Jumat, 15 Maret 2013

Eksistensi Lembaga Pendidikan Pesantren Dalam Sistem Pendidikan Nasional Dan Berbagai Permasalahanya



Pesantren dan Historisnya
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di negara ini, diakui ataupun tidak pesantren  telah mendokumentasikan berbagai peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Sejak awal penyebaran agama Islam di Indonesia, pesantren merupakan saksi utama dan ikut andil sebagai sarana Islamisasi.
Perkembangan dan kemajuan masyarakat Islam Nusantara, tidak mungkin terpisahkan dari peranan pesantren. Pesantren dengan bermacam historisnya telah dianggap sebagai lembaga pendidikan yang mengakar kuat dari budaya asli bangsa Indonesia. Kehadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, kini semakin diminati oleh banyak kalangan, termasuk masyarakat kelas menengah atas. Hal ini membuktikan lembaga ini mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Tetapi banyak kalangan yang beranggapan bahwa pesantren adalah pendidikan yang kuno, anti akan perubahan, atau hanya sebatas tempat rehabilitas anak-anak nakal. Tetapi hal itu merupakan suatu tantangan bagi pesantren dalam era Modern.
Pendidikan Pesantren memang menyimpan karakter yang cukup khas, tidak hanya dalam sistemnya, tetapi juga dalam perannya. Tujuan Utama Pendidikan Nasional menitik beratkan pada peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan YME, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam baik secara sosiologis maupun filosofis. Namun tujuan utama dari pendidikan nasional itu masih terbentur tembok besar bernama fakta dan realita yang menunjukkan kualitas lulusan lembaga pendidikan masih belum mencapai tujuan utama dari Pendidikan Nasional. Oleh karena itu banyak orang berpikir bahwa "sekolah saja" tidak mungkin dapat diandalkan untuk mendidik manusia secara utuh.
Banyak yang mengeluh bahwa akhlak dan prilaku pelajar dewasa ini cenderung merosot dengan berbagai bentuk tindakannya yang merisaukan banyak pihak. Karena itu, patut dipikirkan kemungkinan "pesantren masuk sekolah".
Disinilah pendidikan Pesantren pasti akan diuji eksistensinya seputar ihwal apakah mampu menjadi alternatif dari kebuntuan tersebut. Serta akan semakin mengukuhkan kemampuan pesantren dalam mewujudkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.


Sekilas Definisi Pondok Pesantren

Kata pondok berasal dari kata Funduq yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak arti, di antaranya adalah madrasah tempat belajar agama Islam. Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansekerta, atau mungkin jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan TamanSiswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agamaHindu,[1]
Pesantren pada mulanya didirikan sebagai lembaga dakwah namun pada tahap selanjutnya menjadi lembaga pendidikan karena berdakwah melalui pendidikan dirasa cukup efisien dalam pesantren ada lima unsur yang tidak bisa dipisahkan dengan pesantren yaitu : adanya Kiai, ada pondok, ada masjid, ada santri dan ada pengajaran kitab kuning.[2] Lima elemen ini adalah elemen-elemen yang tidak bisa dipisahkan dari pesantren dan ini menjadi ciri khas pendidikan pesantren.
Secara tradisional, pesantren dipahami hanya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama yang terangkum dalam kitab kuning yang diajarkan dengan metode satu arah baik itu metode pembelajaran sorogan ataupun bandongan. Pesantren lumrahnya tidak hanya menekankan pada pendidikan saja namun juga mengemban misi sosial masyarakat serta Islamisasi, Meski beberapa pesantren baru didirikan dengan menetapkan pendidikan sebagai satu-satunya wilayah garapannya, kecenderungan untuk mendefinisikan fungsi dan peran pesantren hanya dalam lingkup pendidikan sebetulnya tidak mempunyai latar historis yang kuat.
sekalipun demikian perhatian masyarakat tentang dunia pendidikan di pesantren tidaklah begitu besar mungkin karena adanya pendapat bahwa pesantren bukanlah pendidikan formal atau kecenderungan dari pesantren untuk bersikap menutup diri terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam merespon upaya modernisasi













