1. Ketetapan
Allah (sama artinya antara qadha dan qadar)
Qadha adalah apa yang Allah Ta’ala tetapkan pada zaman azali (50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi) dan
tertulis di Lauhul
Mahfudz.
Qadar adalah apa-apa yang Allah Ta’ala tetapkan dan kemudian terjadi.
Arti Iman Kepada Qadha dan Qadar
Iman
kepada Qadha dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa
Allah telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya.
Iman
kepada Qadha dan Qadar adalah mengimani adanya ilmu Allah dan mengimani adanya
kehendak Allah yang berlaku serta kekuasaan-Nya yang menyeluruh.
Dengan
arti lain qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
فَقَضَاهُنَّ
سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
“Maka
Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat/41 : 12]
1. Q.S al-hadid
ayat 22
مَا أَصَابَ
مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ
قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.
2.
Q.S Al-qamar ayat 49
إِنَّا كُلَّ
شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
3.
Q.S
Al-Isra Ayat 13
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ
طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ ۖ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ
مَنْشُورًا
Dan tiap-tiap manusia itu telah
Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.
Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya
terbuka.
4. Hadist Riwayat Muslim
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah
saw. didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, dan
rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan.
Tentang keimanan, Rasulullah menjawab yang artinya: “Hendaklah engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
akhir, dan beriman pula kepada Qadar (takdir) yang baik ataupun yang buruk”.
(H.R. Muslim).
1.
Takdir
Mua’llaq
Takdir
Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Misalnya,
seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai
cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan
menjadi kenyataan.
Allah
Swt. berfirman:
لَهُ
مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ
اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا
مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا
فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ
مِنْ وَالٍ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.
2.
Takdir
Mubram
Takdir Mubram adalah takdir yang terjadi
pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar
lagi oleh manusia. Misalnya, ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau
dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapak kulit putih, dan
sebagainya
Beriman kepada takdir selalu terkait
dengan 4 (empat) hal yang selalu berhubungan dan tidak terpisahkan. Keempat hal
itu adalah iman kepada takdir itu sendiri, ikhtiar, do’a, dan tawakal.
a.
Takdir
Mengapa
manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh-tumbuhan berkembang subur,
lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur bila selalu disiram dan sebaliknya
bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan mati. Semua contoh tersebut, adalah
ketentuan Allah Swt. dan itulah yang disebut Takdir. Manusia mempunyai kemampuan
terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah Swt. kepadanya Di samping
itu, manusia berada di bawah hukum-hukum tersebut (Qauliyah dan Kauniyah).
Hanya berbeda dengan makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan dan
planet lainnya, seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa bisa ditawar-tawar. (Q.S.
Fussilat/41:11)
Manusia
makhluk yang paling sempurna, oleh karena itu ia diberi kemampuan memilih
bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih ketentuan (takdir) Allah
Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau
kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau tidak. (Q.S. al-Kahfi/18:29). Namun
harus diingat setiap pilihan yang diambil manusia. Pada saat yang sama manusia
diminta pertanggungjawaban terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran
sendiri. Firman Allah Swt.:
“Maka Dia
mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung
orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”
(Q.S. asy-Syams/91:8-10)
"Apakah
manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?” (Q.S. Al-Qiyamah/75:36).
Beberapa
tamsil peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami persoalan takdir.
Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan
Palestina sekarang) beliau mendengar berita bahwa di sana sedang terjadi wabah
penyakit, sehingga beliau membatalkan rencananya tersebut. Kemudian seseorang
tampil bertanya: “(Apakah Anda lari/ menghindar dari takdir Allah?)” Umar serta
merta menjawab: “(Saya lari/ menghindari dari takdir Allah kepada takdir-Nya
yang lain)” Sejak zaman Rasulullah saw. telah terjadi kekeliruan dalam
menyikapi takdir, salah satunya beliau bersabda:“Pada akhir zaman ada suatu
golongan yang berbuat kemaksiatan, dengan (sangat enaknya) mereka berkata:
“Allah Swt. telah menakdirkan saya mencuri.” Peristiwa-peristiwa tersebut
menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir, padahal dengan tegas Allah Swt.
melarangnya. Akhlak yang diajarkan Islam adalah setiap keburukan yang menimpa
merupakan kesalahan kita sebagai manusia, sementara segala kebaikan dan
keberhasilan merupakan anugerah Allah Swt.
b.
Ikhtiar
Ikhtiar
adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam menggapai
cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita sebagai manusia
berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt. telah menentukan, kenapa ada
ikhtiar? Perhatikan Firman Allah Swt. dalam Q.S.al-Anbiyaa’/21:90 yang
artinya:”Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera
dalam(mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik”
Kemudian
dalam Q.S.al-Mukminuun/23:60, Allah Swt. Berfirman:” Mereka itu bersegera untuk
mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera
memperolehnya” Dari beberapa ayat di atas, Allah Swt. mendorong manusia untuk
berusaha, berlomba, dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun
yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan.
Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya:“Siapa pun orangnya yang
bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan”. Rasulullah saw. bersabda:
”Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh
penghalang. Akankah kalian menunggu kekafiran yang menyisihkan, kekayaan yang
melupakan, penyakit yang menggerogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang
pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat
yang sangat amat dahsyat?”(HR. at-Tirmidzi).
Jika
sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan inilah
letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt. tidak menyia-nyiakan semua
amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal. Firman Allah Swt.: “ Dan bahwa
manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya
usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan
kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”. (Q.S. an-Najm/53:39-41).
Berdasarkan
penjelasan di atas, jelaslah kenapa Allah Swt. mewajibkan manusia berikhtiar.
Walaupun sudah ditentukan Qadha dan qadarnya, di pundak manusia lah kunci
keberhasilan dan keberuntungan hidupnya. Di samping itu, begitu banyak anugerah
yang telah Allah Swt. berikan kepada manusia berupa: naluri, panca indera,
akal, kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah bekal yang dimiliki
manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.
c.
Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt.: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, ..” (Q.S. al-Baqarah/2:186)
d. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan ikhtiar dan do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.”. Dasar pengertian tawakal diambil dari peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah saw.: Pada suatu hari datang seorang sahabat ke kediaman Rasulullah dengan mengendarai unta. Sesampainya di depan rumah beliau, (ada peristiwa ganjil menurut pandangan Rasulullah), sehingga beliau berkata: “Kenapa unta kalian tidak ditambatkan?” Ia menjawab: “Tidak ya Rasulullah, karena saya telah bertawakal.” Kemudian Rasulullah berkata: “Tambatkan dulu unta kalian, baru bertawakal!” Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar. Firman Allah Swt.:”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”(Q.S.Ali-Imran/3:159)
0 comments:
Posting Komentar