Rabu, 06 Agustus 2025

Posted by Rumah Ratu On Rabu, Agustus 06, 2025


Etos Kerja dalam Islam

Dalam Islam, konsep etos kerja sangat ditekankan. Bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Dengan kata lain, bekerja adalah sarana untuk meraih ridha Allah.

وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Dalam ayat ini Allah mengatakan kepada mereka yang bertobat, bekerjalah kamu, dengan berbagai pekerjaan yang mendatangkan manfaat, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, yakni memberi penghargaan atas pekerjaanmu,

Banyak pesan-pesan mulia yang terkandung dalam surah diatas berikut diantaranya :

1.     Allah memerintahkan untuk beramal saleh hingga manfaatnya bisa dirasakan oleh diri sendiri maupun masyarakat luas. Amal tersebut harus dilakukan dengan ikhlas karena mengharap rida dari Allah.

2.     Setiap amal akan dilihat oleh Allah dan orang mukmin di akhirat kelak. Lalu akan dibalas sesuai amal tersebut, jika amalnya baik maka mendapat pahala, sebaliknya jika amalnya buruk maka akan dibalas dengan siksa. Karenanya seorang muslim haruslah memperbanyak amal saleh ketika hidup di dunia.

3.     Janganlah merasa amalnya sudah cukup banyak untuk bekal hidup di akhirat. Sifat ini akan menghambat munculnya keinginan untuk beramal saleh lagi. Tumbuhkan inisatif untuk melakukan amal saleh sehingga orang lain ikut tergerak untuk melakukannya. Pahala berlipat akan diberikan oleh Allah. kepada orang yang memberi contoh tanpa mengurangi pahala mereka yang mencontoh.

4.     Setiap manusia akan kembali ke kampung akhirat, dan menerima balasan amal perbuatannya. Seorang mukmin hendaklah jangan larut dengan gemerlap kehidupan duniawi hingga melalaikan akhirat yang kekal abadi.

‘Kerja’ dalam bahasa Arab disebut dengan ’amala - ya’malu dan yang seakar dengan kata tersebut. Di dalam Al-Qur’an, kata-kata yang berarti ‘bekerja’ diulang sebanyak 412 kali dan seringkali dihubungkan dengan pekerjaan yang saleh atau amal saleh. Amal saleh yaitu pekerjaan yang membawa kebaikan, baik bagi pelakunya maupun orang lain. Kebaikan tersebut dapat berupa perbaikan ekonomi, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, sosial, spiritual dan sebagainya. Kebaikan tersebut meliputi kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Penyebutan kata ‘bekerja’ yang sedemikian banyak di dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa masalah ‘kerja’ sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja keras atau memiliki etos kerja tinggi. Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadis berikut:

عن الزبير بن العَوَّام رضي الله عنه مرفوعاً: «لأَن يأخذ أحدكم أُحبُلَهُ ثم يأتي الجبل، فيأتي بِحُزْمَة من حطب على ظهره فيبيعها، فَيَكُفَّ الله بها وجهه، خيرٌ له من أن يسأل الناس، أعْطَوه أو مَنَعُوه»[صحيح] - [رواه البخاري].  

Artinya: “Dari Abu Abdullah az-Zubair bin al-‘Awwam r.a., berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Sungguh sekiranya salah seorang di antara kamu sekalian mengambil beberapa utas tali kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya di mana dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupnya, maka itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada sesama manusia baik mereka memberi ataupun tidak memberinya”. (H.R. Bukhari)

Hadis di atas secara tegas menyatakan bahwa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari lebih dicintai Allah dan rasul-Nya dibanding berpangku tangan menunggu bantuan orang lain. Allah Swt. telah memberikan wewenang kepada manusia untuk mengolah sumber daya alam di bumi.

Mari kita perhatikan Q.S. al-Jumu’ah/62:10 berikut ini.

Artinya: “Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”. (Q.S. al-Jumu’ah/62:10) Apabila manusia mau bekerja keras, maka akan dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, terutama sandang, pangan dan tempat tinggal. Islam sangat menghargai seseorang yang bekerja keras untuk memperoleh penghidupan yang layak, dan mengkonsumsi makanan dari hasil usahanya sendiri. Hal ini sesuai dengan hadis berikut ini.

