Jumat, 15 Maret 2013

Posted by Rumah Ratu On Jumat, Maret 15, 2013

MENIKAH DALAM ISLAM

Nikah merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan dalam Islam, nikah secara bahasa berarti menghimpun atau menyatukan, Al-Imam Abul Hasan an-Naisaburi berkata: “Menurut al-Azhari, an-nikah dalam bahasa Arab pada asalnya bermakna persetubuhan. Perkawinan disebut nikah karena menjadi sebab persetubuhan.

Sedangkan nikah menurut Syari’at adalah akad perkawinan. Al-Qadhi berkata: “Yang paling mirip dengan prinsip kami bahwa pernikahan pada hakikatnya berkenaan dengan akad dan persetubuhan sekaligus; berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

‘Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu. (An-Nisaa: 22).

ANJURAN UNTUK MENIKAH

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin MalikRadhiyallahu anhu, ia menuturkan: Ada tiga orang yang datang ke rumah isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberi kabar, mereka seakan-akan merasa tidak berarti. Mereka mengatakan: “Apa artinya kita dibandingkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan terkemudian?” Salah seorang dari mereka berkata: “Aku akan shalat malam selamanya.” Orang kedua mengatakan: “Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan pernah berbuka.” Orang ketiga mengatakan: “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang lalu bertanya: “Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah dan lebih ber-takwa daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnah-ku, maka ia bukan termasuk golonganku.'”

Syaikhul Islam ditanya tentang seseorang yang membujang sedangkan dirinya ingin menikah, namun dia khawatir terbebani oleh wanita apa yang tidak disanggupinya. Padahal ia berjanji kepada Allah untuk tidak meminta sesuatu pun kepada seseorang untuk kebutuhan dirinya, dan ia banyak mengamati perkawinan; apakah dia berdosa karena tidak menikah ataukah tidak?

Beliau menjawab: Termaktub dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَـرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَـرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; sebab puasa dapat menekan syahwatnya.”

Kemampuan untuk menikah ialah kesanggupan untuk memberi nafkah, bukan kemampuan untuk berhubungan badan. Hadits ini hanyalah perintah yang ditujukan kepada orang yang mampu melakukan hubungan badan. Karena itu beliau memerintahkan siapa yang tidak mampu untuk menikah agar berpuasa; sebab puasa dapat mengekang syahwatnya.

Bagi siapa yang tidak mempunyai harta; apakah dianjurkan untuk meminjam lalu menikah? Mengenai hal ini diperselisihkan dalam madzhab Imam Ahmad dan selainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya (An-Nuur 33).

Atas dasar ketentuan diatas Islam menganjurkan pemeluknya untuk menikah, hal ini tidak terlepas dari perintah Allah yang disebutkan dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an Diantara-nya, firman Allah Ta’ala :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum-mu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. (Ar-Ra’d :38).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya. (An-Nuur 32).

Selain ayat ayat diatas ada banyak hadits mengenai berkaitan tentang anjuran menikah diantaranya

1.      Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا بَقِيَ.

“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”

2.      Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ اثْنَيْنِ وَلَجَ الْجَنَّةَ: مَـا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَمَـا بَيْـنَ رِجْلَيْهِ.

“Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua kakinya (kemaluannya).”

Dari hadist ini menunjukkan bahwa masuk ke dalam Surga itu  bisa disebabkan memelihara diri dari keburukan apa yang ada di antara kedua kaki, dan ini dengan cara menikah atau berpuasa. Pernikahan adalah sarana terbesar untuk memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti zina, liwath (homoseksual) dan selainnya.

3.      Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menikah dan mencari keturunan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Radhiyallahu anhu:

تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.

“Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita dalam banyak hadits agar menikah dan melahirkan anak. Beliau menganjurkan kita mengenai hal itu dan melarang kita hidup membujang, karena perbuatan ini menyelisihi Sunnahnya.

Keutamaan Menikah

a.      Menikah adalah sunnah para Rasul

Nikah adalah salah satu sunnah para Rasul hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.

