Senin, 21 Juli 2025

Posted by Rumah Ratu On Senin, Juli 21, 2025

 

MODUL I KELAS XI

PENDIDIKAN AL-QURAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

1.    Siswa mampu menganalisis Q.S Al-Isra ayat 23-24 dan Q.S Luqman ayat 14-15

2.    Siswa mampu menahani manfaat dan Hikmah Berbakti Kepada Orang Tua

3.    Siswa mampu membaca Q.S Al-Isra ayat 23-24 dan Q.S Luqman ayat 14-15 sesuai kaidah dan makharijul huruf.

4.    Siswa mampu menulis Q.S Al-Isra ayat 23-24 dan Q.S Luqman ayat 14-15 dengan baik dan benar.

 

MATERI

1.    Q.S Al-Isra ayat 23-24

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا

Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

 

Makna kata:

(وَقَضَىٰ رَبُّكَ) wa qadhaa rabbuk : memerintahkan dan mewasiatkan.

(وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ) wa bil waalidaini ihsaanaa : yaitu berbuat baiklah kepada kedua orang tua kalian, dengan berbakti kepada keduannya.

(فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ) falaa taqullahumaa uff : yaitu perkataan; celaka, buruk, dan rugi.

(وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا) wa laa tanharhumaa : janganlah engkau membentak mereka dengan perkataan yang keras.

(قَوۡلٗا كَرِيمٗا) qaulan kariimaa : yang baik dan lembut.

 

Makna ayat:

Ketika Allah telah mengharamkan syirik dan rasul-Nya telah melarangnya, dengan firman-Nya “Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina.” Allah memerintahkan kepada tauhid “Dan Rabbmu telah memerintahkan...” menetapkan, menyuruh, dan mewasiatkan “agar kamu jangan menyembah selain Dia...” jangan kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah ‘azza wa jalla. Firman-Nya ta’ala “dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua...” Allah mewasiatkan untuk berbuat baik dan berbakti kepada ibu dan bapak, dengan memberikan kebaikan kepada mereka, melindungi mereka dari gangguan, mentaati keduanya selama bukan kemaksiatan kepada Allah ta’ala. Firman-Nya ta’ala “Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangalah engkau mengatakan “ah” atau membentak keduanya...” jika kedua orang tuamu atau salah satu dari mereka baik ibu atau ayah telah mencapai usia lanjut, dan engkau hidup dan tinggal bersama keduanya, maka engkau wajib berbakti kepada keduanya sebagaimana dahulu mereka membantu engkau tatkala kecil, mencuci air seni keduanya, membersihkan najis yang ada pada mereka, memberikan apa yang mereka butuhkan, serta tidak merasa berat dan enggan dalam membantu keduanya. Sebagaimana yang telah mereka lakukan kepadamu tatkala engkau kecil, engkau buang air kecil atau besar, mereka pun membersihkan dan mencucinya tanpa ada rasa berat atau enggan. Firman-Nya ta’ala “Janganlah engkau membentak keduanya...” janganlah engkau mengucapkan kalimat yang keras dan lantang “dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” Indah, santun, dan lembut, dengan penuh kesantunan dan penghormatan kepada keduanya.

Selanjutnya Allah menyatakan, dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang karena rasa hormat yang tulus kepada keduanya, dan ucapkanlah, yakni berdoalah, wahai tuhanku, yang maha pengasih, maha penyayang, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil dengan penuh kasih sayang. Dalam keadaan kedua orang tua sudah berumur lanjut dan berada dalam pemeliharaanmu, boleh jadi suatu waktu engkau berbuat kesalahan, secara tidak sengaja atau karena terpaksa. Dalam keadaan demikian itu, ketahuilah bahwa tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik dan tulus mengasihi kedua orang tuamu dan berbakti kepada keduanya dengan sepenuh hatimu. Mohonlah ampun kepada tuhanmu, maka sungguh, dia maha pengampun bagi orang-orang yang bertobat dan menyertainya dengan berbuat kebaikan.

Pelajaran dari ayat:

Wajib hanya beribadah kepada Allah semata dan berbakti kepada orang tua, yaitu dengan berbuat baik kepada keduanya, melindungi mereka dari keburukan, serta mentaati keduanya dalam perkara yang baik.

