Jumat, 15 Maret 2013

Posted by Rumah Ratu On Jumat, Maret 15, 2013



Muhammadiyah dan politik dari berbagai sudut pandang sebagian ahli atau peneliti menyorotinya dari aspek pemikiran dan gerakan keagamaan yang dikaitkan dengan keberadaan dan peran muhammadiyah.sementara para ilmuwan pada umumnya melakukan studi dengan sudut pandang ilmu politik.
Muhammadiyah tidak terlalu terlibat dalam pencarian akar teologi dalam memasuki dunia politik sebagaimana pernah dilalui dalam babakan-babakan sejarahnya. Ada dua variabel mengenai hubungan muhammadiyah dan politik pertama,aspek teologis atau pemikiran-pemikiran keagamaan yang dianut muhammadiyah dan memiliki persentuhan dengan dunia politik. Kedua, aspek sosio-historis atau sosiologis dalam pergumulan politik yang dialami sejak organisasi ini berdiri pada tahun 1912.
Sebelum membahas hubungan muhammadiyah dengan politik hendaknya mengetahui secara tepat apa yang dimaksudkan politik oleh muhammadiyah. Politik ialah “who gets what, when and how”. Politik itu mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana caranya”. Politik ialah (1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, (2) segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya). (3) cara bertindak (dalam menghadapi masalah) atau kebijaksanaan.
Giddens mengatakan politik ialah segala cara di mana kekuasaan digunakan untuk mempengaruhi hal-hal pokok dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan. Ranah politik bukan saja menyangkut berbagai kegiatan seputar pemerintahan belaka, tetapi juga berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan yang dilakukan berbagai kelompok dan individu. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan cara-cara di mana rakyat yang berada di luar pemerintahan berusaha mempengaruhi proses politik dalam pemerintahan.
Dengan demikian, makna politik memiliki cakupan yang luas. Politik dengan mudah dilihat dalam berbagai macam kegiatan kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang menyangkut pengambilan keputusan, pencarian kekuasaan, pengalokasian nilai-nilai, pencapaian tujuan, pengendalian sosial, persaingan kepentingan, dan kegiatan-kegiatan yang menggunakan pengaruh.
Dari pengertian politik sebagai mana dipaparkan maka betapa luas cakupan bidang kehidupan dan kegiatan politik. Politik bukan semata-mata berkenaan dengan dari partai politik dan menyangkut perjuangan kekuasaan dalam pemerintahan belaka. Politik juga berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas seperti kelompok sosial, termasuk dalam kehidupan keluarga dan golongan-golongan sosial.

