Pengertian Pondok Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe-dan
akhiran an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang dikutip
oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang
yang belajar agama Islam sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti
tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yg bersifat
“tradisional” utk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkan sebagai
pedoman hidup keseharian.
Dalam kamus besar bahas Indonesia pesantren diartikan sebagai
asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara
istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa
tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan
kitab-kitab umum bertujuan utk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta
mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan penting moral
dalam kehidupan bermasyarakat.
Sesuai dengan arus dinamika zaman definisi serta persepsi terhadap
pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awal pesantren diberi makna
dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional tetapi saat sekarang
pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tak lagi selama benar.
Menurut Yacub yg dikutip oleh Khozin mengatakan bahwasa ada
beberapa pembagian pondok pesantren dan tipologi yaitu :
• Pesantren Salafi yaitu pesantren yang
tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan
pengetahuan umum. Model pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan
dalam pesantren salaf yaitu dgn metode sorogan dan weton.
• Pesantren Khalafi yaitu pesantren yang
menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu
agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
• Pesantren Kilat yaitu pesantren yang
berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan
pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibadah
dan kepemimpinan. Sedangkan santri terdiri dari siswa sekolah yang dipandang
perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
• Pesantren terintegrasi yaitu
pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan
sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program yg
terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus
sekolah atau para pencari kerja.
Dinamika Pondok Pesantren
Dalam perspektif sejarah lembaga pendidikan yang terutama berbasis
di pedesaan ini telah mengalami perjalanan sejarah yg panjang sejak sekitar
abad ke 18. seiring denga perjalanan waktu pesantren sedikit demi sedikit maju
tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses pembangunan serta dinamika
masyarakatnya. Ini menunjukkan bahwa ada upaya-upaya yang dilakukan pesantren untuk
mendinamisir diri sejalan dgn tuntutan dan perubahan masyarakatnya.
Dinamika lembaga pendidikan Islam yang relatif tua di Indonesia ini
tampak dalam beberapa hal seperti :
-
Peningkatan secara kuantitas terhadap jumlah pesantren. Tercatat di
Departemen Agama bahwa pada tahun 1977 ada 4195 pesantren dgn jumlah santri
677.384 orang. Jumlah tersebut menjadi 5661 pesantren dgn 938.397 santri pada
tahun 1981 kemudian meningkat menjadi 15.900 pesantren dengan jumlah santri 59
juta orang pada tahun 1985.
-
Kemampuan pesantren untuk selalu hidup ditengah-tengah masyarakat
yang sedang mengalami berbagai perubahan. Pesantren mampu memobilisasi sumber
daya baik tenaga maupun dana serta mampu berperan sebagai benteng terhadap
berbagai budaya yg berdampak negatif. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai kekuatan untuk survive.
Dan pesantren juga mampu mendinamisir diri ditengah-tengah perubahan
masyarakatnya. Secara sosiologis ini menunjukkan bahwa pesantren masih memiliki
fungsi nyata yg dibutuhkan masyarakat.
-
Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Tentang Pandangan Hidup
Kyai (Jakarta: LP3ES,1994),
Sedangkan perkembangan secara
kuantitatif maupun kemampuan bertahan ditengah perubahan tak otomatis
menunjukkan kemampuan pesantren untuk bersaing dalam memperebutkan peserta
didik. Seperti Dhofir mengatakan (1992) bahwa dominasi pesantren di dunia
pendidikan mulai menurun secara drastis setelah tahun 1950-an. Salah satu
faktor adl lapangan pekerjaaan “modern” mulai terbuka bagi warga Indonesia yang
mendapat latihan di sekolah-sekolah umum. Akan tetapi setelah proklamasi
kemerdekaan pemerintah lebih memberikan perhatian terhadap sistem pendidikan
nasional dgn membangun sekolah-sekolah umum dari tingkat pendidikan dasar
hingga perguruan tinggi.
Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren
Gagasan pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam mempunyai akar
dari gagasan tentang reformasi dan modernisasi pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Kerangka
dasarnya adalah kebangkitan kaum muslim di masa yang akan datang harus
berangkat dari pembaharuan pemikiran dan lembaga Islam, terutama pendidikan.
Modernisasi, yang dalam konteks Indonesia dikenal dengan istilah development
(pembangunan), merupakan proses multi-dimensional yang kompleks; dalam hal ini
pendidikan dipandang sebagai suatu variabel modernisasi.
