Salah
satu segi tentang agama islam yang banyak ditegaskan dalam al-Qur’an ialah
bahwa agama itu berlaku untuk seluruh alam raya, termasuk seluruh umat manusia.
Segi keuniversalan islam berdasarka
firman-firman itu sudah menjadi kesadaran yang sangat umum di kalangan
kaum muslimin. Namun masih banyak sekali penegasan-penegasan dalam kitab suci
keuniversalan ajaran tuhan yang patut sekali menjadi bahan renungan umat islam
di zaman yang mutakhir ini.
Sesungguhnya islam itu universal,
pertama-tama karena islam sebagai sikap pasrah dan tunduk patuh kepada Allah,
sang Maha pencipta seluruh alam semesta, dalam bahasa yang tegas seluruh alam
jagad raya adalah suatu wujud atau eksistensi ketundukan dan kepasrahan kepada
Tuhan, baik itu yang terjadi dengan sendirinya mampu karena pilihan sadar
secara suka rela. Yang terjadi sendirinya tampa ada pilihan lain, iala
ketundukan dan kepasrahan alam kebendaan dan alam atau wujud lain yang tidak
memiliki daya pilih, sedangkan yang terjadi atas pilihan suka rela ialah
ketundukan dan kepasrahan kalangan mahluk yang di anugerahi daya pilih antara
lain adalah umat manusia.
Dengan mengikuti ajaran rasul itu
umat manusia mendapatkan jalan untuk bersikap seperti sikap seluruh alam
semesta yaitu sikap tunduk dan pasrah kepada sang pencipta, bagi manusia inilah
jalan hidup yang damai dengan sesamanya
dan seluruh alam semesta, juga lebih-lebih dengan tuhannya sendiri,
sehingga akan di peroleh pula keselamatan,tidak saja dengan pengalaman hidup
sementara di dunia ini, akan tetapi juga dalam pengalaman hidup abadi di
akhirat nanti. Maka barang siapa yang menempuh dan menganut jalan hidup selain
tunduk dan pasrah kepada tuhan, maka orang itu hidup akan melawan design
illahi, menentang hokum universal yang menguasai alam semesta, dalam bahasa
khas keagamaan, dari orang tersebut tidak diterima suati apapun, dan di akirat
akan termasuk golongan yang rugi, itulah maksud lebih luas dan asasi firman
Allah dalam al-Qur’an yang banyak di kutip para ulama’ dan muballigh.
PEMBAHASAN
Di antara tata kehidupan masyarakat
Islam adalah mereka tidur di awal waktu dan bangun di awal waktu juga. Sehingga
orang-orangnya menikmati tidur yang tenang dan nyenyak di malam hari, di mana
Allah menjadikan malam itu sebagai pakaian untuk memenuhi kesehatan dan
kekuatan mereka yang tidak bisa diperoleh dengan begadang panjang. Setelah itu
manusia bisa merasakan nimatnya bangun pada waktu pagi yang penuh berkah dan
menghirup udara pagi yang bersih. Perubahan yang indah dan terasa punya nilai khusus
ini sangat terkait dengan ibadah shalat fajar (subuh). Mereka bangun di waktu
fajar dan melaksanakan shalat itu pada waktunya sebelum matahari terbit. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi
agar ummat dapat memenuhi kebutuhannya dan bisa mandiri, antara lain sebagai
berikut:
Kita harus membuat planing (perencanaan) berdasarkan data
statistik yang rinci dan angka yang sebenarnya (kongkrit), pengetahuan yang
sempurna terhadap realitas di lapangan, memahami prioritas setiap program serta
sejauh mana kepentingannya. Mengenal kemampuan diri dan berupaya untuk
meningkatkan kemampuan dan yang terakhir menyiapkan sarana-sarana untuk
memenuhi semua kebutuhan.
Al Qur'an telah menyebutkan kepada kita sebuah contoh dari
takhtith (perencanaan) yang memakan waktu selama lima belas tahun yang
dilakukan oleh Nabi Yusuf AS yang meliputi peningkatan produktivitas, deposito,
pengambilan dan pendistribusian bahan makanan dalam menghadapi krisis kelaparan
dan tahun-tahun kekeringan yang terjadi di Mesir dan sekitarnya. Sebagaimana
diceritakan oleh Al Qur'an di dalam Surat Yusuf.