Di kalangan muhammadiyah sebagaimana kesan umum yang dapat ditangkap dalam masyarakat istilah politik lebih banyak merujuk pada pengertian politik secara khusus. Politik dipahami dalam kaitan dengan kegiatan ketatanegaraan  dan menjadi tugas dari kegiatan partai politik, yang disebut secara populer dengan istilah “politik praktis”. Karena itu ketika memperbincangkan hubungan muhammadiyah dan politik, maka kesan kuat yang muncul dari pertautan itu ialah melalui keterlibatan muhammadiyah dalam kegiatan-kegiatan politik yang disebutnya sebagai berpolitik-praktis sebagaimana dimaksutkan dalam pengertian politik secara spesifik. Kegiatan politik jenis ini dalam ilmu politik sering disebut kegiatan politik yang bersifat riel politics yang membedakan dari kegiatan politik yang bersifat moral force sebagaimana sering dimainkan oleh kelompok kepentingan (interest group).
Jika kita membahas tentang teologi politik muhammadiyah secara longgar dapat dikatakan sebagai usaha melacak “akar pemikiran keagamaan yang fundamental dalam muhammadiyah mengenai politik”. Hal demikian dapat dijadikan landasan sebagai pandangan dunia muhammadiyah mengenai kehidupan politik. Di samping itu juga dapat dijadikan sebagai arah kehidupan politik yang dicita-citakan muhammadiyah dalam kehidupan bangsa.
Pemikiran tokoh muhammadiyah tentang politik juga dapat dilacak pada pikiran tokoh seperti Ki Bagus Hadikusuma. Beliau pernah merumuskan konsep “mengembangkan negara di atas ajaran Islam” pemikiran beliau mengenai muqaddimah Anggaran dasar Muhammadiyah yang kemudian menjadi pemikiran formal muhammadiyah yang fundamental, juga tidak secara spesifik mengungkap banyak hal mengenai politik muhammadiyah atau politik Islam.
Muhammadiyah dapat mengembangkan pemikiran yang kaya dan di butuhkan masyarakat yang luas tanpa mengabaikan aksi gerakannya yang bersifat konkret. Lebih-lebih mengenai politik yang menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara dimana muhammadiyah berada dalam proses yang niscaya itu.
Muhammadiyah sendiri sejak semula memandang kehidupan politik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Dalam konsep “Rumusan pokok-pokok persoalan tentang khittah perjuangan muhammadiyah” yang diajukan dalam mukhtamar ke-37 tahun 1968 (Hasyim, 1990: 200) terdapat pernyataan bahwa:
“...5.2 berdasarkan ayat 104 surat ali Imran (ayat yang menjadi landasan dan pendorong berdirinya Gerakan kita Muhammadiyah), dan tuntutan yang di contohkan oleh ikutan nabi besar Muhammad Rasulullah Saw (sehingga gerakan kita ini berpendirian bahwa untuk memperjuangkan dan untuk mencapai ideologi/keyakinan hidupnya jalan satu-satunya hanyalah dengan da’wah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya. Semua itu dengan dasar pengertian bahwa ajaran islam adalah telah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek kehidupan perseorangan, ataupun aspek kehidupan kelompok/kolektif, baik yang bersifat politik, ataupun yang non politik, semua ajaran yang demikian itu haruslah didakwahkan dan di-amar ma’ruf dan nahi munkarka, untuk mencapai maksut dan tujuan perjuangan muhammadiyah, ialah “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang ebenar-benarnya”. Dakwah islam dan amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya adalah usaha pengelolaan dan penggarapan masyarakat, mulai dari alam kenyataan/prakteknya, untuk disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam.”)
Dengan demikian, dapat difahami jika muhammadiyah tidak memiliki kosep “teologi politik” yang sistematik karena dalam pandangan formal maupun pemikiran tokohnya, politik lebih ditempatkan sebagai persoalan praktis.
Jika kita membahas tentang peran politik di muhammadiyah pada intinya mencari jawaban tentang apa yang dapat dilakukan oleh muhammadiyah dalam percaturan politik nasional di indonesia dengan tetap memposisikan diri sebagai gerakan Islam yang berorientasi dibidang sosial-keagamaan tanpa harus menjadi partai politik atau mensubordinasikan diri dalm kekuatan politik tertentu.
Muhammadiyah secara normatif tentu harus istiqomah sebagia organisasi sosial-keagamaan dan dengan posisi yang demikian dapat berperan lebih leluasa dalam kehidupan ummat dan bangsa. P.Amien rais sendiri cenderung mengambil sikap konserfatif semacam itu ketika melakukan penjajagan untuk pembentukan PAN. Bagi P.Amien muhammadiyah harus tetap sebagai organisasi sosial-keagamaan, muhammadiyah tidak boleh menjadi partai politik, muhammadiyah juga tidak perlu secara resmi mendirikan partai politik maupun mensubordinasikan diri pada kekuatan politik tertentu. Adapun keterlibatan dalam partai politik dibiarkan untuk diperankan dan menjadi tanggung jawab orang-orang muhammadiyah.
