Jumat, 15 Maret 2013

pendidikan Karakter


Pada masalah aspek otoritas pendidikan, anak didik sebetulnya hanya ditekankan pada sapek kognitif saja. Akibatnya adalah anak didik yang diberi materi pelajaran hanya sekedar ‘tahu’ dan ‘mengenal’ dengan apa yang didapatkannya, tanpa memahami apa yang mereka pelajari apalagi menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.

 Padahal aspek yang lainnya, seperti afektif dan psikomotorik adalah hal penting yang harus di didik. Karena institusi pendidikan seharusnya dapat membuat anak didik menerapkan apa yang diajari, karena sesungguhnya itulah kegunaan dari ilmu pengetahuan. Apakah anak didik di bangsa ini hanya akan menjadi “manusia robot” yang tidak memiliki rasa toleransi dan apatis pada kehidupan sosialnya? Lalu bagaimana generasi seperti ini dapat mengembalikan jati diri bangsa? Kita tidak tahu standar apa yang dipakai dalam otoritas pendidikan di negara ini, yang akhirnya anak didik yang dihasilkan dari institusi pendidikan di negara ini tidak banyak yang mampu untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan di tempat pendidikannya, apalagi untuk mengajarkannya pada orang lain.
Penanaman karakter anak didik dengan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik tidak akan berhasil menghasilkan generasi penerus yang memberikan dampak positif bagi bangsa.  Mungkin memang nilai di atas kertas raport dan IPK terlihat bagus dan memuaskan, akan tetapi ketika anak didik tidak mampu menerapkan ilmu yang mereka dapatkan.Otoritas pendidikan harus menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan PBB, UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk berbuat (learn to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar untuk hidup bersama (learn to live together).
Ketika semua aspek itu dapat dijalankan maka bangsa ini akan memiliki generasi yang dapat dibanggakan, bagi bangsa maupun bagi seluruh dunia. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu tanpa aktualisasi ilmu, akan tetapi pembentukan karakter diri dan bangsa dengan ilmu yang didapat, hingga akhirnya mereka para generasi muda dapat mengembalikan jati diri bangsa dengan ilmu yang mereka punya.
A.    Pengertian Pendidikan Karakter
Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.[1]
Selain itu pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
B.     Dasar  Pembentukan Karakter
Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai  Setan. Karakter manusia  merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif.
Pada awalnya, manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian manusia ada 4 macam dan ada banyak sekali teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna, tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian ada 4[2], yaitu :
1. Koleris : Tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.
2. Sanguinis : Tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, ceria  dan  selalu suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.
3. Phlegmatis :  Tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4. Melankolis : Tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.
Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia.
Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Dari ke empat kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, Sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.
Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan social dan masing-masing pribadi. 
Pertanyaanya letak karakternya dimana? Saat manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris sangat santun dalam menyampaikan pendapat disamping cara bicaranya yang kasar, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter.
Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).
Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus “DIBANGUN” dan “DIKEMBANGKAN” secara sadar melalui “PROSES yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.
Banyak saya perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini.
Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan Anda.
Setiap  manusia mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter. Karakter lebih dari apapun dan akan menjadikan manusia menjadi seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Setiap manusia memiliki kontrol penuh atas karakter yang dimilikinya, artinya ia tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter yang buruk karena ia yang bertanggung jawab penuh mengembangkan karakter, dan  karakter adalah tanggung jawab pribadi.
C.     Pentingnya Pendidikan Karakter
Berbagai permasalahan menimpa Bangsa Indonesia seperti masih adanya konflik sosial di berbagai tempat, sering mengedepankan cara kekerasan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, praktek korupsi yang semakin canggih dan massif, sering terjadi perkelahian antar pelajar, pelanggaran etika dan susila yang semakin vulgar, munculnya aliran yang dianggap sesat dan cara-cara penyelesaiannya yang cenderung  menggunakan kekerasan, tindakan kejahatan yang mengancam ketenteraman dan keamanan, praktek demokrasi liberal yang ekstreem dalam berbagai aspek kehidupan sehingga bertabrakan dengan budaya dan nilai-nilai kepatutan sebagai bangsa Timur dan bangsa yang religius.
Mengapa pendidikan karakter harus dilakukan sejak usia dini? Menurut Thomas Lichona, (Megawangi, 2003), Anak balita masih kosong pengalaman. Jika ia melihat sesuatu langsung dimasukkan tanpa dipilih-pilih. Itu bisa terjadi karena dalam benak balita belum ada “program” penyaring. Materi yang pertama masuk otak anak akan berfungsi sebagai penyaring. Karena itu orang tua yang terlambat mengisi pendidikan yang baik pada anaknya, maka bisa lebih dulu diisi dengan hal yang buruk oleh pihak lain. Orang tua yang jarang berinteraksi dengan anak pada usia ini, berhati-hatilah.