Merupakan kewajiban bagi ummat untuk meningkatkan sistem
pendidikan dan pelatihan ummat agar dapat mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas di segala bidang kehidupan. Setelah itu perlu adanya
penempatan personal pada job yang tepat sesuai keahlian masing-masing mereka,
sehingga bisa mengembangkan potensi yang dimiliki dan membagi potensi yang ada
itu dalam berbagai spesialisasi dengan seimbang. Berdasarkan firman Allah SWT: "Tidak sepatutnya bagi orang-orang
mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama (tafaqquh fiddin) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya." (At-Taubah: 122)
Selain itu diharapkan kita bisa memenuhi sisi-sisi yang
sering dilupakan dengan mengadakan terobosan-terobosan baru dan evaluasi secara
berkala. Hendaknya kita meletakkan seseorang pada posisi yang sesuai dengan
keahliannya dan berupaya menghindari dari menyerahkan sesuatu kepada yang bukan
ahlinya. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila
sesuatu urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya." (TIR. Bukhari)
Di sinilah Islam itu sangat memperhatikan kekayaan sumber
daya manusia, memelihara dan berusaha meningkatkan kualitasnya, baik di bidang
fisik, pemikiran, moral, maupun intelektual. Menempatkan secara seimbang antara
kepentingan agama dan dunia tanpa berlebihan dan mengurangi takaran.
Mempergunakan dan memfungsikan aset ekonomi dan kekayaan
materi dengan baik itu bisa dilakukan dengan tidak membiarkan sesuatu tanpa
guna dan tetap memeliharanya dengan baik. Karena dia merupakan amanah yang
harus dijaga dan nikmat yang wajib disyukuri dengan mempergunakannya secara
tepat dan maksimal. Karena itulah Al Qur'an mengingatkan pada kita terhadap apa
saja yang ditundukkan oleh Allah untuk kepentingan kita, baik yang ada di
langit maupun di bumi, serta yang ada di daratan maupun di lautan. Al Qur'an
juga bersikap keras terhadap orang-orang yang tidak memfungsikan kekayaan
hewani atau pertanian karena mengikuti keinginan mereka yang tidak berdasarkan
wahyu Allah. Mereka mengharamkan apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka
dengan membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Tetapi hal itu di bantah dengan
tegas oleh Al Qur'an, sebagaimana di dalam surat Al An'am:
"Dan mereka mengatakan, "Inilah binatang ternak
dan tanaman yang dilarang tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami
kehendaki" menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang
diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama
Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap
Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka
ada-adakan. Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada di dalam perut binatang
ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami"
dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama
boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya rugilah
orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui,
dan mereka mengharamkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka dengan
semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk." (Al An'am: 138-140)
Rasulullah SAW mengingatkan akan wajibnya kita untuk
memanfaatkan apa saja yang sekiranya bisa difungsikan dan tidak membiarkan atau
menelantarkannya, meskipun kebanyakan manusia melecehkannya. Suatu ketika
Rasulullah SAW berjalan melewati bangkai kambing, kemudian beliau bertanya
tentang bangkai kambing itu. Mereka berkata. Sesungguhnya ia adalah kambing
milik pembantu Maimunah (Ummul Mukminin), maka Nabi bersabda: "Mengapa kalian tidak mengambil
kulitnnya (untuk kemudian disamak) sehingga kamu dapat memanfaatkannya,
sesungguhnya yang diharamkan adalah memakannya..." (HR. Muttafaqun
'Ala'ih)
Bahkan Rasulullah SAW telah memperingatkan sikap meremehkan,
sampai-sampai terhadap suapan yang jatuh dari orang yang memakannya. Maka
sebaiknya orang tersebut membersihkan suapan itu, kemudian memakannya dan tidak
dibiarkan untuk syetan. Sebagaimana juga sebaiknya membersihkan makanan yang
tersedia di nampan atau yang menempel di tangan, dan tidak membuang sisa di
tempat sampah. Di antara yang patut diperingatkan di sini adalah pengarahan
Nabi SAW tentang masalah pertanian atau bercocok tanam bagi seseorang yang
mampu untuk menanami sendiri atau dipinjamkan kepada orang Muslim lainnya yang
bisa menanaminya. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaklah menanaminya,
atau memberikannya kepada saudaranya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Apabila tanah itu bisa ditanami dengan perhitungan yang
berlaku pada umumnya maka itu termasuk sesuatu yang baik, karena termasuk
bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan petani yang menanami, mirip dengan
mudharabah yang dijalankan oleh pemilik modal dengan pekerja. Nabi SAW pernah
bekerjasama dengan kaum Yahudi untuk menanami tanah khaibar dengan sistem
paroan (bagi hasil) dari hasil tanah.