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 Artinya: “Dari al-Miqdam bin Ma’dikariba r.a. dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Tidak ada seseorang makan makanan yang lebih baik daripada makan hasil usahanya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Allah Daud a.s. makan dari hasil usahanya sendiri”. (H.R. Bukhari)

Beberapa prinsip utama etos kerja dalam Islam antara lain:

1.     Ikhlas karena Allah SWT. Niat menjadi landasan utama. Bekerja dengan niat tulus karena Allah akan mengubah pekerjaan duniawi menjadi amal ibadah yang berpahala. Ini membuat pekerjaan yang berat menjadi ringan dan penuh berkah.

2.     Kerja Keras dan Sungguh-sungguh. Islam sangat mengutuk kemalasan. Seorang Muslim didorong untuk bekerja keras (mujahid), bersungguh-sungguh, dan pantang menyerah. Allah tidak menyukai hamba-Nya yang malas dan bergantung pada orang lain.

3.     Jujur dan Amanah. Kejujuran (shiddiq) adalah pondasi utama. Seorang Muslim harus jujur dalam setiap transaksi dan perkataan. Amanah berarti dapat dipercaya dan bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diberikan. Sifat-sifat ini menumbuhkan kepercayaan dari orang lain.

4.     Menghargai Waktu. Waktu adalah aset berharga yang tidak dapat kembali. Islam mengajarkan pentingnya memanfaatkan waktu dengan produktif dan efisien, bukan menyia-nyiakannya.

5.     Profesional dan Unggul. Bekerja tidak hanya sekadar selesai, tetapi harus dilakukan dengan kualitas terbaik. Prinsip "ihsan" (melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya) berlaku dalam segala hal, termasuk pekerjaan. Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat hasil pekerjaan kita.

Dengan mengamalkan etos kerja yang Islami, seorang Muslim tidak hanya meraih kesuksesan di dunia, tetapi juga keberkahan dan pahala di akhirat.

Menerapkan Perilaku Etos Kerja untuk Meraih Kesuksesan

Praktik kerja keras sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. sejak beliau masih kanak-kanak. Tercatat dalam sejarah bahwa pada usia 12 tahun sudah berniaga hingga ke negeri Syam bersama Abu Thalib. Demikian pula sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib merupakan figur teladan dalam bekerja keras.

Pada suatu hari Rasulullah Saw. masuk ke masjid dan melihat Abu Umamah, salah satu sahabat Anshar sedang duduk termenung seperti sedang merasa susah. Nabi Saw. bertanya: “mengapa engkau duduk sendirian di masjid, padahal ini bukan saatnya mengerjakan salat?”. Abu Umamah menjawab: “Saya ini sedang banyak hutang, pailit, dan tidak punya semangat untuk bekerja. Saya selalu diliputi perasaan cemas dan ragu”. Mendengar jawaban tersebut, Rasululullah Saw. memberi nasihat kepada Abu Umamah, “jauhilah perasaan ragu dan putus asa, malas dan lemah kemampuan, pengecut dan kikir, gemar berhutang, dan hubungan kurang baik dengan sesama manusia”. Abu Umamah bersungguh-sungguh melaksanakan semua nasihat tersebut. Akhirnya kehidupan Abu Umamah menjadi lebih baik dan bahagia. Kisah di atas merupakan kisah seorang sahabat yang memiliki etos kerja tinggi. Tentunya sifat mulia ini perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari hari.

"Bagi seorang muslim, etos kerja bukan hanya bertujuan memenuhi kebutuhan hidup duniawi, tetapi tujuan mulia yakin beribadah kepada Allah Swt." Secara rinci, tujuan bekerja dalam Islam adalah sebagai berikut:

1.     Meraih rida Allah Swt. Bekerja dalam Islam bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi untuk menghambakan diri kepada Allah Swt. dan meraih rida dari Nya. Semua aktivitas seorang muslim di dunia ini seyogyanya diarahkan untuk meraih rida Allah Swt.

2.     Menolak kemunkaran Kemunkaran dapat terjadi pada seseorang yang menganggur. Sebab ada bisikan hawa nafsu dan syahwat yang dapat menjerumuskannya kedalam kemungkaran. Seseorang yang mengisi waktunya untuk bekerja berarti telah berhasil menghalau sifat malas dan menghindari dampak negatif pengangguran.