Perlu diakui bahwa pembaharuan atau modernisasi sistem pendidikan di Indonesia tidaklah murni bersumber dari
kalangan kaum Muslim Indonesia sendiri. Karel Steenbrink, menyebutkan beberapa
faktor bagi pembaruan pendidikan Islam
di Indonesia pada permulaan abad ke-20, yaitu:
1.
Sejak tahun 1900, telah banyak pemikiran kembali pada al-Qur’an dan
al-Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan
kebudayaan yang ada. Pemikiran kembali ke al-Qur’an dan al-Sunnah telah
mengakibatkan perubahan dalam bermacam-macam kebiasaan agama.
2.
Sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda.
3.
Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya
di bidang sosial ekonomi.
4.
Ketidakpuasan terhadap hasil pendidikan tradisional dalam
mempelajari al-Qur’an dan ilmua agama
Islam, yang berakumulasi pada pembaharuan sistem pendidikan Islam.[1]
Pada tingkat lokal
Indonesia, sistem pendidikan modern, pertama kali, diperkenalkan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Pada gilirannya, sistem pendidikan yang
diperkenalkan pemerintah kolonial Belanda ini mempengaruhi sistem pendidikan
Islam di Indonesia. Hal ini berlangsung ketika pada paruh pertama abad ke-20,
ketika kaum pribumi, termasuk kalangan pesantren, memperoleh kesempatan yang
cukup luas untuk mendapatkan pendidikan.[2] Beberapa
lembaga pendidikan Islam pun, lambat-laun, mulai mengadaptasi sistem pendidikan
Belanda tersebut. Peran kyai dan atau pemimpin ummat memegang peranan penting
dalam hal pembaruan pendidikan Islam.
Pada level dunia
muslim, pembaharuan sistem pendikan Islam juga mendapatkan modelnya di Timur Tengah,
teutama dari al-Azhar. Pembaharuan pendidikan al-Azhar, yakni ketika Muhammad
Abduh menjadi rektor al-Azhar.[3]
pada gilirannya ikut mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Setidaknya,
dasar kesamaan religio-politik menjadi alasan utama untuk mengikuti pembaharuan
al-Azhar dari beberapa lembaga pendidikan Islam di Indonesia, termasuk
pesantren, sekalipun baru terimplementasikan pada hal-hal terbatas.
Pembaharuan pesantren dapat dikatakan bermula pada tahun 1920-an,
yakni bersamaan dengan “kebangkitan nasional” Indonesia. Beberapa pesantren
yang memulai memodernisir diri. K.H. Hasyim Asyr’ari mulai mendirikan madrasah
di pesantrennya, pada tahun 1919.[4] Pondok
Modern Gontor Ponorogo didirikan sebagai upaya lain dari pembaruan pendidikan
pesantren.
Dari masa pertumbuhannya hingga masa kini, peran dan fungsi
tradisional pesantren bersifat dinamis dan tidak tunggal. Namun, terdapat peran
dan fungsi pesantren yang terus dijalankan secara konsisten, yakni sebagai
1. Transfer dan transmisi
ilmu keagamaan atau lembaga pendidikan dan pengajaran tafaqquh fi
al-din.
2. lembaga pengkaderan kyai, ulama, dan da’i
3. penjaga tradisi umat Islam, terutama Islam-Sunni.
Pesantren mampu merespon dinamika perubahan dalam berbagai dimensi
kehidupan, dengan berbagai cara dan pendekatan. Menurut Azyumardi Azra,
sedikitnya ada dua bentuk respon pesantren terhadap perubahan; pertama,
merevisi kurikulum dengan semakin banyak memasukkan mata pelajaran atau
keterampilan yang dibutuhkan masyarakat; kedua, membuka kelembagaan dan
fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum. Dalam
bentuk yang hamper sama, Haydar Putra Daulay, menyebutkan tiga aspek
pembaharuan pendidikan Islam, yakni
1). Metode, dari metode sorogan dan wetonan ke metode
klasikal;
2). Isi materi, yakni sudah mulai menadaptasi materi-materi baru
selain tetap mempertahankan kajian kitab kuning; dan
3). Manajemen, dari kepemimpinan tungal kyai menuju demokratisasi
kepemimpinan kolektif.
Daftar pustaka
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,1994),
Kareel Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta:
LP3ES, 1986)
Haydar Putra Daulay, Sejarah
Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kompas
2010)
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Gerakan
dan Pembaharuan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992)
[2] Haydar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kompas 2010 hlm 53
[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, sejarah dan gerakan
pembaharuan, Jakarta, Bulan bintang, 1992
[4] Haydar
Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kompas 2010 hlm 53
Pengertian Pondok Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe-dan
akhiran an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang dikutip
oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang
yang belajar agama Islam sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti
tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yg bersifat
“tradisional” utk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkan sebagai
pedoman hidup keseharian.
