PENGERTIAN AGAMA
Agama berasal dari
bahasa Sansekerta, A berarti tidak dan gama berarti kacau. Artinya tidak kacau
atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.
Religi berasal dari bahasa Latin religere, artinya mengembalikan ikatan,
memperhatikan dengan saksama. Jadi agama adalah tindakan manusia untuk
mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal
dan menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta
kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia. Upaya tersebut dilakukan
dengan berbagai ritual (secara pribadi dan bersama) yang ditujukan kepada Ilahi.
CIRI-CIRI UMUM AGAMA
Berdasarkan
semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami agama, antara
lain:
1.
Pada
setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi
dan disembah. Ia bisa disebut Tuhan, Allah, God, Dewa, El, Ilah, El-ilah,
Lamatu’ak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai
dengan konteks dan bahasa masyarakat [bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya.
Penyebutan tersebut dilakukan karena manusia percaya bahwa Dia yang disembah
adalah Pribadi yang benar-benar ada kemudian diikuti memberi hormat dan
setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan komunitas bangsa, suku, dan sub-suku
di dunia dengan bahasanya masing-masing, maka nama Ilahi yang mereka
sembah pun berbeda satu sama lain. Nama yang berbeda itu pun, biasanya diikuti
dengan pencitraan atau penggambaran Yang Ilahi sesuai sikon berpikir
manusia yang menyembahnya.
2.
Pada
setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah (manusia) dan yang
disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang menyembah (manusia, umat)
mempunyai keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan
berbagai tindakan nyata misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan
lain-lain.
3.
Pada
setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran. Ia bisa saja disebut Pada
umumnya setiap agama mempunyai ciri-ciri spesifik ataupun berbeda dengan yang
lain. Misalnya,
a. sebagai nabi atau rasul, guru,
ataupun juru selamat.
b. Agama harus mempunyai umat atau
pemeluk, yaitu artinya harus ada manusia yang menganut, mengembangkan, menyebarkan
agama.
c. Agama juga mempunyai sumber
ajaran, terutama yang tertulis, dan sering disebut Kitab Suci. Bahasa Kitab
Suci biasanya sesuai bahasa asal sang pendiri atau pembawa utama agama.
d. Agama harus mempunyai waktu
tertentu agar umatnya melaksanakan ibadah bersama, ternasuk hari-hari raya
keagamaan.
e. Agama perlu mempunyai lokasi atau
tempat yang khusus untuk melakukan ibadah. Lokasi ini bisa di puncak gunung,
lembah, gedung, dan lain-lain
Pengertian Kepribadian (Personality)
Istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Bagi bangsa Roma, “persona” berarti bagaimana seseorang tampak pada orang lain.
Menurut Agus Sujanto dkk (2004), menyatakan
bahwa kepribadian adalah
suatu totalitas psikofisik yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam
tingkah lakunya yang unik. Sedangkan personality menurut
Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006) adalah sifat dan tingkah
laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik
dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat,
pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu
mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain.
Allport mendefinisikan
personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang
dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap
lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap,
nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi
mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara
umum.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepribadian
merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan
saling berinteraksi dalam
mengarahkan tingkah laku) yang
kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian
diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang
unik dan berbeda dengan orang lain.
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian
itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang
kompleks.
1. Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian
yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari
perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi
psikis, sehingga komponen utama kepribadian.
Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan
segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak
puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau
haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat
penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi.
Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id
terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak
selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh
prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita
inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri.
Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima.
Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh
prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra
mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
2. Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang
bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang
dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang
dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan
tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang
berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan
sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu
tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls.
Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda
kepuasan ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu
yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan
oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba
untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang
diciptakan oleh proses primer id’s.
3. Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan
kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung
semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua
orang tua dan masyarakat kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman
untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego:
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar
untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur
otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan
kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal
yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang
dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan
penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku
kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id
dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena
pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak
sadar.
Interaksi dari Id, Ego dan superego
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah
untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego.
Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego
berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang
baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan
kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras
hati atau terlalu mengganggu. Menurut Freud, kunci kepribadian yang sehat
adalah keseimbangan antara id, ego, dan superego.