Umar
bin Abdul 'Aziz berkata, "Fungsikanlah tanah itu untuk ditanami dengan
memperoleh separuh, sepertiga, seperempat hingga sepersepuluhnya, dan janganlah
kamu biarkan tanah itu rusak." Rasulullah SAW juga pernah bersikap keras
terhadap orang yang membunuh burung pipit karena main-main. Beliau memberitahu
bahwa burung itu kelak akan mengadu kepada Allah, yang akan membunuhnya pada
hari kiamat sambil mengatakan, "Hai Tuhanku dia telah membunuhku karena
main-main, bukan karena manfaat." (HR. Ahmad dan Nasa'i)
Dan
disamakan dengan burung itu adalah segala binatang yang diperoleh dengan
berburu atau lainnya, baik binatang daratan atau lautan, maka tidak boleh
bermain-main dengannya, tanpa ada kemanfaatan bagi kaum Muslimin. Sebagaimana
juga Nabi SAW mengingkari perbuatan yang menggunakan sesuatu yang tidak
semestinya, atau berlawanan dengan fithrah dan kebiasaan. Di dalam hadits
shahih diceritakan, bahwa ada seorang laki-laki yang menunggangi sapi, maka
sapi itu berbicara, "Aku diciptakan bukan untuk diperlakukan seperti ini,
tetapi aku diciptakan untuk bercocok tanam." Apakah sapi itu berbicara
dengan ucapan perilakunya, jika demikian maka itu lebih mantap daripada dengan
ucapan. Kalau berbicara dalam arti yang sebenarnya, maka itu termasuk
keanehan-keanehan, karena memang itulah zhahirnya hadits dan bagi Allah yang
demikian itu sangatlah mudah. Yang penting bagi kita bahwa hadits di atas
mengajak kita untuk menggunakan sesuatu sebagaimana mestinya.
Ada baiknya di sini kita singgung firman Allah SWT mengenai
wasiat harta anak yatim:
"Dan janganlah kamu mendekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) hingga ia
dewasa..." (Al Isra': 34)
Ini berulang kali disebutkan dalam Al Qur'an Al Karim,
dengan bentuk ungkapan yang sama, maka Al Qur'an tidak cukup menuntut kepada
kita untuk mendekati harta anak yatim dengan cara yang baik saja, tetapi juga
dengan cara yang lebih baik. Sehingga jika di sana ada dua cara untuk
mengembangkan harta anak yatim dan memeliharanya, salah satunya cara itu baik
dan cara yang lain lebih baik, maka yang diwajibkan untuk kita dahulukan adalah
menggunakan yang lebih baik. Bahkan haram bagi kita untuk tidak menggunakan
cara kecuali cara yang lebih baik, sebagaimana dalam memahami redaksi terhadap
larangan dan uslub Qashr (innama, sebagai pembatas yang bermakna hanyalah).
Harta ummat ini mirip-mirip dengan harta anak yatim,
sedangkan daulah (pemerintah) yang bertugas untuk memeliharanya dan
lembaga-lembaganya itu seperti wali anak yatim. Sebagaimana Umar pernah
mengumpamakan dirinya terhadap "Baitul Maalt" itu seperti wali anak
yatim, apabila dalam keadaan berkecukupan ia memelihara dirinya, dan jika ia
dalam keadaan miskin ia memakannya dengan baik. Untuk itu wajib bagi kita untuk
memelihara dan mengembangkan harta itu dengan sebaik-baiknya.
