus bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliah, ia tetap memiliki komitmen dengan tugas-tugas kuliah dan pesan keluarganya dengan satu harapan mampu mengangkat kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Apa yang kamu rasakan…….?!

A.    Pengertian Empati
Dalam kehidupan ini banyak peristiwa yang lepas dari pandangan kita yang sejatinya bisa memberikan banyak pelajaran bagi hidup kita. Peristiwa yang mengharukan maupun membahagiakan tetap memiliki arti. Kemampuan kita untuk memahami dan mengalami suatu perasaan positif dan negatif akan membantu kita memahami makna kehidupan yang sebenarnya. Kemampuan ini sering disebut sebagai atribut empati.
Empati merupakan bagian penting social competency (kemampuan sosial). Empati juga merupakan salah satu dari unsur-unsur kecerdasan sosial. Ia terinci dan berhubungan erat dengan komponen-komponen lain, seperti empati dasar, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki perasaan dengan orang lain atau merasakan isyarat-isyarat emosi non verbal. Penyelarasan yakni mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang. Ketepatan empatik yakni memahami pikiran, perasaan dan maksud orang lain dan pengertian sosial yakni mengetahui bagiamana dunia sosial bekerja (Goleman, Daniel, 2007 :114)
            Sementara itu, secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati adalah kemampuan seseorang dalam ikut merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman orang lain. Seseorang tersebut tidak hanyut dalam suasana orang lain, tetapi memahami apa yang dirasakan orang lain itu.
            Secara lebih luas empati diartikan sebagai ketrampilan sosial tidak sekedar ikut merasakan pengalaman orang lain (vicarious affect response), tetapi juga mampu melakukan respon kepedulian (concern) terhadap perasaan dan perilaku orang tersebut. Tidak heran jika latihan memberikan sesuatu atau bersedekah, selain merupakan sarana beribadah, juga bisa melatih empati anak pada orang lain yang memunculkan sifat berderma (filantropi) (Frieda Mangunsong, 2010).
Dengan demikian penekanan empati tersebut menyatakan bahwa kemampuan menyelami perasaan orang lain tersebut tidak membuat  kita tenggalam dan larut dalam situasi perasaannya tetapi kita mampu memahami perasaan negatif atau positif seolah-olah emosi itu kita alami sendiri (resonansi perasaan). Kemampuan berempati akan mampu menjadi kunci dalam keberhasilan bergaul dan bersosialisasi di masyarakat.
Dalam kehidupan berkelompok kita pasti mendapati orang dalam watak yang beraneka ragam. Oleh karena itu, tidak mungkin kita memaksakan pendapat, pikiran atau perasaan kepada orang lain. Di sinilah, empati sangat berperan penting. Individu dapat diterima oleh orang lain jika ia mampu memahami kondisi (perasaan) orang lain dan memberikan perlakuan yang semestinya sesuai dengan harapan orang tersebut. Kemampuan empati perlu diasah setiap orang agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Empati akan membantu kita bisa cepat memisahkan antara masalah dengan orangnya. Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih dan menempatkan objektifitas dalam memecahkan masalah. Banyak alternatif yang memungkinkan dapat diambil manakala kita dapat berempati dengan orang lain dalam menghadapi masalah. Tanpa adanya empati sulit rasanya kita tahu apa yang sedang dihadapi seseorang karena kita tidak dapat memasuki perasaannya dan memahami kondisi yang sedang dialami.
Penelitian Rosenthal membuktikan bahwa anak yang mampu membaca perasaan orang lain melalui isyarat non verbal lebih pandai menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan lebih peka. Kemampuan membaca pesan non verbal akan membantu seseorang melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi yang tidak dapat disampaikan secara verbal. Pesan non verbal memberikan banyak peluang kita memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam diri seseorang karena pesan tersebut sulit untuk direkayasa. Begitu pula dengan nada bicara, ekspresi wajah dan gerak-gerika tubuhnya. Seseorang yang mampu membaca pesan ini akan menjadi mudah untuk memahami perasaan orang lain.
Beberapa faktor, baik psikologis maupun sosiologis yang mempengaruhi proses empati sebagai berikut, antara lain :
1.      Sosialisasi
Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain.
2.      Perkembangan kognitif
Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang bisa dikatakan kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (berbeda)
3.      Mood dan Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain
4.      Situasi dan tempat
Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain.
5.      Komunikasi
Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan  pada proses empati.