Wajib mendoakan ampunan dan rahmat untuk kedua orang tua.

Posted by Rumah Ratu On Senin, Juli 21, 2025

 

MODUL I

PENDIDIKAN AL-QURAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

1.    Siswa mampu memahami konsep Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

2.    Siswa mampu menganalisa hukum bacaan pada Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

3.    Siswa mampu membaca Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

4.    Siswa mampu menerjemahkan Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

5.    Siswa mampu menyalin Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

6.    Siswa mampu menjelaskan kandungan Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib


CAPAIAN PEMBELAJARAN

1.    Siswa mampu memahami konsep Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib dengan benar

2.    Siswa mampu menyebutkan dan menjelaskan hukum bacaan pada Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

3.    Siswa mampu membaca dengan tartil Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

4.    Siswa mampu menerjemahkan dengan tepat Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

5.    Siswa mampu menyalin dengan baik dan benar Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

6.    Siswa mampu menjelaskan kandungan Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

 

Materi

1.    Q.S Hud 123,

وَلِلَّهِ غَيْبُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ ٱلْأَمْرُ كُلُّهُۥ فَٱعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.

Dan hanya milik Allah-lah segala rahasia langit dan bumi dan kepadanya segala urusan dikembalikan pada hari kiamat, masing-masing orang akan mendapat imbalan atas perbuatannya. Maka sembahlah dia dan bertawakAllah kepada-Nya, karena dialah yang memenuhi kebutuhan kamu. Dan tuhanmu tidak akan lengah terhadap perbuatan apa saja yang kamu kerjakan, baik perbuatan jahat atau amal saleh, semua diketahui Allah dan semua amal akan dihitung. Alif laam raa'. Huruf-huruf hija'iyyah yang menjadi pembuka surah pada ayat ini dan surah lainya diungkap Allah untuk menggugah dan menarik perhatian kepada lawan bicara, agar mereka memperhatikan pesan-pesan yang akan disampaikan Allah. Huruf ini adalah huruf-huruf yang merangkai ayat-ayat Al-Qur'an hingga menjadi susunan ayat yang indah dan istimewa. Ayat-ayat berikut yang terdapat dalam surah ini adalah sebagian dari ayat-ayat yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur'an yang jelas dan nyata bahwa ayat-ayat tersebut adalah wahyu dari Allah.[1]

2. Q.S Al-Hasyr 22

هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ۖ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat-ayat mulia ini mencakup banyak nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifatNya yang luhur. Agung perihalNya dan indah penjelasanNya. Allah memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia adalah “Allah,” yang dipertuhankan dan disembah yang “tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia,” karena sempurnanya keagungan Allah dan kebaikanNya serta pengaturanNya yang menyeluruh. Semua tuhan selain Allah adalah batil dan sama sekali tidak berhak disembah. Karena semua tuhan selain Allah amat memerlukan yang lain, lemah dan kurang, yang tidak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri maupun untuk yang lain. Selanjutnya Allah menyifati DiriNya dengan keumuman ilmu yang mencakup semua hal yang tidak nampak dari makhluk dan yang nampak (yang dapat dilihat oleh para makhluk). Allah juga menjelaskan rahmatNya yang menyeluruh yang mencakup segala hal dan sampai pada setiap yang hidup.[2]

2.    As- Sajadah 6

ذَٰلِكَ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ٱلْعَزِيزُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Keteraturan alam membuktikan kekuasaan dan keesaan-Nya. Dia mengatur segala urusan makhluk-Nya dari langit, yakni alam malakut, ke bumi, yakni alam bumi, kemudian urusan itu dibawa naik oleh malaikat kepada-Nya dalam satu hari yang kadar atau lama-Nya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang mengatur urusan demikian itu adalah tuhan yang mengetahui segala yang gaib dan yang nyata, yang mahaperkasa untuk mengazab siapa saja yang mengingkari dan mendustakan rasul-Nya, maha penyayang kepada hamba yang menaati-Nya. Pengatur urusan makhluk, yang maha mengetahui, mahaperkasa, dan maha penyayang itulah tuhan yang memperindah segala sesuatu yang dia ciptakan dengan sangat teliti dan yang memulai penciptaan nenek moyang manusia, yakni adam, dari tanah.[3]