“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.”(HR At-Tirmidzi)

Karena menikah adalah sunnah rasul maka bagi siapa saja diantara kalian yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Perintah menikah ini datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayat-kan dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. Ia menuturkan: “Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،

 وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).‘(HR Al-Bukhari)

b.      Allah meolong orang yang menikah

Orang yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka Allah pasti menolongnya. Jaminan ini terdapat dalam hadist dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُكَـاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ،

 وَالْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ.

“Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; se-orang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah.”(HR. At-Tirmidzi)

c.       Banyak Pahala dalam pernikahan

Menikahi wanita yang subur (banyak anak) adalah suatau kebanggaan pada hari Kiamat oleh karena itu ketika mencari pasangan hendak mencari dari keluarga yang wanita-wanitanya dikenal subur (banyak anak) dan sayang kepada suaminya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan: ‘Aku mendapatkan seorang wanita (dalam satu riwayat lain (disebutkan), ‘memiliki kedudukan dan kecantikan’), tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul); apakah aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak.’ Kemudian dia datang kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian dia datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: ‘Nikahilah wanita yang berbelas kasih lagi banyak anak, karena aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain. (HR Abu Dawud)

Selain itu Aktivitas seksual dengan istri guna mendapatkan keturunan, atau untuk menjaga nafsu mendapatkan pahala; berdasarkan hadits dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, bahwa sejumlah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendapatkan banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa se-bagaimana kami puasa, dan mereka dapat bershadaqah dengan kelebihan harta mereka. (H.R Muslim)

Beliau juga bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian shadaqahkan. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah sha-daqah, setiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah shadaqah, mencegah dari yang munkar adalah shadaqah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan isterinya) adalah shadaqah.”

Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?”

Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian seandainya dia melampiaskan syahwatnya kepada hal yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya kepada hal yang halal, maka dia mendapatkan pahala.”

d.      Gadis lebih utama dibanding janda

Dalam memilih pasangan dianjurkan memilih perempuan yang masih gadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

عَلَيْكُمْ بِاْلأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ.

“Nikahlah dengan gadis perawan; sebab mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur rahimnya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.”(H.R Ibnu Majah­)

e.      Anak dapat menjadi perantara masuk Syurga

Anak dapat memasukkan ayah dan ibunya ke dalam Surga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits qudsi. Imam Ahmad meriwayatkan dari sebagian Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

يُقَـالُ لِلْوِلْدَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ. قَالَ: فَيَقُوْلُوْنَ: يَـا رَبِّ، حَتَّى يَدْخُلَ آبَاؤُنَا وَأُمَّهَاتُنَا، قَالَ:

 فَيَأْتُوْنَ. قَالَ: فَيَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: مَـا لِي أَرَاهُمْ مُحْبَنْطِئِيْنَ، اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ، قَالَ: فَيَقُوْلُوْنَ: يَـا رَبِّ،

 آبَاؤُنَا وَأُمَّهَاتُنَـا. قَالَ: فَيَقُوْلُ: ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ.

Di perintahkan kepada anak-anak di Surga: ‘Masuklah ke dalam Surga.’ Mereka menjawab: ‘Wahai Rabb-ku, (kami tidak masuk) hingga bapak dan ibu kami masuk (terlebih dahulu).’ Ketika mereka (bapak dan ibu) datang, maka Allah Azza wa Jalla berfirman kepada mereka: ‘Aku tidak melihat mereka ter-halang. Masuklah kalian ke dalam Surga.’ Mereka mengata-kan: ‘Wahai Rabb-ku, bapak dan ibu kami?’ Allah berfirman: ‘Masuklah ke dalam Surga bersama orang tua kalian.'”

Sebagian manusia memutuskan untuk beribadah dan menjadi “pendeta” serta tidak menikah, dengan alasan bahwa semua ini adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Kita sebutkan kepada mereka dua hadits berikut ini, agar mereka mengetahui ajaran-ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keharusan mengikuti Sunnahnya pada apa yang disabdakannya. Inilah point yang kesembilan:

Tidak menikah karena memanfaatkan seluruh waktunya untuk beribadah adalah menyelisihi Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Dihimpun dari buku Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir

 

0 comments:

Posting Komentar