Muhammadiyah tampaknya tidak cukup berhenti dalm sikap sekadar bertahan dalam posisi dan peran gerakannya yang nonpolitik-praktis secara konservatif tanpa mencari saluran posisi dan peran lain untuk berpolitik sebagai wujud kepedulian dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kendati tidak berpolitik praktis, muhammadiyah dituntut berkiprah di dalam dinamika politik nasional melalui saluran atau artikulasi lain yang lebih sejalan dengan kepribadian dan khittah gerakannya. Muhammadiyah kendati tidak berpolitik praktis sebagaimana halnya partai politik tidak harus menjauhi politik dan tidak melakukan apapun yang berkaitan dengan politik, lebih-lebih jika menjadi alergi dan anti politik. Sikap pasif atau negatif yang semacam itu selain tidak positif bagi muhammadiyah juga tidak menguntungkan bagi kepentingan umat bangsa.
Dr.sulastomo mengatakan : muhammadiyah selama ini dikenal sebagai organisasi keagamaan dan sosial. Kegiatannya lebih banyak dibidang sosial, pendidiakn, dan keagamaan lainnya. Meskipun kegiatan-kegiatan ini semuanya non-politik dampaknya dalam jangka panjang dapat membawa implikasi politik. Terutama amalnya dibidang pendidiakn, yang tentunnya akan melahirkan manusia-manusia yang terdidik, dengan kadar moralnya dan kemampuan iptek yang tinggi, yang sudah tentu secara perorangan dapat memberi dampak pada lingkungan.
M.Amien Rais mengtakan : “sampai kapanpun saya yakin, Muhammadiyah tidak akan pernah terjun ke dalam kancah power politics yang dapat membahayakan kelangsungan hidupnya. Bermain langsung atau sekedar menjadi pion kekuatan-kekuatan eksternal dalam genggaman politik praktis, tidak pernah terbayangkan dalam pikiran muhammadiyah. Alhamdulillah sampai sekarang muhammadiyah tidak pernah tergoda oleh iming-iming politik yang dapat melupakan misi pokoknya.
Muhammadiyah dan para tokoh-tokohnya tampak belum memberikan penjelasan yang lebih fundamental maupun operatif, bagaimana hubungan relasional dan fungsional antara politik dan ajaran Islam itu dalam format pandangan muhammadiyah tentang politik. Politik tampak lebih banyak dimasuki secara praktis tanpa berangkat dari basisi pemikiran yang fundamental dan dirumuskan secara sitematik, kendati boleh jadi pemikiran-pemikiran politik itu secara embrional telah bersemi dalam diri para elit muhammadiyah. Padahal, perangkat konsep mendasar tentang politik itu sangatlah diperlukan selain unutk menunjukkan faham keagamaan muhammadiyah tentang politik. Konsep politik yang mendasar itu sekaligus dapat dinjadikan acuan bagi pola masyarakat pada umumnya. Pada titik inilah muhammadiyah sering ketinggalan sehingga terkesan kering dalam khazanah pemikiran keislaman.
Muhammadiyah tampaknya perlu menkonstruksikan kenmbali pandanganya yang utuh dan menyeluruh mengenai politik agar memiliki visi yang jelas dan menjadi acuan bagi pola perilaku politik anggotanya. Rekonstruksi pemikiran tersebut tanpa perlu mengubah identitas muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan dan bukan merupakan organisasi politik atau bergerak di lapangan politik-riil.
Politik itu sangatlah penting dan tidak terpisahkan dari keseluruhan segi kehidupan manusia. Politik pada hakikatnya adalah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang yang menyangkut proses menetukan tujuan-tujuan dari sitem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Politik itu berkaitan dengan kekuasaan sedangkan kekuasaam merupakan denyut kehidupan manusia baik ditingkat negara maupun masyarakat secara luas. Dengan demikian, politik tidaklah terbatas pada kegiatan para politisi melalui partai politik semata yang sering disebut dengan kegiatan politik yang bersifat langsung. Politik juga menyangkut menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat tidak langsung di luar kegiatan partai politik dalam keseluruhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan peran politik institusional diwilayah fungsi kelompok kepentingan, muhammadiyah tidak perlu lagi bersinggungan dengan partai politik secara langsung, tetapi dapat melakukan berbagai fungsi sebagai kekuatan politik yang masuk ke berbagai kalangan. Fungsi atau peran politik ini harus dimainkan secara terencana, sistematik, dan proaktif sehingga benar-benar berada dalam komponen sistem gerakan muhammadiyah dan bukan lagi bersifat reaktif dan amatiran.
Jadi kesimpulannya, kegiatan politik sebagai suatu sistem yang menyeluruh berkenaan dengan dengan berbagai kegiatan: (1) Penyelenggaraan kepentingan publik (2) pengoprassian negara (3) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan umum (4) perjuangan meraih kekuasaan dan (5) pengalokasian nilai-nilai secara autoritatif dalam kehidupan masyarakat. Dalam menghadapi dinamika perkenbangan baru kehidupan politik nasional dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada saat ini dan ke depan, muhammadiyah dengan tetap istiqomah sebagai gerakan Islam yang tidak “berpolitik praktis” dan tidak menjadi partai politik. Muhammadiyah secara intitusional dituntut untuk merevilitasi peran politik sebagai kelompok kepentingan, penekan, dan kelompok asosiasi yang memainkan berbagai macam fungsi politik tanpa terperangkap pada permainan “riel politics”.


0 comments:

Posting Komentar