 

Tugas

1.    Tulislah Ayat Ayat di atas dengan baik dan benar

2.    Terjemahkan Ayat di atas dengan baik dan benar

3.    Carilah hukum Tajwid dari ayat-ayat di atas

Minggu, 01 September 2024

Posted by Rumah Ratu On Minggu, September 01, 2024


Seringkali terjadi kesalahan dalam penggunaan istilah mahram dan muhrim. Padahal dua kata ini memiliki arti yang jauh berbeda, Muhrim merujuk pada seseorang yang sedang dalam keadaan ihram (menjalankan ibadah haji atau umrah), sedangkan Mahram adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada orang-orang yang dilarang untuk dinikahi karena adanya hubungan darah, persusuan, atau pernikahan. Ada sebuah dalil dalam Al-quran Surah An-Nisa ayat 22-24 yang membahas tentang mahrom.

Mengapa Penting Memahami Konsep Mahram?

Memahami konsep mahram sangat penting dalam Islam karena dengan memahami konsep mahram akan diketahui batasan-batasan dalam muamalah ataupun pernikahan dengan mahram. Dan hal ini akan menjaga kehormatan dan martabat diri.

Mahrom di sini terbagi menjadi dua macam:

 

1.      Mahrom Muabbad,

Mahrom muabbad artinya tidak boleh dinikahi selamanya dan jenis mahram ini dibagi menjadi tiga klasifikasi: Karena katurunan (nasab), Karena ikatan perkawinan (mushoharoh), Karena persusuan (rodho’ah).

A.      Mahrom muabbad karena nasab ada tujuh wanita

1.      Ibu.

Yaitu adalah ibu kandungnya dan neneknya (dari jalan laki-laki atau perempuan) ke atas.

2.      Anak perempuan.

Yaitu anak perempuannya, cucu perempuannya dan terus ke bawah.

3.      Saudari perempuan.

4.      Bibi dari jalur ayah (‘ammaat)

Yang dimaksud di sini adalah saudari perempuan dari ayahnya ke atas. Termasuk di dalamnya adalah bibi dari ayahnya atau bibi dari ibunya.

5.      Bibi dari jalur ibu (khollaat)

Yaitu saudara perempuan dari ibu ke atas. Termasuk di dalamnya adalah saudara perempuan dari ibu ayahnya.

6.      Keponakan

Yaitu Anak perempuan dari saudara laki-laki

7.      Keponakan

Yaitu anak perempuan dari saudara perempuan dan ini terus ke bawah.

B.      Mahrom muabbad karena ikatan perkawinan (mushoro’ah) ada empat wanita

1.      Istri dari ayah.

2.      Ibu dari istri (ibu mertua). Ibu mertua ini menjadi mahrom muabbad dengan adanya akad nikah dengan anaknya (tanpa mesti anaknya disetubuhi), menurut mayoritas ulama. Yang termasuk di dalamnya adalah ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua.

3.      Anak perempuan dari istri (robibah). Ia bisa jadi mahrom dengan syarat si laki-laki telah menyetubuhi ibunya. Jika hanya sekedar akad dengan ibunya namun belum sempat disetubuhi, maka boleh menikahi anak perempuannya tadi. Yang termasuk mahrom juga adalah anak perempuan dari anak perempuan dari istri dan anak perempuan dari anak laki-laki dari istri.

4.      Istri dari anak laki-laki (menantu). Yang termasuk mahrom juga adalah istri dari anak persusuan.

C.      Mahrom muabbad karena persusuan (rodho’ah)

1.      Wanita yang menyusui dan ibunya.

2.      Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).

3.      Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).

4.      Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).

5.      Ibu dari suami (mertua) dari wanita yang menyusui.

6.      Saudara perempuan dari suami (Ipar) dari wanita yang menyusui.

7.      Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu) dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).

8.      Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.

9.      Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.

