MENIKAH DALAM ISLAM
Nikah merupakan salah satu ibadah
yang disyariatkan dalam Islam, nikah secara bahasa berarti menghimpun atau
menyatukan, Al-Imam Abul Hasan an-Naisaburi berkata: “Menurut al-Azhari, an-nikah
dalam bahasa Arab pada asalnya bermakna persetubuhan. Perkawinan disebut nikah
karena menjadi sebab persetubuhan.
Sedangkan nikah menurut Syari’at adalah akad perkawinan. Al-Qadhi
berkata: “Yang paling mirip dengan prinsip kami bahwa pernikahan pada
hakikatnya berkenaan dengan akad dan persetubuhan sekaligus; berdasarkan firman
Allah Ta’ala:
وَلَا تَنْكِحُوا مَا
نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
‘Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu. (An-Nisaa: 22).
ANJURAN UNTUK MENIKAH
Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin MalikRadhiyallahu anhu, ia
menuturkan: Ada tiga orang yang datang ke rumah isteri-isteri Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ketika mereka diberi kabar, mereka seakan-akan merasa tidak berarti.
Mereka mengatakan: “Apa artinya kita dibandingkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
terkemudian?” Salah seorang dari mereka berkata: “Aku akan shalat malam
selamanya.” Orang kedua mengatakan: “Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak
akan pernah berbuka.” Orang ketiga mengatakan: “Aku akan menjauhi wanita dan
tidak akan menikah selamanya.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang lalu bertanya: “Apakah kalian yang mengatakan demikian dan
demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah dan lebih
ber-takwa daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur,
serta menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnah-ku, maka ia bukan
termasuk golonganku.'”
Syaikhul Islam ditanya
tentang seseorang yang membujang sedangkan dirinya ingin menikah, namun dia
khawatir terbebani oleh wanita apa yang tidak disanggupinya. Padahal ia
berjanji kepada Allah untuk tidak meminta sesuatu pun kepada seseorang untuk
kebutuhan dirinya, dan ia banyak mengamati perkawinan; apakah dia berdosa
karena tidak menikah ataukah tidak?
Beliau menjawab: Termaktub dalam
hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَـرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَـرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda, barangsiapa di
antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat
menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia berpuasa; sebab puasa dapat menekan syahwatnya.”
Kemampuan untuk menikah ialah
kesanggupan untuk memberi nafkah, bukan kemampuan untuk berhubungan badan. Hadits
ini hanyalah perintah yang ditujukan kepada orang yang mampu melakukan hubungan
badan. Karena itu beliau memerintahkan siapa yang tidak mampu untuk menikah
agar berpuasa; sebab puasa dapat mengekang syahwatnya.
Bagi siapa yang tidak
mempunyai harta; apakah dianjurkan untuk meminjam lalu menikah? Mengenai hal
ini diperselisihkan dalam madzhab Imam Ahmad dan selainnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ
الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu
kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah menjadikan mereka
mampu dengan karunia-Nya (An-Nuur 33).
Atas dasar ketentuan
diatas Islam menganjurkan pemeluknya untuk menikah, hal ini tidak terlepas dari
perintah Allah yang disebutkan dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an Diantara-nya,
firman Allah Ta’ala :
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا
رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum-mu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan
keturunan. (Ar-Ra’d :38).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنْكِحُوا
الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ
يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya. (An-Nuur
32).
Selain ayat ayat diatas
ada banyak hadits mengenai berkaitan tentang anjuran menikah diantaranya
1.
Dari
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ
الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا
بَقِيَ.
“Jika seorang hamba menikah, maka ia
telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa
kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”
2.
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَقَاهُ اللهُ
شَرَّ اثْنَيْنِ وَلَجَ الْجَنَّةَ: مَـا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَمَـا بَيْـنَ
رِجْلَيْهِ.
“Barangsiapa yang dipelihara oleh
Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di
antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua
kakinya (kemaluannya).”
Dari hadist ini menunjukkan bahwa masuk
ke dalam Surga itu bisa disebabkan
memelihara diri dari keburukan apa yang ada di antara kedua kaki, dan ini
dengan cara menikah atau berpuasa. Pernikahan adalah sarana terbesar untuk
memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah,
seperti zina, liwath (homoseksual) dan selainnya.
3.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menikah dan mencari keturunan,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Radhiyallahu anhu:
تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي
مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا
كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.
“Menikahlah, karena sesungguhnya aku
akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat,
dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan kita dalam banyak hadits agar menikah dan melahirkan anak. Beliau
menganjurkan kita mengenai hal itu dan melarang kita hidup membujang, karena
perbuatan ini menyelisihi Sunnahnya.
Keutamaan Menikah
a.
Menikah adalah sunnah para Rasul
Nikah adalah salah satu
sunnah para Rasul hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub
Radhiyallahu anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ
الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.
“Ada empat perkara yang termasuk
Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.”(HR At-Tirmidzi)
Karena menikah adalah sunnah rasul
maka bagi siapa saja diantara kalian yang mampu untuk menikah, maka menikahlah.
