A.
Pengertian
bayi tabung/insminasi buatan
Inseminasi
buatan ialah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual
intercourse). Pengertian bayi tabung disebutkan sebagai istilah طفل الانابيب
yang artinya jabang bayi, yaitu sel telor yang telah dibuahi oleh seperma yang
telah dibiakan dalam tempat pembiakan (cawam) yang sudah siap untuk diletakkan
ke dalam rahim seorang ibu.
Bayi tabung
dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang
memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel
telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik
menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan
pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya
teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam
gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat
Fahrenheit
Pada mulanya
program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak
mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya
mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana
kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau
kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh
keturunan.
Ada dua macam
cara dalam melakkan inseminasi
Pertama;
Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri
kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu
ditransfer di rahim istri.
Kedua; Gamet
Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,
dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur
(tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa
membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan
seksual.
B.
Bayi tabung
dalam pandangan hukum Islam
Bayi tabung
atau inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sperma suami istri sendiri dan
tidak ditranfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri
yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka islam membenarkannya, baik dengan
cara mengambil sperma, kemudian disuntikan ke dalam vagina atau uterus istri,
maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya ditanam
di dalam rahim istri, asal kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan inseminasi buatan untuk memperoleh anak, Karena dengan cara
pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai
dengan kaidah hukum fiqh Islam, yang berbunyi:
الحا جة تترل
الضرورة والضرورة تبيح المحظورات
Artinya :
”Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan
terpaksa (Emergensy) padahal keadaan darurat atau terpaksa itu membolehkan
melakukan hal-hal yang terlarang.”
Sebaliknya
insiminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum, maka hal
ini diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi) dan sebagai akaibat
hukumnya anak hasil inseminasi tersebut tidak sah. Dan nasabnya hanya dengan
ibu saja yang melahirkan.
Upaya bayi
tabung, dibolehkan oleh islam manakala perpaduan sperma dengan ovum itu
bersumber dari suami istri yang sah (inseminasi homolog) yang disebut juga
dengan ”Artifical insemination husband” (AIH). Dan yang dilarang adalah
inseminasi buatan yang dihasilkan dari perpaduan sperma dan ovum dari orang
lain (inseminasi heterolog) yang disebut juga dengan istilah ”Artifical Insemination
Donor” (AID). Inseminasi homolog tidak melanggar hukum agama atau ketentuan
agama hanya kecuali hanya menempuh jalan keluar untuk memenuhi prosedur
senggama karena tidak dapat memenuhi atau dibuahi. Karena itu kebolehannya ada
karena faktor darurat yang diberi dispensasi oleh agama, sebagaimana hadist
nabi yang mengatakan bahwa tidak boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang
lain.
a.
Pendapat Yusuf
Al-Qardawi Tentang Bayi Tabung
Kalau Islam telah melindungi
keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga
dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari anasir – anasir asing, maka
untuk itu Islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan sperma (bayi
tabung), apabila ternyata pencangkoan itu bukan sperma suami.
Bahkan situasi demikian, seperti
kata Syekh Syaltut, suatu perbuatan zina dalam satu waktu, sebab intinya adalah
satu dan hasilnya satu juga, yaitu meletakkan air mani laki-laki lain dengan
suatu kesengajaan pada ladang yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara’
yang dilindungi hukum naluri dan syariat agama. Andaikata tidak ada
pembatasan-pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hukum, niscaya
pencangkoan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syariat Allah telah diberinya
pembatasan; dan kitab-kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu.
Apabila pencangkokan yang dilakukan
itu bukan air mani suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang
sangat buruk sekali, dan suatu perbuatan mungkar yang lebih hebat daripada
pengangkatan anak. Sebab anak cangkokan dapat menghimpun antara pengangkatan
anak, yaitu memasukkan unsur asing ke dalam nasab, dan antara perbuatan jahat
yang lain berupa perbuatan zina dalam satu waktu yang justru ditentang oleh
syara’ dan undang-undang, dan ditentang pula oleh kemanusiaan yang tinggi, dan
akan meluncur ke derajat binatang yang tidak berperikemanusiaan dengan adanya
ikatan kemasyarakatan yang mulia.
b. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang bayi
tabung/inseminasi buatan. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia:
1. Bayi tabung
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah
(boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan
titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada
isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal
ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu
yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung
dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang
pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya
dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung
yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah
hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan
jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd
az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
c. Analisa
Dari pemabahasan makalah di atas,
penulis dapat menganalisa bahwa inseminasi untuk inseminasi buatan dengan
sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan
itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya
(terjadinya perceraian). Dan adapun tentang inseminasi buatan dengan bukan
sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat
Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakukan
sperma (bayi tabung). Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami.
Penghamilan buatan adalah
pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan
mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara
syara’, yang dilindungi hukum syara’. Pada inseminasi buatan dengan sperma
suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan
inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya
masalah nasab.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak
mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan
ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya,
untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal.
Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1. percampuran nasab, padahal Islam sangat
menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada
kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum
alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan
prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa
perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi
sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur
negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih
sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan
bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak,
tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan
anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan
bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya
memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat
dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat
lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup
dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya
pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan
antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak
mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak
sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
C.
Pengertian kloning
Setelah
keberhasilan dokter-dokter spesialis, dengan kelahiran bayi tabung pertama yang
dinamakan Liusa Brown pada tahun 1978, maka riset-riset selanjutnya semakin
dikembangkan, dan pusat studi inseminasi buatan didirikan di seluruh dunia.
Perkembangan tersebut diikuti oleh berdirinya bank-bank sperma, sel telur dan
embrio. kemudian pada tahun 1997, diperkenalkan sebuah penemuan ilmiah baru
yang diilhami oleh kloning hewan,
yaitu methode untuk mendapatkan anak yang persis sama dengan aslinya (ibu atau
bapak-pent). Riset dalam bidang ini telah berhasil mengkloning seekor domba
yang diberi nama Dolly.
Sedangkan secara terminologi kloning adalah pembuatan
sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul
asalnya.Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa
proses sexual.
D.
Kloning menurut hukum Islam
Ada beberapa
problematika dari teknik kloning untuk mendapat keturunan yang perlu kita
ketahui hukum syariahnya.
problem
pertama: tentang hukum boleh tidaknya menghasilkan manusia dengan cara ini.
Problem kedua:
tentang nasab dari makhluk dari makhluk kloning, jika dia adalah manusia.
Problem ketiga:
tentang hak-hak makhluk tersebut dan hak-hak pemilik sel.
Problem
keempat: perkawinan antara mahkluk kloning dengan anak atau saudara dari si
pemilik sel.
Problem
kelima: Hukum pengkloningan organ-organ tubuh manusia termasuk organ
reproduksi, dan menyimpannya sebagai cadangan bagi pemilik sel, ataupun orang
lain yang membutuhkanya.
Problem ketujuh: hukum reproduksi ulang
hewan-hawan dengan teknik kloning. Begitu pula hukum daging dan susunya.
Problem
kedelapan: aspek moral dari teknik kloning manusia. Dengan adanya deskripsi
bahwa teknik ini dianggap pelecehan terhadap spesies manusia.
0 comments:
Posting Komentar