Adapun jumlah persusuan yang menyebabkan mahrom adalah lima persusuan atau lebih. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i,

 

2.      Mahrom Muaqqot,

Mahrom Muaqqot mahrom (dilarang dinikahi) yang sifatnya sementara artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal.  Wanita yang tidak boleh dinikahi sementara waktu ada delapan.

1.      Saudara perempuan dari istri (ipar).

Tidak boleh bagi seorang pria untuk menikahi saudara perempuan dari istrinya dalam satu waktu berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika istrinya meninggal dunia atau ditalak oleh si suami, maka setelah itu ia boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya tadi.

2.      Bibi (dari jalur ayah atau ibu) dari istri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا

Tidak boleh seorang wanita dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu) -nya.” (HR. Muslim no. 1408)

Namun jika istri telah dicerai atau meninggal dunia, maka laki-laki tersebut boleh menikahi bibinya.

3.      Wanita yang bersuami.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.” (QS. An Nisa’: 24)

4.      Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ

 عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al Baqarah: 230)

5.      Wanita musyrik sampai ia masuk Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)

 

Posted by Rumah Ratu On Minggu, September 01, 2024

 

Kriteria memilih pasangan untuk menikah dalam Islam sangatlah penting, Bahkan dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.'” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)

karena pernikahan adalah ibadah yang bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan yang jelas mengenai hal ini dalam sebuah hadist Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466).

Kriteria Utama Memilih Pasangan:

1.     Agama:

Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini Dari Abu Hatim Al Muzanni radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi” (HR. Tirmidzi no.1085)

Pengetahuan agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan idaman. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, jika ia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang.

Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)

2.     Nasab (Keturunan):

Islam menganjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasabnya. Hal ini dikarenakan keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.

3.     Rupa:

Meskipun rupa bukan faktor utama, namun Islam tidak melarang untuk memilih pasangan yang menarik secara fisik. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)

Abu Hurairah meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw.:

قِيلَ يا رَسُولُ اللَّهِ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ؟ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ

 وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ

Rasulullah saw. pernah ditanya; “Wanita yang bagaimana yang paling baik?” Beliau menjawab: “Jika dipandang (suami) ia menyenangkan, jika diperintah ia taat, dan ia tidak menyelisihi suaminya pada sesuatu yang tidak disukainya, baik dalam diri maupun harta” (HR. Ahmad)

Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan idaman, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”

“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)

4.     Sepadan (Sekufu)

Yang dimaksud dengan sekufu adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial.

 

Posted by Rumah Ratu On Minggu, September 01, 2024

 

Kita wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada rasul-rasulnya untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Quran Surah Al Hadid ayat 25

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَأَنزَلْنَا ٱلْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Dari ayat ini minimal ada 3 penjelasan dasar

1.    Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan bersama mereka al-Kitab.” Alkitab disini adalah kata benda umum (isim jenis) yang mencakup seluruh kitab yang diturunkan Allah sebagai petunjuk untuk makhluk yang berguna bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat.

2.    Agama yang dibawa oleh para Rasul seluruhnya adil dalam perintah dan larangan dan juga dalam interaksi Sosial dari segi pidana, qishash, hukum had, hukum waris dan lainnya. Hal itu “supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” Menegakkan agama Allah dan mewujudkan kemaslahatan mereka yang tidak mungkin bisa dihitung.

Hal ini membuktikan bahwa para rasul itu memiliki tugas yang sama yaitu menegakkan keadilan meski bentuknya berbeda-beda sesuai kondisi dan waktu.

3.    Allah menyandingkan al-Kitab (kitab sucinya) dengan besi karena dengan kedua hal tersebut Allah menolong agama dan meninggikan kalimatNya. Dengan kitab suci yang didalamnya terdapat hujjah dan bukti nyata dan pedang yang bisa mendapatkan kemenangan dengan izin Allah, kedua hal tersebut menegakkan keadilan yang bisa dipakai sebagai petunjuk atas hikmah serta kemuliaan Allah dan juga kemuliaan syariatNya yang disyariatkan melalui lisan para rasul.

Beriman dengan kitab-kitab Allah ini mencakup empat perkara:

1.    Beriman bahwasanya kitab-kitab tersebut turun dari Allah Ta`ala.

Termasuk disalamnya meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah.