Perintah menikah ini datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana
diriwayat-kan dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. Ia menuturkan: “Kami
bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai
sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ،
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu
menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan
lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia
berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).‘(HR Al-Bukhari)
b.
Allah meolong orang yang menikah
Orang yang menikah
dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka Allah pasti menolongnya. Jaminan ini
terdapat dalam hadist dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى
اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُكَـاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ
الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ،
وَالْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ.
“Ada tiga golongan yang pasti akan
ditolong oleh Allah; se-orang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil
kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan
pejuang di jalan Allah.”(HR. At-Tirmidzi)
c.
Banyak Pahala dalam pernikahan
Menikahi wanita yang subur
(banyak anak) adalah suatau kebanggaan pada hari Kiamat oleh karena itu ketika
mencari pasangan hendak mencari dari keluarga yang wanita-wanitanya dikenal
subur (banyak anak) dan sayang kepada suaminya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Seseorang
datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan: ‘Aku
mendapatkan seorang wanita (dalam satu riwayat lain (disebutkan), ‘memiliki
kedudukan dan kecantikan’), tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul);
apakah aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak.’ Kemudian dia datang
kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian dia datang
kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: ‘Nikahilah wanita
yang berbelas kasih lagi banyak anak, karena aku akan membangga-banggakan
jumlah kalian kepada umat-umat yang lain. (HR Abu Dawud)
Selain itu Aktivitas
seksual dengan istri guna mendapatkan keturunan, atau untuk menjaga nafsu
mendapatkan pahala; berdasarkan hadits dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, bahwa
sejumlah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau: “Wahai
Rasulullah, orang-orang kaya telah mendapatkan banyak pahala. Mereka
melaksanakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa se-bagaimana kami
puasa, dan mereka dapat bershadaqah dengan kelebihan harta mereka. (H.R Muslim)
Beliau juga bersabda: “Bukankah Allah
telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian shadaqahkan. Setiap tasbih
adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah sha-daqah,
setiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah shadaqah,
mencegah dari yang munkar adalah shadaqah, dan persetubuhan salah seorang dari
kalian (dengan isterinya) adalah shadaqah.”
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah,
apakah salah seorang dari kami yang melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan
pahala?”
Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat
kalian seandainya dia melampiaskan syahwatnya kepada hal yang haram, apakah dia
mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya kepada hal yang
halal, maka dia mendapatkan pahala.”
d.
Gadis lebih utama dibanding janda
Dalam memilih pasangan
dianjurkan memilih perempuan yang masih gadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa beliau bersabda:
عَلَيْكُمْ
بِاْلأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى
بِالْيَسِيْرِ.
“Nikahlah dengan gadis perawan; sebab
mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur rahimnya, dan lebih ridha dengan
yang sedikit.”(H.R Ibnu Majah)
e.
Anak dapat menjadi perantara masuk Syurga
Anak dapat memasukkan
ayah dan ibunya ke dalam Surga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits qudsi. Imam Ahmad meriwayatkan dari sebagian Sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
يُقَـالُ لِلْوِلْدَانِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ. قَالَ: فَيَقُوْلُوْنَ: يَـا رَبِّ،
حَتَّى يَدْخُلَ آبَاؤُنَا وَأُمَّهَاتُنَا، قَالَ:
فَيَأْتُوْنَ. قَالَ: فَيَقُوْلُ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ: مَـا لِي أَرَاهُمْ مُحْبَنْطِئِيْنَ، اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ، قَالَ:
فَيَقُوْلُوْنَ: يَـا رَبِّ،
آبَاؤُنَا وَأُمَّهَاتُنَـا. قَالَ: فَيَقُوْلُ:
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ.
Di perintahkan kepada anak-anak di
Surga: ‘Masuklah ke dalam Surga.’ Mereka menjawab: ‘Wahai Rabb-ku, (kami tidak
masuk) hingga bapak dan ibu kami masuk (terlebih dahulu).’ Ketika mereka (bapak
dan ibu) datang, maka Allah Azza wa Jalla berfirman kepada mereka: ‘Aku tidak
melihat mereka ter-halang. Masuklah kalian ke dalam Surga.’ Mereka mengata-kan:
‘Wahai Rabb-ku, bapak dan ibu kami?’ Allah berfirman: ‘Masuklah ke dalam Surga
bersama orang tua kalian.'”
Sebagian manusia memutuskan untuk
beribadah dan menjadi “pendeta” serta tidak menikah, dengan alasan bahwa semua
ini adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Kita sebutkan kepada
mereka dua hadits berikut ini, agar mereka mengetahui ajaran-ajaran Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keharusan mengikuti Sunnahnya pada apa yang
disabdakannya. Inilah point yang kesembilan:
Tidak menikah karena memanfaatkan
seluruh waktunya untuk beribadah adalah menyelisihi Sunnah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dihimpun dari buku Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z,
Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq Penerjemah Ahmad Saikhu,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir
0 comments:
Posting Komentar