Bagaiman peran orang tua? Orang tua harus berupaya menjadikan dirinya role model untuk membangun kepercayaan anak. Pendidikan karakter tidak cukup dengan kata-kata, ia perlu contoh riil dari orang tua, pendalaman terhadap contoh-contoh tersebut dengan penjelasan-penjelasan dan refleksi tindakan anak, serta membangun sebuah lingkungan yang memastikan anak mudah untuk melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh: Orang tua yang hangat dan penuh perhatian akan menjadi model bagi anak bagaimana seharusnya memperlakukan orang lain.
Selain itu orang tua harus mengupayakan komunikasi dengan anak secara menyenangkan, tidak hanya memerintah, mengkritik dan membentak bentak. Dalam berkomunikasi, orang tua hendaknya menjadi pendengar yang baik, tidak menyela pembicaraan, mengganti pernyataan dengan pertanyaan, berempati terhadap anak dan masalahnya, tidak berkomentar sebelum diminta. Kalaupun komentar gunakan komentar yang menyenangkan. Gunakan pujian untuk perilaku atau perubahan perilaku yang baik. Orang tua yang hangat dan penuh cinta dan perhatian akan memacu perkembangan moral anak menuju tahapan yang lebih tinggi.
D.    Beberapa Kekeliruan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Namun sangat disayangkan setelah lebih dari 2 tahun ternyata pelaksanaan pendidikan karakter disekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh beberapa kekeliruan seperti:
Ø  Banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter merupakan mata pelajaran baru dan berdiri sendiri,  sehingga banyak menanyakan kurikulum, silabus dan bukunya. Padahal pendidikan karakter bukanlah mapel karena sesungguhnya sudah ada di dalam setiap mapel yang diajarkan saat ini. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak membutuhkan kurikulum, silabus atau buku yang khusus.
Ø  Banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter merupakan pengganti mata pelajaran atau Budi Pekerti yang ada dulu. Akibatnya banyak yang mencoba menyamakan metode pembelajaran seperti yang banyak dipakai yaitu metode ceramah dan catat. Padahal pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran pengganti dan proses pembelajarannya bukan lebih ceramah tapi harus digali secara bersama sama oleh guru dan siswa.
Ø  Banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter adalah tugas dari guru mata pelajaran Agama dan PKn saja serta kalau perlu melibatkan guru BK sekiranya terjadi masalah yang terkait dengan karakter siswa. Padahal pendidikan karakter adalah tugas semua guru dari seluruh mapel, karena setiap mapel yang diajarkan pasti memiliki nilai nilai moral yang akan memberi dampak pada kehidupan orang banyak.
Ø  Banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter hanyalah pelengkap atau tambahan saja sehingga tidak perlu diprioritaskan seperti halnya dengan materi akademis. Padahal  pendidikan karakter adalah inti dari suatu kegiatan pendidikan karena alangkah berbahayanya seorang siswa yang hanya berkembang dalam hal akademis tapi tidak dalam hal karakter.
Ø  Kelima, banyak yang beranggapan bahwa pendidikan karakter hanyalah sebuah pengetahuan semata (kognitif) sehingga tidak perlu usaha yang khusus dan terencana. Padahal pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang holistik sehingga tidak hanya melibatkan sisi kognitif tapi juga sisi afektif dan psikomotor. Dengan demikian, seorang siswa dapat memahami lalu bisa merasakan dan pada akhirnya mau melakukan nilai-nilai yang dianggap baik.
Kekeliruan-kekeliruan seperti inilah yang telah menghambat pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Akibatnya dalam 2 tahun sejak dicanangkan tidak banyak kemajuan yang diperoleh, pendidikan karakter masih tetap berada dalam posisi wacana yang belum dapat dilaksanakan. Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan karakter membutuhkan waktu yang lama dibandingkan materi akademis. Meskipun sudah dilaksanakan dengan sungguh sungguh belum ada yang bisa menjamin tingkat keberhasilannya.
E.     Pendidikan Karakter untuk Berbagai Mata Pelajaran
Seperti yang diucapkan oleh Bapak Pendidikan Karakter Dunia, Prof. Thomas Lickona[3] bahwa pendidikan selalu mempunyai 2 tujuan yaitu membantu orang untuk menjadi pintar (smart) sekaligus juga untuk menjadi baik (good). Oleh karena itulah Prof. Lickona menambahkan Respect (hormat) sebagai R yang ke-4 dan Responsibility (tanggung jawab) sebagai R yang ke-5 ke dalam 3R yang selama ini kita kenal yaitu : Reading (membaca), wRiting (menulis) dan aRithmatic (menghitung). 3R yang pertama adalah untuk membuat siswa menjadi pintar sedangkan 2R yang terakhir adalah untuk membuat siswa menjadi baik.
v  Petunjuk Praktis Pendidikan Karakter Untuk Berbagai Mata Pelajaran
Bisa kita bayangkan bagaimana efektifnya pelaksanaan pendidikan karakter bila guru-guru dari mapel selain Agama dan PKn ikut berperan aktif. Berikut adalah petunjuk praktis untuk guru-guru dari beberapa mata pelajaran :
1. Kesenian
Mencari nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah lagu serta mempelajari latar belakang penulisan sebuah lagu termasuk juga karakter dari penciptanya. Mempelajari sejarah dari alat-alat musik tradisional serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.
2. Bahasa
Mendiskusikan karakter positif maupun negatif dari tokoh yang ada dalam suatu artikel serta mencari nilai-nilai yang terkandung dalam suatu karya sastra (puisi, pantun dll). Untuk bahasa asing, mencari arti/makna dari kata-kata baru khususnya yang terkait dengan nilai-nilai yang positif, selanjutnya siswa bisa diminta membuat karangan yang memuat kata-kata baru itu agar bisa menperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
3. Sosial/IPS
Mendiskusikan karakter dari para raja, ratu atau patih serta pengaruhnya terhadap kehidupan rakyatnya. Mempelajari dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masyarakat atau pengaruh sosial dari pemberlakuan sebuah aturan atau hukum.
4. Sains/IPA
Dampak positif dan negatif dari perkembangan sains terhadap manusia seperti timbulnya berbagai macaam penyakit dan lingkungan hidup seperti adanya pencemaran atau kepunahan hewan atau tumbuhan.

5. Matematika
Mengkaji aplikasi konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari serta dampak negatif kalau terjadi penyimpangan atau ketidakjujuran dalam penggunaannya. Beri penekanan terhadap kerugian yang harus ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat.
6. Penjaskes
Pengaruh positif dari kegiatan olahraga bagi kesehatan serta mendiskusikan karakter positif (berlatih teratur dan disiplin) maupun negatif (doping atau pengaturan skor) dari para olahragawan nasional maupun internasional dalam mencapai prestasi.
7. TIK/Teknologi
Mendiskusikan pengaruh positif maupun negatif dari sebuah teknologi. Khusus untuk teknologi informasi, perlunya pengetahuan tentang Media Literacy untuk mencegah efek negatif yang tidak diinginkan. Mempelajari mengenai Cyber-Bullying yang sangat merugikan pihak yang jadi korban.
8. Muatan Lokal
Mendiskusikan perlunya melestarikan bahasa dan budaya daerah serta situs- situs bersejarah yang ada. Mempelajari pengaruh adat istiadat di suatu daerah dalam membentuk karakter orang di sana.
Sebagai penutup perlu ditekankan kembali bahwa tujuan pendidikan bukanlah hanya untuk menjadikan seseorang menjadi pintar tapi juga menjadi baik dan berkarakter. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam pendidikan harus mau mengubah tujuan yang semula hanya mengejar nilai akademis sekarang harus memprioritaskan pendidikan karakter. Percayalah untuk membuat seseorang jadi pintar jauh lebih mudah dan cepat dari pada untuk membuat seseorang jadi baik dan berkarakter. Pintar tidaklah cukup tapi harus dilengkapi juga dengan karakter yang baik.



[2] Alwasol. Psikologi kepribadian. Jakarta: 2006, hl. 201

0 komentar:

Posting Komentar