Bab II
Metode Pembelajaran Dan Permasalahanya

Menilik pesantren dewasa kini yang banyak menyesuaikan dengan tuntutan zaman dalam pembelajaranya seperti kurikulum yang banyak mengikuti anjuran pemerintah. Walaupun demikian banyak pesantren yang tetap memeganf teguh sistem pembelajaranya.
1.      Metode Tradional
Sebagai lembaga pendidikan, Pondok Pesantren walaupun banyak kalangan menyatakan sebagai lembaga pendidikan tradisional mempunyai sistem pengajaran tersendiri, dan itu menjadi ciri khas sistem pengajaran dari sistem-sistem pengajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan formal. Metode-metode tersebut diantara lain adalah:
A. Sorogan
Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan,sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya  asisten kyai pertanyaan atau sanggahan yang dikemukakan. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.
B. Bandongan
Bandongan atau juga disebut wetonan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs. Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardlu.Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah,santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya.Istilah weton ini, di Jawa Barat disebut dengan bandungan, merupakan adalah cara penyampaian kitab kuning di mana seorang guru, kiai, atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab kuning sementara santri mendengarkan, memberi makna, dan menerima. Dalam metode ini, guru berperan aktif sementara murid bersifat pasif. Metode bandongan atau wetonan dapat bermanfaat ketika jumlah murid cukup besar dan waktu yang tersedia relatif sedikit, sementara materi yang harusdisampaikan cukup banyak.
C. Halaqoh
Sistem ini merupakan kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid. Sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru belajar bersama dalam satu tempat dan membentuk lingkaran. Halaqah ini juga merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahamiapa maksud yang diajarkan oleh kitab.
D. Hafalan
Metode hafalan yang diterapkan di pesantren-pesantren, umumnya dipakai untuk menghafal kitab-kitab tertentu atau juga sering dipakai untuk menghafal al-Qur`an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan. Biasanya santri diberi tugas untuk menghafal beberapa bait dari salah satu kitab, dan setelah beberapa hari baru dibacakan di depan kyai atau ustadnya. Hafalan adalah sebuah metode pembelajaran yang mengharuskan murid mampu menghafal naskah atau syair-syair dengan tanpa melihat teks yang disaksiskan oleh guru. Metode ini cukup relevan untuk diberikan kepada murid-murid usia anak-anak,tingkat dasar, dan tingkat menengah. [3]
2.              Metode Modern
Namun ada beberapa pondok pesantren yang tidak lagi menggunakan metode metode klasik dalam pembelajarannya di kelas, layaknya sekolah moden saat ini yang mengggunakan metode modern seperti:
A.    Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode yang menggunakan peraga dalam pembelajaranya untuk memahamkan peserta didik.
B.     Kerja Kelompok
Metode ini dilakukan bila ustad merasa perlu membagi-bagi peserta didik dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah dan dikerjakan secara bersama-sama dalam kelompoknya.
C.    Problem Solving
Metode ini suatu metode pembelajaran yang mengedepankan peserta didik untuk mencari dan menyelesaikan permasalahan suatu permasalahan tertentu. Metodeini bukan hanya metode pembelajaran saja namun juga metode berfikir.[4]
Walaupun demikian pesantren sampai sekarang masih banyak yang mempertahankan metode klasik tersebut, dan itu menjadi lambang supremasi serta ciri khas metode pengajaran di Pondok Pesantren.Selain metode-metode diatas masih banyak lagi metode pembelajaran yang digunakan dalam pesantren.