Yang terpenting di sini agar ummat bisa mencukupi kebutuhan
mereka secara mandiri. Hendaklah ia menyempurnakan konsolidasi antara berbagai
bidang produksi yang beraneka ragam, sehingga tidak terjadi saling tumpang
tindih antara yang satu dengan yang lainnya. Maka tidak baik jika perhatian itu
ditujukan pada masalah pertanian saja umpamanya, di saat yang sama masalah
industri diabaikan, atau sebaliknya. Atau pendidikan yang hanya mengeluarkan
para dokter sementara Insinyur dilupakan. Atau hanya memperhatikan tehnik sipil
dan teknik mesin, sementara melupakan tehnik elektro dan atom. Atau hanya
memperhatikan sisi konseptual dan pemikiran yang melangit, sementara aspek
amaliah (usaha) terbengkelai.
Oleh karena itu kami menegaskan kembali pentingnya membuat
takhtith (perencanaan) berdasarkan studi lapangan dan data statistik, untuk mengetahui
kebutuhan masyarakat dari setiap spesialisasi di bidang kerja yang kemudian
kita bisa memenuhinya, dan melihat kembali sisi-sisi kekurangan agar kita bisa
menutupinya (menyempurnakannya).
Rasulullah
S"Apabila kamu telah melakukan jual beli dengan (sistem) 'Ainah
(menjual barang dengan dua harga) dan kamu rela (senang) dengan bertani, dan
kamu mengikuti ekor sapi, tetapi kamu meninggalkan jihad fi sabilillah, maka
Allah akan memberikan kerendahan (kehinaan) atas kamu yang sulit untuk
dihilangkan hingga kamu mau kembali pada agamamu." AW pernah bersabda:
(HR. Ahmad, Abu Dawud dan Thabrani)
Hadits ini menunjukkan bahwa merasa cukup dengan pertanian
saja dan keasyikan dengan kehidupan bertani yang digambarkan dengan mengikuti
ekor sapi sementara ia meninggalkan berjihad fi sabilillah dan apa yang menjadi
konsekuensinya, yaitu mempersiapkan kekuatan itu, menyebabkan ummat ini dalam
bahaya besar, yaitu kehinaan dan keterjajahan. Ini membuktikan betapa
pentingnya industri yang harus ada pada ummat. Karena sesuatu yang menunjang
(menjadi prasyarat) terlaksananya suatu kewajiban, itu keberadaannya menjadi
wajib. Cukuplah bagi orang-orang yang beriman, bahwa Allah SWT telah menurunkan
satu surat di dalam Al Qur'an yang diberi nama dengan surat "AI
Hadid" yang artinya besi. Hal itu untuk mengingatkan akan pentingnya
tambang ini. Allah SWT berfirman: "Dan
Kami ciptakan besi yang padannya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia ..." (Al Hadid: 25)
Di dalam firman Allah SWT, "Fihi ba'sun syadid"
mengisyaratkan pentingnya peralatan perang, sedangkan firman Allah "Wa
manaafi'u linnaas," mengisyaratkan pentingnya pembuatan peralatan sipil.
Dengan demikian maka sempurnalah kekuatan ummat dalam suasana aman maupun
perang. Tetapi sayang bahwa ummat "surat Hadid" hingga saat ini tidak
lebih pandai dalam memanfaatkan besi, baik di bidang militer maupun sipil
dibanding ummat lain. Dalam memacu produktivitas kita harus mendahulukan yang
lebih penting daripada yang sekedar penting, dan mendahulukan yang penting
daripada yang tidak penting. Atau menurut istilah ulama ushul disebut
mendahulukan "Dharuriyyaat" (hal-hal yang bersifat primer) -karena
kehidupan tidak akan tegak kecuali dengannya- daripada "Haajiyyaat"
(hal-hal yang bersifat sekunder) -karena kehidupan akan sulit tanpa adanya hal
itu- dan mendahulukan "Haajiyyaat" atas"Tahsiniyyaat"
(pelengkap).