DIMENSI - DIMENSI DARI KESEHATAN MENTAL
1. Konsep sehat & dimensi dari
kesehatan mental
Menurut salah satu tokoh dari aliran
humanistik yaitu A.H. Maslow orang yg memiliki konsep sehat berarti orang itu
sudah mencapai pada tingkat ke 5 yaitu self-actualization atau aktualisasi
diri. Biasanya orang yang sudah mencapai pada tingkat aktualisasi diri pasti
memiliki EQ, IQ, SQ yang stabil atau seimbang.
A. Jasmani
Jasmani merupakan salah satu dimensi
kesehatan mental yang dimiliki setiap manusia. Jasmani yang sehat adalah
jasmani yang kuat dan itu akan terlihat secara fisik.
B. Rohani yang sehat akan terlihat dengan taatnya dalam beribadah dan juga
selalu perpandangan ke Maha Kuasa.
C. Emosi
Emosi merupakan salah satu perasaan yang
akan mengekspresikan secara show off / pamer kepada suatu lingkungan. Dan emosi
juga mempengaruhi kesehatan mental itu sendiri, karena orang yang kesehatan
mental emosinya baik atau tidak akan terlihat dari cara dia mengekspresikan
suatu perasaannya dengan begitu akan diketahui.
D. Kognitif
Kognitif merupakan dimensi yg dimiliki oleh
kesehatan mental. Kognitif yang bagus / baik adalah kognitif yang memiliki IQ
yang nilainya diatas rata - rata atau tetap.
E. Spiritual
Seseorang yang memiliki spiritual yang
bagus akan terlihat pada pribadinya yang nyaman. Dan spiritual termasuk dalam
dimensi kesehatan mental.
2. Pengaruh agama dalam kesehatan mental
Agama adalah suatu ajaran dimana
setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu, semua penganut
agama yang meyakini agama yang dianutnya akan senantiasa melaksanakan segala
hal yang ada dalam ajaran agama tersebut. Mengenai ini manusia tidak bisa
dilepaskan dengan agama, oleh karena itu agama dan manusia berhubungan sangat
erat sekali. Ketika manusia jauh dari agama, maka akan ada kekosongan dalam
jiwanya.
Mereka yang tidak beragama
kendatipun kebutuhan material mereka terpenuhi, namun kebutuhan batinnya tidak,
maka mereka akan lebih mudah terkena penyakit hati (gangguan kesehatan mental).
Penyakit jiwa yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa
menghantui mereka. Dalam hal ini, biasanya ketika mereka mendapatkan persoalan
hidup mereka akan mudah putus asa dan akhirnya akan melakukan penyimpangan atau
tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma mereka.
Berbeda dengan seseorang yang
beragama. Mereka akan senantiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan ajaran
agama. Dan ketika mereka lupa tidak melaksanakan rutinitas dalam beribadah,
mereka akan cenderung merasa bersalah sehingga mereka akan mengembalikan segala
macam permasalahan dalam kehidupannya ke dalam ajaran agama.
Dalam ajaran agama Islam, Al-qur’an
dapat berfungsi sebagai Al Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik
maupun rohani. Di dalam al qur’an, tidak sedikit ayat-ayat yang menjelaskan
tentang kesehatan, salah satunya mengenai ketenangan jiwa (kesehatan mental)
yang dapat dicapai melalui dzikir (mengingat) Allah. Allah swt berfirman yang
artinya:
“…Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS. Al Ra’d: 28)
Unsur utama dalam beragama adalah
iman atau percaya kepada keberadaan Tuhan dengan sifat-sifat, antara lain: Maha
Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Pemberi, Maha
Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Suci serta nilai-nilai
lebih/Maha yang lainnya. Oleh karena itu, orang yang merasa dirinya dekat
dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang dan aman yang merupakan salah
satu ciri sehat mental.
Menurut Culliford (2002), seseorang
dengan komitmen agama yang tinggi akan meningkatkan kualitas ketahanan
mentalnya karena memiliki self control, self esteem dan confidence
yang tinggi. Juga mereka mampu mempercepat penyembuhan ketika sakit, karena
mereka mampu meningkatkan potensi diri serta mampu bersikap tabah dan ikhlas
dalam menghadapi musibah.
DAFTAR PUSTAKA:
Abdullah, Taufik. Metodologi Penelitian Agama.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya 1989.
W. Crapps, Robert. Dialog Psikologi dan Agama.
Yogyakarta: Kanisius. 1993.
Faridi. Manusia dan Agama. Malang: UMM Pers. 2001
0 comments:
Posting Komentar