Pesantren Dalam Pelaksanaan Pendidikan Nasional Dan Berbagai Permasalahannya

Peranan pendidikan pesantren dalam pelaksanaan pendidikan nasional dapat dilihat dalam kegiatannya sebagai sub-sistem pendidikan nasional. Pesantren merupakan lembaga pendiikan Islam yang berfungsi melaksanakan pendidikan berdasar arah dan tujuan yang telah ditentukan. Dengan fungsi  yang dibawa oleh  sistem pendidikan pesantren dan dan sistem pendidikan umum di sisi lain, pendidikan nasional akan menunjukkan dinamikanya secara mantap. Untuk kepentingan ini, integrasi pendidikan pesantren dan pendidikan jalur luar sekolah, baik secara fungsional maupun institusional, senantiasa diusahakan. Sebab, jika keduanya berjalan kurang terpadu, maka sasaran pendidikan akan terhambat.
Namun usaha tersebut sepertinya tidaklah mudah, karena Hal demikian juga ditunjukan oleh sejarah di mana penjajah memaksakan secara mutlak berlakunya sistem pendidikan sekolah saja dengan "menekan" (diskriminatif) perkembangan pendidikan pribumi, yakni pendidikan pesantren. Dan parahnya doktrin penjajah ini terkdang masih terlihat di beberapa kalangan.  Hal ini terlihat pada persoalan dikotomis dalam sistem pendidikannya. Pendidikan Islam (pesantren) bahkan diamati dan disimpulkan terkukung dalam kemunduran, kekalahan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, perpecahan, dan kemiskinan, sebagaimana pula yang dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan dengan mereka yang non Islam. Bahkan, pendidikan yang apabila diberi embel-embel Islam, juga dianggap berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan, meskipun sekarang secara berangsur-angsur banyak diantara lembaga pendidikan Islam berbasis pesantren yang telah menunjukkan kemajuan.
Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap sistem pendidikan Islam, yang akhirnya dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua dalam konstelasi sistem pendidikan di Indonesia, walaupun dalam undang-undang sistem pendidikan nasional menyebutkan pendidikan Islam merupakan subsistem pendidikan nasional. Tetapi predikat keterbelakangan masih melekat padanya bahkan pendidikan Islam tidak jarang hanya dipruntukan bagi orang-orang yang tidak mampu atau miskin.
Dalam hal ini, maka pendidikan Islam (pesantren) dewasa ini memberi kesan yang tidak menggembirakan. Meskipun, kata Muchtar Buchori, “tidak dapat dipandang sebagai evidensi yang kongklusif dalam penglihatannya ialah kenyataan, bahwa setiap kali ada murid-murid dari suatu lembaga pendidikan Islam yang turut serta dalam lembaga cerdas tangkas atau lomba cepat-tepat di TVRI, maka biasanya kelompok ini mendapatkan nilai terenda. Evidensi kedua ialah bahwa partisipasi siswa-siswi dari dunia pendidikan Islam dalam kegiatan nasional seperti lomba Karya Ilmiah Remaja menurut kesan saya sangat rendah, dan sepanjang pengetahuan saya belum pernah ada juara lomba ini yang berasal dari lembaga pendidikan Islam.[5] Hal ini, merupakan suatu kenyataan yang selama ini dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia termasuk juga pesantren.
Fakta dan realita yang ada bahwa pendidikan Islam pada umumnya memang diakui mengalami kemunduran dan keterbelakangan, namun akhir-akhir ini secara berangsur-angsur lembaga pendidikan Islam mulai menjawab dengan kemajuaannya. Tidak mengherankan bila banyak lembaga pendidikan pesantren modern baik yang masih menggunakan nama Ma’had ataupun menggunakan nama lain seperti MBS ataupun model lainya. Tidak hanya cukup sampai disitu pendidikan pesantren saat inipun memiliki kurikulum yang tidak berbeda dengan kurikulum sekolah umum.
Tetapi tantangan yang dihadapi tetap sangat kompleks, sehingga menuntut inovasi pendidikan Islam itu sendiri dan ini tentu merupakan pekerjaan yang besar dan sulit. Beberapa kalangan memproyeksikan bahwa kelemahan-kelemahan pendidikan Islam berbasis pesantren dewasa ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti, kelemahan dalam penguasaan sistem dan metode serta menejemen kelembagaan, bahasa sebagai alat untuk memperkaya persepsi, dan ketajaman interpretasi, dan kelemahan dalam hal kelembagaan [organisasi], ilmu dan teknologi. Maka dari itu, pesantren didesak untuk melakukan inovasi tidak hanya yang bersangkutan dengan kurikulum dan perangkat manajemen, tetapi juga strategi dan taktik operasionalnya. Strategi dan taktik itu, bahkan sampai menuntut perombakan model-model sampai dengan institusi-institusinya sehingga lebih efektif dan efisien,
Rekonstruksi Pesantren
Kalau kita telaah literatur dalam pendidikan Islam, maka diketahui bahwa fungsi dan tujuan pendidikan Islam diletakan jauh lebih berat tanggungjawabnya bila dibandingkan dengan fungsi pendidikan pada umumnya. Sebab, fungsi pendidikan Islam harus memberdayakan atau berusaha menolong manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat dan bertujuan terbentuknya orang yang berkepribadian muslim[6] . Oleh karenanya, maka konsep dasarnya bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia yang bermutu yang akan mengelola dan memanfaatkan bumi ini dengan ilmu pengetahuan untuk kebahagiannya, yang dilandasai pada konsep spritual untuk mencapai kebahagian akhiratnya.
Sebagaimana dikatakan para ahli, bahwa pendidikan Islam berupaya untuk mengembangkan semua aspek dalam kehidupan manusia yang meliputi spritual, intelektual, imajinasi, keilmiyahan; baik individu maupun kelompok, dan memberi dorongan bagi dinamika aspek-aspek di atas menuju kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup baik dalam hubungannya dengan al-Khaliq, sesama manusia, maupun dengan alam[7]. Akan tetapi pada dataran operasional, rumusan-rumusan ideal yang dikemukakan di atas belum terjawab, sedangkan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren cukup variatif dalam berusaha menyelaraskan konsep-konsep tersebut, namun belum berdaya dan posisi pendidikan Islam sendiri masih terlihat begitu lemah.
Melihat kenyataan ini, maka inovasi atau penataan fungsi pendidikan Islam berbasis pesantren harus diupayakan secara terus menerus, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Di samping inovasi pada sisi kelembagaan, factor tenaga pendidikan juga harus ditingkatkan aspek etos kerja dan profesionalismenya, perbaikan materi (kurikulum) yang pendekatan metodologi masih berorientasi pada sistem tradisional, dan perbaikan manajemen pendidikan itu sendiri. Untuk itu, maka usaha untuk melakukan inovasi tidak hanya sekedar tambal sulam, tetapi harus secara mendasar dan menyeluruh, mulai dari fungsi dan tujuan, metode, materi, lembaga pendidikan, dan pengelolaannya. Penataan pada fungsi pendidikan Islam, tentu dengan memperhatikan pula dunia kerja. Sebab, dunia kerja mempunyai andil dan rentang waktu yang cukup besar dalam jangka kehidupan pribadi dan kolektif. Pembenahan pendidikan Islam dapat memilih sasaran model pendidikan bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung di kalangan orang dewasa. Perbaikan wawasan, sikap, pengetahuan, keterampilan, diharapkan akan memperbaiki kehidupan sosio-kultural dan ekonomi mereka. Pilihan sasaran berikutnya dapat ditujukan bagi pendidikan terhadap anak. Konsumsi pendidikan dan hiburan untuk kelompok ini, belum tanpak sangat berkembang, kecuali usaha-usaha yang secara naluriah telah diwariskan dari waktu ke waktu [Suyata, 1992:28].
Pondok pesantren, seharusnya memperluas pelayanan pendidikan kepada masyarakat secara wajar dan sistematis, sehingga apa yang disajikan kepada masyarakat, akan tetap terasa bermuara pada pandangan serta sikap Islami, dan terasa manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari. Begitu juga mengenai aktivitas masjidnya. Pondok Pesantren dan Masjid perlu menggalang kerjasama dengan para ulama dan para cendekiawan Muslim yang tergabung dalam Perguruan Tinggi yang ada di sekitarnya. [Soeroyo, 1991: 77-78].

















