Jumat, 15 Maret 2013

Berjilbab Tidak Harus Komproh kan?




Perkembangan jaman saat ini memang berdampak pada semua aspek kehidupan. Tidak terkecuali dalam masalah fashion. Sebagaimana realita yang ada jika seseorang berpakaian jadul atau kuno, maka akan mendapatkan julukan kuper, ndeso, dsb.
Hal ini berimbas pula pada jilbab. Mengikuti tren perkembangan, sudah barang tentu dapat kita jumpai berbagai macam model jilbab, yang sering diistilahkan dengan jilbab gaul. Wanita, tentunya mengidamkan berjilbab seperti ini, namun tidak semua wanita bisa berjilbab gaul seperti ini.
Masih banyak kita jumpai wanita-wanita yang berjilbab apa adanya tanpa mengikuti tren yang sedang berlaku. Bahkan cenderung asal-asalan saja dalam berjilbab, terkesan urakan atau bahasa orang biasa menyebut komproh, kemprot, atau semisalnya. Mereka berjilbab hanya sebatas formalitas saja sebagai penutup aurat, namun aspek keindahan mereka abaikan begitu saja. Berjilbab bahkan sampai menutup seluruh tubuh, lumrah kita jumpai, dikalangan mahasiswa pun tidak sedikit yang berjilbab seperti ini.
Seakan tidak peduli dengan penampilan mereka sendiri, merasa tidak bersalah dan tidak melanggar aturan. Tapi disinilah masalahnya, apakah orang lain nyaman, enak, atau suka dengan penampilan yang seperti ini?
Memang boleh memanjangkan jilbab seperti sampai lutut, misalnya. Tapi, apa dengan begitu sudah mencerminkan berbusana secara islami. Saya rasa belum, karena Islam sendiri telah memberikan kita untuk selalu memperindah diri, bukan memperburuk diri. Pakaian dalam formalitas agama Islam merupakan penutup diri (menutup aurat). Tapi juga sebagai wahana untuk memperindah dan sarana mempercantik diri. Inilah yang sering diabaikan bahkan dilupakan oleh para jilbaber-panggilan orang yang berjilbab besar,red- yang cenderung seenaknya saja tanpa memperhatikan aspek seni dan keindahan dalam berbusana muslimah.
Walaupun dalam Islam mengajarkan bahwa berhias hanya untuk suami, saya rasa hanyalah masalah waktu, karena kondisi waktu dulu dengan sekarang sudah jauh berbeda. Dalam masalah berjilbab pun demikian pula. Apa terus yang belum bersuami tidak mau berhias, seperti itu. Sangat tidak masuk akal jika ada yang beranggapan seperti itu. Apa jika saat Rasulullah hidup warna jilbab itu hitam, maka jilbab yang dipakai pun hitam. Terlalu sempit memang orang yang beranggapan seperti ini, memang sekarang toko tidak menyediakan warna selain hitam, apa mau orang seperti ini mendapatkn julukan “ninja” karena kehitamannya.
Perlu diketahui pula dalam jilbab terkandung simbol yang begitu agung, yang bisa memberikan kesan keanggunan dan keindahan dalam Islam, bukan memberikan contoh yang membosankan mata. Wanita tertarik berjilbab tentunya berdasarkan contoh yang baik dan menyejukan mata,bukan malah sebaliknya, memperkeruh pandangan mata, dan menjadikan prihatin orang yang melihatnya. Sehingga orang sering bertanya-tanya apakah di dalam rumahnya tidak ada kaca, buat bercermin diri dan berbagai tanggapan miring lainnya.
Bukan berarti membenci orang yang berpakaian atau berjilbab besar sampai menutup seluruh tubuh, bukan juga membenci sunnah Nabi dengan mengatakan berhias itu tidak hanya untuk suami. Tapi realita sekarang dengan dulu sudah jauh berbeda, perkembangan jaman menuntut adanya perubahan paradigma. Dari yang praktis kearah yang lebih kompleks, terlebih lagi dalam masalah jilbab.
Jilbab itu wajib, tapi keindahan, kerapian, keserasian dan kebersihan itu lebih dari penting karena itu simbol dalam Islam. mt

0 komentar:

Posting Komentar