2.    Iman dengan nama-nama yang kita ketahui dari kitab-kitab tersebut, seperti al-Qur’an yang Allah turunkan kepada Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam, Taurat kepada Musa, Injil kepada Isa, dan lain sebagainya.

3.    Membenarkan berita-berita yang sahih, seperti berita-berita yang ada dalam al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya selama kitab-kitab tersebut belum diganti atau diselewengkan.

4.    Pengamalan terhadap apa-apa yang belum di-nasakh dari kitab-kitab tersebut, rida terhadapnya, dan berserah diri dengannya, baik yang diketahui hikmahnya, maupun yang tidak diketahui.” (Rasaail fil ‘Aqiidah)

Dalam Surah Al-Hadid ayat 25 juga disebutkan bahwa Allah mengutus para Rasul, maka ayat ini memberikan konsekuensi setiap muslim wajib mempercayai Bahwasanya Allah mengutus para rasul.

Diantara tujuan diutusnya para rasul adalah sebagai pemberi kabar gembira kepada orang yang taat kepada Allah dan mengikuti mereka, dengan kebahagiaan dunia dan akhirat, dan sebagai pemberi peringatan kepada orang yang bermaksiat kepada Allah, dengan kesengsaraan dunia dan akhirat. “Agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu, tidak ada lagi alasan manusia berkata, tidak ada seorang pemberi berita gembira dan pemberi peringatan yang datang kepada kami. karena Allah telah mengutus sekalian rasul-rasul,

Allah berfirman dalam Alquran surah an-nisa 165

رُّسُلًا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌۢ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Sejatinya Para Rasul juga manusia sebagaimana kita makan minum sebagaimana Quran surah al-furqan ayat 20

وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّآ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِى ٱلْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

Artinya: Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat.

Allah SWT berfirman dan memberitahu tentang para rasul yang telah diutus, bahwa mereka memakan makanan dan memerlukan gizi makanan, serta berjalan di pasar-pasar untuk mengusahakan mata pencaharian dan berdagang. Hal itu tidak bertentangan dengan keadaan dan kedudukan mereka, karena sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan pada diri mereka tanda-tanda yang baik, sifat-sifat terpuji, ucapan-ucapan yang utama, amal perbuatan yang sempurna, dan mukjizat-mukjizat yang cemerlang serta bukti-bukti yang jelas sehingga orang yang mempunyai hati yang sehat dan pandangan yang lurus akan membenarkan bahwa apa yang disampaikan oleh mereka itu dari Allah SWT. Sama dengan apa yang disebutkan firmanNya SWT dalam ayat lain:

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِم مِّنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰٓ ۗ

(Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota) (Surah Yusuf: 109)[1]

Beriman kepada  para rasul harus secara komperhensif ini tidak boleh beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian artinya diperintahkan untuk beriman kepada seluruh nabi dan rasul yang telah Allah utus baik yang diketahui namanya di dalam Alquran ataupun yang tidak diketahui karena masih banyak nabi-nabi dan rasul yang tidak disebutkan di dalam Alquran Surah an-nisa 164

وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا

Artinya: Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.

Dalam tafsir As-Sa’diy kata

قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ

Ini menunjukkan bahwa jumlah mereka begitu banyak. berkaitan tentang jumlahnya maka nabi pernah bersabda ketika ditanya berkaitan tentang jumlah nabi dan rasul dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu,

قُلتُ: يا رسولَ اللهِ، كم وَفَّى عِدَّةُ الأنبياءِ؟ قال: مِئةُ ألْفٍ وأربعةٌ وعشرونَ ألْفًا،

 الرُّسُلُ مِن ذلك ثلاثُ مِئةٍ وخَمسةَ عَشَرَ جَمًّا غَفيرًا

“Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Nabi? Rasulullah menjawab: Nabi ada 124.000 orang dan di antara mereka ada para Rasul sebanyak 315 orang, mereka sangat banyak” (HR. Ahmad no.22342)

Akan tetapi hadis ini dilemahkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa Nihayah jadi berkaitan tentang jumlahnya wallahu ta'ala alam yang jelas jumlahnya sangat banyak sedangkan nabi dan rasul yang kita ketahui di dalam Alquran berjumlah 25 nabi dan rasul