Bab IV
Kesimpulan

Kepincangan-kepincangan pendidikan Islam yang dikemukakan di atas, semestinya tidak kita bicarakan berlarut-larut. Tetapi kita harus berusaha untuk mengoreksi secara cermat program-program pendidikan yang sedang dijalankan, sehingga pemisah antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum dalam konfigurasi pendidikan nasional dapat diatasi. Tujuan dan fungsi pendidikan Islam, metode, materi (kurikulum) harus dikoreksi dan direvisi secara berani dan membenahi keorganisasiannya (kelembagaan), sehingga menarik minat manusia didik tanpa mengurangi prinsip-prinsip ajaran dari sumber pokok Islam. Dengan demikian, pendidikan Islam akan kembali solid dalam memberdayakan umat Islam di Indonesia yang sedang menuju pada masyarakat industrial dengan berbagai tantangan etos kerja, profesionalisme, dan moralitas. Bagaimapun juga kedekatan dengan kebenaran, dan al-Khaliq yang dimiliki oleh ruh dan nafas pendidikan Islam, keunggulannya harus tetap diraih dengan usaha. Atau, kita akan menerima kemarahan Allah karena “membengkalaikan” pendidikan Islam, yang dinilai oleh para ahli sebagai satu-satunya lembaga pendidikan yang dapat menghidupkan keseimbangan perkembangan dalam setiap dari manusia.






Daftar Pustaka
Tobroni, 2008, Pendidikan Islam Paradigma teologis, Filosois dan Spiritual,Malang UMM pres
Tafsir Ahmad, 2005, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
HM. Arifin, 1991, Kapita Selekta Pendidikan, Bina Aksara, Jakarta.
Suyata, 1992, Penataan Kembali Pendidikan Islam pada Era Kemajuan Ilmu dan Teknologi, UNISIA No. 12 Th. XIII, UII, Yogyakarta.
Soeroyo, 1991, Berbagai Persoalan Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Volume I, Fak. Tarbiyah IAIN Sunan kalijaga, Yogyakarta.
http://www.scribd.com/doc/30401525/37/I-Problem-Yang-dihadapi-Pesantren



[1] http://www.scribd.com/doc/30401525/37/I-Problem-Yang-dihadapi-Pesantren
[2] Tafsir Ahmad, 2005, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam hlm 191
[3] http://www.scribd.com/doc/30401525/37/I-Problem-Yang-dihadapi-Pesantren
[4] Ismail. SM Strategi pembelajaran PAI berbasis PAIKEM, 2008, Rasail Media Gorup, Semarang hlm 19-20
[5] Soeroyo, 1991, Berbagai Persoalan Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Volume I, Fak. Tarbiyah IAIN Sunan kalijaga, Yogyakarta hlm 77
[6]  Tafsir Ahmad, 2005, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam Bandung, hlm 46
[7] HM. Arifin, 1991, Kapita Selekta Pendidikan, Bina Aksara, Jakarta.hlm 15

0 komentar:

Posting Komentar