B.     Teknik-Teknik Mengasah Empati
Kemampuan empati harus selalu dilatih atau diasah sejak dini. Bahkan, meskipun usia seseorang telah beranjak dewasa, harus tetap melatih empati.  Kemudian ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar kemampuan empati kita terbentuk, antara lain :
1. Rekam semua emosi pribadi
            Setiap orang pernah mengalami perasaan positif maupun negatif, misalnya sedih, senang, bahagia, marah, kecewa dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman tersebut apabila kita catat atau rekam akan membantu kita memahami perasaan yang sama saat kondisi tertentu menjumpai kita kembali. Disamping itu ketika kita mengetahui perasaan tersebut sedang dialami oleh seseorang, kita dapat memahami kondisi tersebut sehingga kita dapat memperlakukannya sesuai dengan apa yang diharapkannya. Cara mencatat atau merekamnya dapat berupa tulisan di buku harian atau sekedar mengingat-ingat dalam alam sadar kita.
Untuk menyempurnakan langkah di atas, ada baiknya memperhatikan cara lebih spesifik, sebagai berikut :
a.       Membangkitkan kesadaran dan perbendaharaan ungkapan emosi.
b.      Meningkatkan kepekaan terhadap perasaan orang lain.
c.       Membantu memahami perspektif orang lain selain dari sudut pandangnya sendiri (Borba, Michele, 2008: 25).

 2. Perhatikan lingkungan luar (orang lain)
            Memperhatikan lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak informasi tentang kondisi orang di sekitar kita. Informasi ini sangat penting untuk dijadikan panduan dalam mengambil pilihan perilaku tertentu. Informasi ini juga dapat dijadikan pembanding dengan diri kita tentang apa yang sedang terjadi, sehingga kita dapat mengatahui apakah perasaan dan perilaku kita sudah sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Memperhatikan orang lain merupakan ketrampilan tersendiri yang tidak semua orang menyukainya. Memperhatikan tidak sekedar melihat orang per orang tetapi juga mencoba menghilangkan perasaan-perasaan subyektif kita saat memperhatikan, sehingga akan muncul keinginan untuk mendalami perasaan orang yang sedang kita lihat tersebut.
3.      Dengarkan curhat orang lain
Mendengarkan adalah sebuah kemampuan penting yang sering dibutuhkan untuk memahami masalah atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi orang lain. Kemampuan mendengarkan juga harus latih agar memberikan dampak yang positif dalam interaksi sosial kita. Syarat yang dibutuhkan untuk dapat mendengarkan adalah menghilangkan atau meminimalkan perasaan negatif atau prasangka terhadap obyek yang menjadi sasaran dengar. Disamping itu juga perlu adanya kemauan untuk membuka diri kita untuk orang lain, khususnya dengan memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara yang dia inginkan tanpa kita potong sebelum selesai pembicaraannya. Mendengar keluh kesah atau cerita gembira orang lain akan mampu memberikan pengalaman lain dalam suasana hati kita. Mendengarkan cerita sedih akan mampu membawa kita kedalam suasana hati orang lain yang sedang bersedih dan dapat membangkitkan keinginan untuk memahami masalah atau perasaan orang tersebut. Begitu pula perasaan yang lain. Semakin banyak cerita, masalah dan ungkapan perasaan yang kita dengarkan akan membuat kita semakin kaya dengan pengalaman tersebut dan pada akhirnya semakin mengetahui bagaimana cara memahami orang lain atau perasaannya.
4. Bayangkan apa yang sedang dirasakan orang  lain dan akibatnya untuk diri kita.
            Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain akan menarik diri kita ke dalam sebuah situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut. Refleksi keadaan orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami orang tersebut dan mampu membangkitkan suasana emosional. Membayangkan sebuah kondisi tersebut dapat lebih mudah manakala kita pernah mengalami perasaan atau kondisi yang sama. Seseorang yang sering membayangkan apa yang dialami atau dirasakan orang lain dan akibat yang akan ditimbulkan manakala hal tersebut terjadi pada diri kita saat kejadian atau setelah kejadian akan memudahkan kita merasakan suasana emosi seseorang manakala melihat kejadian-kejadian yang berkaitan dengan situasi penuh dengan emosi-emosi tertentu.
5. Lakukan bantuan secepatnya.
            Memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dapat membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap situasi di lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk empati. Bantuan yang kita berikan tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama tetapi kita berusaha memberikan segenap kemampuan kita saat melihat atau menyaksikan orang-orang yang membutuhkan. Pertolongan yang kita berikan akan menstimulus keadaan emosi kita untuk melihat lebih jauh perasaan orang yang kita beri pertolongan dan semakin sering kita memberikan respon dengan cepat akan semakin mudah kita mengembangkan kemampuan empati kepada orang lain.