Dalam kamus besar bahas Indonesia pesantren diartikan sebagai
asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara
istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa
tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan
kitab-kitab umum bertujuan utk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta
mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan penting moral
dalam kehidupan bermasyarakat.
Sesuai dengan arus dinamika zaman definisi serta persepsi terhadap
pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awal pesantren diberi makna
dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional tetapi saat sekarang
pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tak lagi selama benar.
Menurut Yacub yg dikutip oleh Khozin mengatakan bahwasa ada
beberapa pembagian pondok pesantren dan tipologi yaitu :
• Pesantren Salafi yaitu pesantren yang
tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan
pengetahuan umum. Model pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan
dalam pesantren salaf yaitu dgn metode sorogan dan weton.
• Pesantren Khalafi yaitu pesantren yang
menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu
agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
• Pesantren Kilat yaitu pesantren yang
berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan
pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibadah
dan kepemimpinan. Sedangkan santri terdiri dari siswa sekolah yang dipandang
perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
• Pesantren terintegrasi yaitu
pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan
sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program yg
terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus
sekolah atau para pencari kerja.
Dinamika Pondok Pesantren
Dalam perspektif sejarah lembaga pendidikan yang terutama berbasis
di pedesaan ini telah mengalami perjalanan sejarah yg panjang sejak sekitar
abad ke 18. seiring denga perjalanan waktu pesantren sedikit demi sedikit maju
tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses pembangunan serta dinamika
masyarakatnya. Ini menunjukkan bahwa ada upaya-upaya yang dilakukan pesantren untuk
mendinamisir diri sejalan dgn tuntutan dan perubahan masyarakatnya.
Dinamika lembaga pendidikan Islam yang relatif tua di Indonesia ini
tampak dalam beberapa hal seperti :
-
Peningkatan secara kuantitas terhadap jumlah pesantren. Tercatat di
Departemen Agama bahwa pada tahun 1977 ada 4195 pesantren dgn jumlah santri
677.384 orang. Jumlah tersebut menjadi 5661 pesantren dgn 938.397 santri pada
tahun 1981 kemudian meningkat menjadi 15.900 pesantren dengan jumlah santri 59
juta orang pada tahun 1985.
-
Kemampuan pesantren untuk selalu hidup ditengah-tengah masyarakat
yang sedang mengalami berbagai perubahan. Pesantren mampu memobilisasi sumber
daya baik tenaga maupun dana serta mampu berperan sebagai benteng terhadap
berbagai budaya yg berdampak negatif. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai kekuatan untuk survive.
Dan pesantren juga mampu mendinamisir diri ditengah-tengah perubahan
masyarakatnya. Secara sosiologis ini menunjukkan bahwa pesantren masih memiliki
fungsi nyata yg dibutuhkan masyarakat.
-
Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Tentang Pandangan Hidup
Kyai (Jakarta: LP3ES,1994),
Sedangkan perkembangan secara
kuantitatif maupun kemampuan bertahan ditengah perubahan tak otomatis
menunjukkan kemampuan pesantren untuk bersaing dalam memperebutkan peserta
didik. Seperti Dhofir mengatakan (1992) bahwa dominasi pesantren di dunia
pendidikan mulai menurun secara drastis setelah tahun 1950-an. Salah satu
faktor adl lapangan pekerjaaan “modern” mulai terbuka bagi warga Indonesia yang
mendapat latihan di sekolah-sekolah umum. Akan tetapi setelah proklamasi
kemerdekaan pemerintah lebih memberikan perhatian terhadap sistem pendidikan
nasional dgn membangun sekolah-sekolah umum dari tingkat pendidikan dasar
hingga perguruan tinggi.
Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren
Gagasan pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam mempunyai akar
dari gagasan tentang reformasi dan modernisasi pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Kerangka
dasarnya adalah kebangkitan kaum muslim di masa yang akan datang harus
berangkat dari pembaharuan pemikiran dan lembaga Islam, terutama pendidikan.
Modernisasi, yang dalam konteks Indonesia dikenal dengan istilah development
(pembangunan), merupakan proses multi-dimensional yang kompleks; dalam hal ini
pendidikan dipandang sebagai suatu variabel modernisasi.