Maka tidak boleh bagi masyarakat menanam buah-buahan yang
mahal saja, yang hanya terjangkau oleh orang-orang kaya dan berduit, sementara
mereka tidak mau menanam gandum, jagung dan padi yang itu merupakan makanan
pokok sehari-hari, bagi masyarakat pada umumnya. Tidak boleh pula bagi
masyarakat hanya memperhatikan produksi minyak wangi dan alat-alat kecantikan
(kosmetik) lainnya, sementara mereka tidak mau memproduksi alat-alat pertanian,
pengairan atau transportasi atau persenjataan penting guna memperkuat
pertahanan. Adapun memproduksi apa-apa yang membahayakan individu atau
masyarakat, baik secara materi maupun moral, jasmani atau ruhani, maka itu
tertolak dan dilarang secara syar'i. Seperti menanam tanaman tertentu untuk
dibuat minuman keras, menanam ganja untuk bahan narkotik, atau menanam tembakau
dan lain-lain, yang itu merupakan penggunaan nikmat-nikmat Allah untuk
bermaksiat kepada-Nya dan membahayakan makhluq-Nya.
Di antara kewajiban masyarakat Islam adalah mengeluarkan
harta yang di tangannya untuk diputar dan diinvestasikan, karena uang dan harta
itu ada bukan untuk ditahan dan ditimbun. Akan tetapi uang itu dibuat untuk
dipergunakan dan berpindah dari tangan ke tangan, sebagai harga untuk jual
beli, upah untuk bekerja, mata uang yang bisa dimanfaatkan atau modal yang
berputar (syirkah) atau mudharabah. Ia merupakan sarana untuk berbagai keperluan.
Sekali lagi, semata-mata sarana, dan tidak boleh berubah menjadi tujuan,
apalagi menjadi berhala yang disembah. Kalau demikian adanya, maka akan menjadi
penyebab kenistaan dan kecelakaan, "Merugilah hamba dinar, merugilah hamba
dirham," demikian sabda Rasulullah SAW.
Imam Ghazali di dalam kitabnya "Ihya' Ulumuddiin"
berbicara tentang fungsi uang dalam kehidupan berekonomi dengan pembahasan yang
lebih rinci dan detail dibandingkan para pakar ekonomi sekarang ini. Beliau
mengungkapkan bahwa sesungguhnya Allah SWT menciptakan dirham dan dinar (uang)
itu untuk dioperasionalisasikan oleh tangan manusia dan agar keduanya menjadi
hakim dan wasit di antara harta yang ada secara adil dan karena hikmah lainnya,
yaitu menjadi sarana untuk memperoleh segala sesuatu. Karena pada dasarnya
keduanya mulia dan tidak ada tujuan pada mata uangnya dan disandarkannya pada
segala sesuatu itu satu. Maka barangsiapa yang memilikinya, seakan ia memiliki
segala sesuatu. Tidak seperti orang yang memiliki baju, maka ia tidak memiliki
kecuali baju itu. Sehingga setiap orang yang bekerja untuk memperoleh uang
tetapi caranya tidak sesuai dengan hukum, bahkan bertentangan dengan hukum,
maka ia telah kufur terhadap nikmat Allah berupa emas dan perak.
Arifin Syamsul, 2003, Islam Indonesia, Sinergi membangunCivil Islam dalam Bingkai Keadaban, Malang: UMM Press.
Kamarudin Hj. Kachar (1989) Pendidikan dan Masyarakat. Kuala Lumpur : Teks Publishing.
Khozin, 2004, Refleksi Keberagamaan Dari Kepekaan Teologi Menuju Kepekaan Sosial, Malang: UMM Press.
Madjid Nurcholis, 1995, Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta : Paramadina.
Mudzhar Atho M. 2001, Pendekatan studi Islam, Dalam teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset.
Mukti Ali A.H, Dr, Prof et al. (1988) Agama Kebudayaan dan Pembangunan. Yogyakar : IAIN Sunan Kalijaga Press.
Nasyuduh Alladzi, 1997. Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah oleh Dr. Yusuf Qardhawi Cetakan Pertama Januari Citra Islami Press.
0 comments:
Posting Komentar