C.    Manfaat-Manfaat Empati
Ada beberapa manfaat yang dapat kita temukan dalam kehidupan pribadi dan sosial manakala kita mempunyai kemampuan berempati, diantaranya :
1.      Menghilangkan sikap egois
Orang yang telah mampu mengembangkan kemampuan empati dapat menghilangkan sikap egois (mementingkan diri sendiri). Ketika kita dapat merasakan apa yang sedang dialami orang lain, memasuki pola pikir orang lain dan memahami perilaku orang tersebut, maka kita tidak akan berbicara dan berperilaku hanya untuk kepentingan diri kita tetapi kita akan berusaha berbicara, berpikir dan berperilaku yang dapat diterima juga oleh orang lain serta akan mudah memberikan pertolongan kepada orang lain. Kita akan berhati-hati dalam mengembangkan sikap dan perilaku kita sehari-hari, khususnya jika berada pada kondisi yang membutuhkan pertolongan kita.
2.      Menghilangkan kesombongan
Salah satu cara mengembangkan empati adalah membayangkan apa yang terjadi pada diri orang lain akan terjadi pula pada diri kita. Manakala kita membayangkan kondisi ini maka kita akan terhindar dari kesombongan atau tinggi hati karena apapun akan bisa terjadi pada diri kita jika Tuhan berkehendak. Kita tidak akan merendahkan orang lain karena kita telah mengetahui perasaan dan memahami apa yang sebenarnya terjadi, sehingga orang yang mempunyai kemampuan empati akan cenderung memiliki jiwa rendah hati dan senantiasa memahami kehidupan ini dengan baik. RODA SENANTIASA BERPUTAR, ITULAH KEHIDUPAN.
3.      Mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri
Pada dasarnya empati adalah salah satu usaha kita untuk melakukan evaluasi diri sekaligus mengembangkan kontrol diri yang positif. Kemampuan melihat diri orang lain baik perasaan, pikiran maupun perilakunya merupakan bagian dari bagaimana kita akan merefleksikan keadaan tersebut dalam diri kita. Jika kita telah mempunyai kemampuan ini maka kita telah dapat mengembangkan kemampuan evaluasi diri yang baik dan akhirnya kita dapat melakukan kontrol diri yang baik artinya kita akan senantiasa berhati-hati dalam melakukan perbuatan atau memahami lingkungan sekitar kita.
Akhirnya, anda akan bisa dikatakan sebagai memiliki karakteristik kemampuan empati, jika mengikuti beberapa syarat berikut :
1.      Melibatkan proses pikir secara utuh, dengan segala macam risiko perbedaan pendapat, rasa, bahkan kemungkinan konflik. Melalui pengolahan terus-menerus maka individu bisa mengenal ‘status’ perasaannya, lalu kuat berempati dan kemudian memanfaatkan emosinya dalam kehidupan kerja (Eileen Rachman & Sylvina Savitri, 2009)
2.      Muncul dalam tindakan-tindakan seperti dinyatakan Goleman (1997),  yaitu :
  1. Mampu menerima sudut pandang orang lain
Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
  1. Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain
Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja.
  1. Mampu mendengarkan orang lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.