Ulama sepakat tentang adanya perbedaan antara nabi dan rasul dari sisi makna, bahwa setiap rasul pasti nabi, akan tetapi sebaliknya bahwa tidak semua nabi adalah rasul. Sehingga, “ar-risalah” (kerasulan) itu lebih umum dibandingkan “an-nubuwwah” (kenabian) jika dilihat dari sisi makna, akan tetapi lebih khusus jika dilihat dari sisi orangnya (pemiliknya). Dengan kata lain, “an-nubuwwah” (kenabian) itu bagian dari “ar-risalah” (kerasulan)namun tidak sebaliknya.

Di antara dalil yang menunjukkan adanya perbedaan antara nabi dan rasul adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi.” (QS. Al-Haj: 52)

Ayat ini menunjukkan bahwa rasul itu berbeda dengan nabi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala  menggandengkan antara keduanya dengan huruf ‘athaf (kata sambung) الواو  yang berarti “dan”. Dan hukum asal penggandengan semacam ini adalah adanya perbedaan.

Pendapat keempat

Rasul itu diutus kepada umat yang menyelisihi atau menentangnya. Sedangkan nabi diutus kepada umat yang menyambut dakwahnya dan tidak menentangnya. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. (Lihat An-Nubuwwah, 2: 857)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada,

فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ

Mereka pun mendatangi Nuh, dan berkata, ‘Wahai Nuh, sesunggguhnya Engkau adalah rasul pertama bagi manusia.’” (HR. Bukhari no. 4712)

Dalam hadis di atas, Nuh ‘alaihis salam disebut sebagai rasul pertama. Nabi Nuh ‘alaihis salam diutus kepada umat yang menentang dakwah beliau. Adapun sebelumnya, seperti Adam ‘alaihis salam, beliau adalah seorang nabi, dan bukan rasul. Nabi Adam mendapatkan wahyu, melaksanakan wahyu tersebut, dan juga memerintahkan kaumnya yang hidup bersama dengannya untuk melaksanakannya, karena mereka semua beriman dengan kenabian Adam ‘alaihi salam.

Dari sini jelas bahwasanya perintah beriman ini kepada seluruh Nabi dan Rasul  dan barangsiapa yang tidak mengimani seluruhnya maka dia keluar dari agama Islam sebagaimana Quran surah an-nisa 150 sampai 51

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),

Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.

Allah SWT mengancam orang-orang kafir termasuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengingkariNya dan para rasulNya dimana mereka memisahkan keimanan antara Allah dan para rasulNya, sehingga mereka mengimani sebagian nabi dan mengingkari sebagian lain hanya karena hawa nafsu dan tradisi mereka, dan apa yang mereka susun atas dasar nenek moyang mereka tanpa memiliki bukti yang jelas untuk keyakinan mereka atas hal itu. Tidak ada petunjuk yang membimbing mereka kepada hal itu, melainkan semata-mata hanya karena nafsu dan kecenderungan saja. Orang-orang Yahudi itu (laknat Allah atas mereka) beriman kepada para nabi, kecuali nabi Isa AS dan nabi Muhammad SAW, semoga shalawat dan salam dari Allah selalu tercurahkan atas keduanya. Sementara orang-orang Nasrani beriman kepada beberapa nabi dan mengingkari penutup para nabi, dan yang paling mulia di antara mereka, yaitu nabi Muhammad SAW. Sementara, penduduk Samirah tidak lagi beriman kepada nabi setelah Yusha’ bin Nun, penerus nabi Musa AS. Adapun orang-orang Majusi, dikatakan bahwa mereka mempercayai seorang nabi mereka. Dikatakan bahwa dia adalah Zoroaster, kemudian mereka mengingkari hukum-hukumnya dan meninggalkannya. Hanya Allah yang lebih Mengetahui. Maknanya adalah bahwa siapa saja yang mengingkari salah satu di antara nabi-nabi Allah, maka dia telah mengingkari semua nabi.

Wallahu Ta’ala a’lam.


Diringkas dari beberapa sumber dan disampaikan di Masjid Al Hijrah 

 



[1] Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah