A. Pengertian
Zakat
profesi sebenarnya merupakan istilah baru dalam dunia fiqih, zakat profesi
adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai
nishob. Adapun yang dimaksud dengan profesi dalam hal ini terbagi menjadi dua
macam yaitu:
1.
Profesi
yang penghasilnya diperoleh dengan cara usaha sendiri seperti dokter,
pengacara, kontraktor, arsitek, penjahit dan lain sebagainya.
2.
Profesi
yang penghasilannya diperoleh dengan cara bekerja pada orang lain sehingga ia
memperoleh gaji/imbalan, seperti pegawai negeri, karyawan BUMN/BUMS, dan lain
sebagai.
Menurut
kaidah pencetus zakat profesi, bahwa orang yang menerima gaji atau yang lainnya
dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul. Dalam hal ini, jelas
tergambar bahwa zakat profesi diambil sebesar 2,5% dari gaji pokok/penghasilan
yang didapatkan. Zakat profesi ini juga lahir dengan didasari bahwa apabila
profesi petani dan pedagang saja harus dikenai wajib zakat, maka penghasilan
dokter, kontraktor, pengacara atau lain sebagainya yang notabene memperoleh
penghasilan lebih besar dari petani dan pedagang seharusnya juga wajib membayar
zakat.
Adapun orang orang yang mensyariatkan zakat profesi
memiliki alasan sebagai berikut: Berbeda dengan sumber pendapatan dari
pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak
banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai
tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara
dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi
terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap
kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan
yang membutuhkan.
Referensi
dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267:
"Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji".
Zakat profesi juga dikenal dengan istilah zakah
rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa
al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). Zakat profesi
didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian
profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang atau
lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab.
Dalam muktamar zakat yang diadakan pada tahun 1948
M di Kuwait, masalah zakat profesi ini telah terbahas. Dari hasil muktamar
tersebut disimpulkan bahwa zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat
potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji
pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan lain sebagainya. Profesi jenis ini
menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji.
Dengan digabungkan dengan harta lain yang ia miliki sehingga mencapai nishob
dan haul, maka wajib dikeluarkan zakat untuk semuanya.
Adapun gaji yang diterima ditenga-tengah
haul (setelah nishob) maka zakatnya dikeluarkan setelah akhir haul sekalipun
belum sempurna setahun penuh. Sedangkan gaji yeng diterima sebelum nishob maka
dimulai perhitungan haulnya setelah mencapai nishob lalu wajib mengeluarkan
zakat setelah mencapai haul.
B. Hukum
Zakat Profesi
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat
penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat
penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai
setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili,
menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya,
meskipun belum mencapai satu tahun.
Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat
yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga
pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya. Adapun kewajiban
zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik
sudah mencapai satu haul atau ketika
menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia
tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun.
Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang
menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada
saat panen, tanpa ada perhitungan haul.
Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan
jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.
Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi
ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk
al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap
harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan
yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya.
Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu
Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang
mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa
mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi
melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi
Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak
ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud).
Adapun
dalil tentang adanya zakat profesi adalah sebagai berikut:
1.
Perintah untuk mengeluarkan infaq dari kasab yang
dikaruniakan oleh Allah kepada manusia sebagaimana Allah berfirman QS. Al Baqarah 267.
2.
Peringatan Allah terhadap orang yang menumpuk emas
dan perak dan tidak membelanjakannya di jalan Allah. Allah berfirman : “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At Taubah :
34).
3.
Hadits tentang orang yang wajib dipungut zakatnya:
“Rasulullah saw bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ketika diutus ke Yaman : Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum Ahli
Kitab. Jika kamu datang kepada mereka, maka ajaklah mereka untuk mengucapkan syahadatain. Jika
mereka taat kepadamu, sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada
mereka sholat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menuruti perintahmu, maka
samapaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan ke atas mereka zakat yang
diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir
di kalangan mereka. Jika mereka menuruti perintahmu, maka hati-hatilah kamu
dari harta mereka yang berharga, dan hindarkanlah doa dari orang yang
terdzalimi, karena tidak ada hijab antara dia dengan Allah”. (HR Bukhari)
4.
Prinsip keadilan dalam Islam. Sungguh dirasakan
tidak adil dan bertentangan dengan prinsip keadilan Islam bila petani dan
pedagang kecil yang penghasilannya kecil diwajibkan membayar zakat, sementara
seorang eksekutif, konsultan, dan profesional lain yang gajinya dapat mencapai
puluhan juta tidak diwajibkan membayar zakat.
Kendati demikian, dalil yang secara jelas
mengisyaratkan adanya zakat profesi secara detail belum pernah ditemui. Untuk
itu, mayoritas ulama mengiyaskan zakat profesi tersebut dengan beberapa zakat
yang sudah ada tuntunan syar’i. Sebagian ulama mengiyaskan zakat profesi
tersebut kepada zakat pertanian. Hal ini dengan alasan bahwa para petani
mengeluarkan zakat ketika mereka panen. Sehingga orang yang mempunyai profesi
juga harus mengeluarkan zakatnya ketika menerima gaji.
Namun, ada beberapa alasan yang membuat qiyas
terhadap zakat pertanian ini kurang tepat. Alasan tersebut adalah:
a.
Hasil pertanian baru dapat dipanen setelah 2-4
bulan, jika zakat profesi dikiyaskan dengan zakat pertanian, maka seharusnya
zakat profesi juga dikeluarkan setelah 2-4 bulan, bukan dikeluarkan per bulan.
b.
Zakat pertanian adalah 1/10 hasil panen bila
pengairannya tidak membutuhkan ongkos usaha untuk pengairan dan 1/20 apabila
pertanian tersebut menggunakan ongkos. Jika zakat profesi dikiaskan dengan
zakat pertanian semestinya prosentase zakat profesi juga demikian, bukan
diambil 2,5%.
c.
Gaji profesi berwujud uang, sehingga akan lebih
mendekati kebenaran apabila zakat profesi dikiyaskan dengan zakat emas dan
perak, karena keduanya merupakan alat jual beli barang.
Dengan alasan di atas pula maka sebagian ulama juga
berpendapat bahwa zakat profesi sebaiknya dikiyaskan dengan zakat harta. Hal
ini karena memang gaji yang diperoleh seseorang dalam profesinya adalah berupa
uang dan saat ini uang juga dianggap sebagai harta benda pengganti emas dan
perak. Maka akan lebih tepat kiranya apabila dikiyaskan dengan zakat harta.
Konsekuensi dari hal tersebut adalah zakat profesi harus dikeluarkan setelah
mencapai haul.
C. Kesimpulan
1.
zakat profesi hukumnya wajib berdasarkan keumuman ayat 267 surat al Baqarah.
2.
zakat profesi memiliki kemiripan dengan zakat
pertanian dari aspek waktu penerimaan gaji dan dengan naqdain (emas dan perak)
dari aspek harta yang diterima.
3.
Nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq yaitu setara
dengan 652, 8 kg beras atau senilai Rp 3.265.000 (dengan standar harga beras
Rp.5000/kg).
4.
Nishab naqdain adalah 20 dinar setara dengan 85 gr
atau senilai Rp 17.000.000 (dengan standar harga emas Rp 200.000/gr)
5.
Untuk menentukan
nishob dan miqdar zakat profesi ditetapkan berdasarkan qiyas. f.
terdapat pilihan qiyas di antara 3 (tiga) jenis qiyas, yaitu: qiyas íllah,
qiyas dilalah dan qiyas syabah.
6.
Qiyas íllah tidak dapat diterapkan karena íllah
zakat profesi tidak dinyatakan dengan
nash.
7.
Memilih qiyas dilalah relatif lebih mudah dipahami
dibanding dengan qiyas syabah tetapi qiyas syabah pun diakui sebagai rujukan
dalam istinbath di kalangan ulama ada yang menggunakan qiyas sabah.
MAKALAH MASAIL FIQHIYAH
ZAKAT PROFESI
Dosen pengampu : Etik Mamluatul Karimah. Lc, M.Ag
OLEH :
Fadholi Aziz 091100
Firman Septiawan 09110067
Mansyur Kahruddin 091100
Miftahul Ulum 091100
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
0 comments:
Posting Komentar