D.    Perilaku Prososial
            Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima bantuan tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemberi bantuan. William membatasi oerilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik (material), psikologis dan sosial penerima bantuan  dari kurang baik menjadi lebih baik. Perilaku prososial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain dengan cara menolong, menyelamatkan, berkorban, kerjasama maupun persahabatan.
            Ada 3 (tiga) ciri seseorang dikatakan menunjukkan perilaku prososial, yaitu :
a.       Tindakan tersebut berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pemberi bantuan
b.      Tindakan tersebut dilahirkan secara suka rela
c.       Tindakan tersebut menghasilkan kebaikan

E.     Cara meningkatkan perilaku prososial antara lain :
1.      Menyebarluaskan penayangan model perilaku prososial
Dalam mengembangkan perilaku-perilaku tertentu kita dapat melakukan melalui pendekatan behavioral dengan model belajar sosial. Pembentukan perilaku prososial dapat kita lakukan dengan sering memberikan stimulus tentang perilaku-perilaku baik (membantu orang yang kesulitan dan lain sebagainya). Semakin sering seseorang memperoleh stimulus, misalnya melalui media massa semakin mudah akan melakukan proses imitasi (meniru) terhadap perilaku tersebut.
2.      Memberikan penekanan terhadap norma-norma prososial.
Norma-norma di masyarakat yang memberikan penekanan terhadap tanggungjawab sosial dapat dilakukan melalui lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat umum. Longgarnya sosialisasi dan pembelajaran terhadap norma-norma ini akan mendorong munculnya prilaku anti-sosial atau tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan hal ini sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan psikologis dan sosial seseorang. Dengan adanya proses sosialisasi dan internalisasi tentang norma-norma prososial ini, maka perilaku prososial akan mudah dijumpai dimana-mana dan hal ini akan mengembangkan pranata sosial yang lebih baik.
3.      Memberikan pemahaman tentang superordinate identity
Pandangan bahwa setiap orang merupakan bagian dari kelompok manusia  secara keseluruhan adalah hal penting yang perlu dilakukan. Manakala seseorang merasa menjadi bagian dari suatu kelompok yang lebih besar, ia akan berusaha tetap berada di kelompok tersebut dan akan melakukan perbuatan yang menuntun ia dapat diterima oleh anggota kelompok yang lain, salah satu cara adalah senantiasa berbuat baik untuk orang lain. Ia akan menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak disenangi oleh kelompoknya, sehingga kondisi ini akan memberikan dorongan untuk senantiasa berbuat baik untuk orang lain.

Daftar Pustaka
Borba, Michele (2008). Membangun Kecerdasan Moral. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Goleman, Daniel (2007), Social Intelligence: Ilmu Baru tentang Hubungan Antar Manusia. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Tri Dayakisni & Hudaniah (2003). Psikologi Sosial. UMM Press. Malang
Eileen Rachman. Eileen & Savitri. Sylvina (2009). Asah empati. http://www.experd.com/news-articles/articles/55.
Mangunsong. Frieda (2010). Menanam Empati Menumbuhkan Kecerdasan, http://www.carisuster.com/artikel/7-inspired-kids/51-menanam-empati-tumbuhkan-kecerdasan

4 komentar:

  1. penempatan diri atas situasi yang ada....

    BalasHapus
  2. kk,,boleh tw buku2 tntans self control nya? masalahnnya saya trtarik bgt untuk menliti self control

    BalasHapus
  3. Maaf admin, mau nanya nih. Untuk "faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri" itu menurut pendapat siapa yah atau sumbernya dari mana ? terimakasih :)

    BalasHapus