Perkembangan jaman saat ini memang berdampak pada semua aspek
kehidupan. Tidak terkecuali dalam masalah fashion. Sebagaimana realita
yang ada jika seseorang berpakaian jadul atau kuno, maka akan
mendapatkan julukan kuper, ndeso, dsb.
Hal ini berimbas pula pada jilbab. Mengikuti
tren perkembangan, sudah barang tentu dapat kita jumpai berbagai macam model
jilbab, yang sering diistilahkan dengan jilbab gaul. Wanita, tentunya
mengidamkan berjilbab seperti ini, namun tidak semua wanita bisa berjilbab gaul
seperti ini.
Masih banyak kita jumpai wanita-wanita yang
berjilbab apa adanya tanpa mengikuti tren yang sedang berlaku. Bahkan cenderung
asal-asalan saja dalam berjilbab, terkesan urakan atau bahasa orang biasa
menyebut komproh, kemprot, atau semisalnya. Mereka berjilbab hanya
sebatas formalitas saja sebagai penutup aurat, namun aspek keindahan mereka
abaikan begitu saja. Berjilbab bahkan sampai menutup seluruh tubuh, lumrah kita
jumpai, dikalangan mahasiswa pun tidak sedikit yang berjilbab seperti ini.
Seakan tidak peduli dengan penampilan mereka
sendiri, merasa tidak bersalah dan tidak melanggar aturan. Tapi disinilah masalahnya,
apakah orang lain nyaman, enak, atau suka dengan penampilan yang seperti ini?
Memang boleh memanjangkan jilbab seperti
sampai lutut, misalnya. Tapi, apa dengan begitu sudah mencerminkan berbusana
secara islami. Saya rasa belum, karena Islam sendiri telah memberikan kita
untuk selalu memperindah diri, bukan memperburuk diri. Pakaian dalam formalitas
agama Islam merupakan penutup diri (menutup aurat). Tapi juga sebagai wahana
untuk memperindah dan sarana mempercantik diri. Inilah yang sering diabaikan
bahkan dilupakan oleh para jilbaber-panggilan orang yang berjilbab besar,red-
yang cenderung seenaknya saja tanpa memperhatikan aspek seni dan keindahan
dalam berbusana muslimah.
Walaupun dalam Islam mengajarkan bahwa berhias
hanya untuk suami, saya rasa hanyalah masalah waktu, karena kondisi waktu dulu
dengan sekarang sudah jauh berbeda. Dalam masalah berjilbab pun demikian pula.
Apa terus yang belum bersuami tidak mau berhias, seperti itu. Sangat tidak
masuk akal jika ada yang beranggapan seperti itu. Apa jika saat Rasulullah
hidup warna jilbab itu hitam, maka jilbab yang dipakai pun hitam. Terlalu
sempit memang orang yang beranggapan seperti ini, memang sekarang toko tidak
menyediakan warna selain hitam, apa mau orang seperti ini mendapatkn julukan “ninja”
karena kehitamannya.
Perlu diketahui pula dalam jilbab terkandung
simbol yang begitu agung, yang bisa memberikan kesan keanggunan dan keindahan
dalam Islam, bukan memberikan contoh yang membosankan mata. Wanita tertarik
berjilbab tentunya berdasarkan contoh yang baik dan menyejukan mata,bukan malah
sebaliknya, memperkeruh pandangan mata, dan menjadikan prihatin orang yang
melihatnya. Sehingga orang sering bertanya-tanya apakah di dalam rumahnya tidak
ada kaca, buat bercermin diri dan berbagai tanggapan miring lainnya.
Bukan berarti membenci orang yang berpakaian
atau berjilbab besar sampai menutup seluruh tubuh, bukan juga membenci sunnah
Nabi dengan mengatakan berhias itu tidak hanya untuk suami. Tapi realita
sekarang dengan dulu sudah jauh berbeda, perkembangan jaman menuntut adanya
perubahan paradigma. Dari yang praktis kearah yang lebih kompleks, terlebih
lagi dalam masalah jilbab.
Jilbab itu wajib, tapi keindahan, kerapian,
keserasian dan kebersihan itu lebih dari penting karena itu simbol dalam Islam.
mt
0 comments:
Posting Komentar