Perlu diakui bahwa pembaharuan atau modernisasi sistem pendidikan di Indonesia tidaklah murni bersumber dari
kalangan kaum Muslim Indonesia sendiri. Karel Steenbrink, menyebutkan beberapa
faktor bagi pembaruan pendidikan Islam
di Indonesia pada permulaan abad ke-20, yaitu:
1.
Sejak tahun 1900, telah banyak pemikiran kembali pada al-Qur’an dan
al-Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan
kebudayaan yang ada. Pemikiran kembali ke al-Qur’an dan al-Sunnah telah
mengakibatkan perubahan dalam bermacam-macam kebiasaan agama.
2.
Sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda.
3.
Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya
di bidang sosial ekonomi.
4.
Ketidakpuasan terhadap hasil pendidikan tradisional dalam
mempelajari al-Qur’an dan ilmua agama
Islam, yang berakumulasi pada pembaharuan sistem pendidikan Islam.[1]
Pada tingkat lokal
Indonesia, sistem pendidikan modern, pertama kali, diperkenalkan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Pada gilirannya, sistem pendidikan yang
diperkenalkan pemerintah kolonial Belanda ini mempengaruhi sistem pendidikan
Islam di Indonesia. Hal ini berlangsung ketika pada paruh pertama abad ke-20,
ketika kaum pribumi, termasuk kalangan pesantren, memperoleh kesempatan yang
cukup luas untuk mendapatkan pendidikan.[2] Beberapa
lembaga pendidikan Islam pun, lambat-laun, mulai mengadaptasi sistem pendidikan
Belanda tersebut. Peran kyai dan atau pemimpin ummat memegang peranan penting
dalam hal pembaruan pendidikan Islam.
Pada level dunia
muslim, pembaharuan sistem pendikan Islam juga mendapatkan modelnya di Timur Tengah,
teutama dari al-Azhar. Pembaharuan pendidikan al-Azhar, yakni ketika Muhammad
Abduh menjadi rektor al-Azhar.[3]
pada gilirannya ikut mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Setidaknya,
dasar kesamaan religio-politik menjadi alasan utama untuk mengikuti pembaharuan
al-Azhar dari beberapa lembaga pendidikan Islam di Indonesia, termasuk
pesantren, sekalipun baru terimplementasikan pada hal-hal terbatas.
Pembaharuan pesantren dapat dikatakan bermula pada tahun 1920-an,
yakni bersamaan dengan “kebangkitan nasional” Indonesia. Beberapa pesantren
yang memulai memodernisir diri. K.H. Hasyim Asyr’ari mulai mendirikan madrasah
di pesantrennya, pada tahun 1919.[4] Pondok
Modern Gontor Ponorogo didirikan sebagai upaya lain dari pembaruan pendidikan
pesantren.
Dari masa pertumbuhannya hingga masa kini, peran dan fungsi
tradisional pesantren bersifat dinamis dan tidak tunggal. Namun, terdapat peran
dan fungsi pesantren yang terus dijalankan secara konsisten, yakni sebagai
1. Transfer dan transmisi
ilmu keagamaan atau lembaga pendidikan dan pengajaran tafaqquh fi
al-din.
2. lembaga pengkaderan kyai, ulama, dan da’i
3. penjaga tradisi umat Islam, terutama Islam-Sunni.
Pesantren mampu merespon dinamika perubahan dalam berbagai dimensi
kehidupan, dengan berbagai cara dan pendekatan. Menurut Azyumardi Azra,
sedikitnya ada dua bentuk respon pesantren terhadap perubahan; pertama,
merevisi kurikulum dengan semakin banyak memasukkan mata pelajaran atau
keterampilan yang dibutuhkan masyarakat; kedua, membuka kelembagaan dan
fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum. Dalam
bentuk yang hamper sama, Haydar Putra Daulay, menyebutkan tiga aspek
pembaharuan pendidikan Islam, yakni
1). Metode, dari metode sorogan dan wetonan ke metode
klasikal;
2). Isi materi, yakni sudah mulai menadaptasi materi-materi baru
selain tetap mempertahankan kajian kitab kuning; dan
3). Manajemen, dari kepemimpinan tungal kyai menuju demokratisasi
kepemimpinan kolektif.
Daftar pustaka
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,1994),
Kareel Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta:
LP3ES, 1986)
Haydar Putra Daulay, Sejarah
Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kompas
2010)
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Gerakan
dan Pembaharuan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992)
[2] Haydar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kompas 2010 hlm 53
[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, sejarah dan gerakan
pembaharuan, Jakarta, Bulan bintang, 1992
[4] Haydar
Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kompas 2010 hlm 53
0 comments:
Posting Komentar