3.     Kepentingan amal sosial Islam mengajarkan umatnya untuk beramal sosial atau bersedekah sesuai kemampuan yang dimiliki. Bagi seorang muslim yang bekerja, tenaga dan hasil pekerjaannya dapat digunakan untuk bersedekah. 4) Memberi nafkah keluarga Seorang suami sebagai kepala keluarga berkewajiban memberikan nafkah lahir dan batin. Untuk memberikan kehidupan yang layak kepada anak dan isterinya, maka seorang suami harus rajin bekerja keras.

Etos kerja seorang muslim harus meningkat dari waktu ke waktu. Berikut ini merupakan cara meningkatkan etos kerja, yaitu:

a.     Membuat skala prioritas dari semua pekerjaan yang mendesak untuk segera diselesaikan. Memilih dan menentukan sebuah pekerjaan yang akan diselesaikan dalam waktu dekat akan meringankan beban pikiran. Sebab, pikiran yang terlalu berat akan menghambat terselesaikannya sebuah pekerjaan.  

b.     Meningkatkan semangat, pengetahuan, dan keterampilan yang menunjang pekerjaan. Pengetahuan yang luas dan mendalam tentang hal-hal yang terkait dengan pekerjaan akan sangat menunjang bagi peningkatan etos kerja. Lebih dari itu keterampilan (skill) dan semangat tinggi akan semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan.

c.      Saling memberi motivasi kepada rekan kerja agar terjaga komitmen untuk maju dan sukses bersama-sama. Banyak faktor yang mempengaruhi turunnya motivasi untuk meraih sukses. Di antaranya adalah munculnya rasa malas yang tidak diketahui dari mana asalnya. Hal ini dapat diatasi dengan saling memberi motivasi di antara teman. Dengan demikian semua teman akan memiliki semangat untuk maju dan sukses secara bersama sama dalam meraih cita-cita.

d.     Menciptakan suasana kerja yang nyaman dengan saling menjaga perasaan rekan kerja. Suasana nyaman akan tercipta jika masing-masing individu tidak mudah menyalahkan orang lain, sebaliknya lebih banyak mawas diri. Membiasakan diri untuk menyapa sambil melempar senyuman kepada teman akan membuat hati senang dan bahagia. Dengan demikian suasana belajar di dalam kelas akan terasa menyenangkan.

e.     Melibatkan teknologi canggih dalam proses pekerjaan. Pada era revolusi industri 4.0 saat ini, teknologi berperan sangat penting untuk menunjang keberhasilan sebuah pekerjaan, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Manfaat Etos Kerja

Banyak manfaat yang diperoleh dari perilaku kerja keras (etos kerja). Manfaat tersebut dapat dirasakan oleh dirinya sendiri maupun orang lain. Di antara manfaat etos kerja adalah sebagai berikut:

a.     Terbiasa menghargai hasil yang sudah diraih Pekerjaan yang telah menghasilkan sebuah produk, bagaimanapun bentuk dan kualitasnya harus tetap dihargai. Karena menghargai karya orang lain akan mampu memotivasi agar bisa menghasilkan karya lebih baik lagi.

b.     Menjaga martabat diri sendiri Martabat diri akan terjaga jika seseorang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan. Pasti banyak orang meremehkan apabila hanya bermalas malasan dan berpangku tangan. Bahkan ia dianggap sebagai orang yag tidak berguna bagi keluarganya.

c.      Wujud pengabdian kepada Allah Swt. Kerja keras yang dilakukan oleh seseorang dengan niat ikhlas karena Allah Swt., dan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan wujud ibadah kepada-Nya.

d.     Melatih sifat tabah, sabar, dan tawakal Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti akan menghadapi hambatan. Dengan senantiasa bekerja keras, maka akan muncul sifat tabah, sabar, optimis, serta tawakal. Pada hakikatnya, kesuksesan merupakan karunia Allah Swt. Kegagalan adalah sukses yang tertunda, karena Allah Swt. selalu menghendaki kebaikan pada hamba-Nya yang bertakwa.


Senin, 21 Juli 2025

Posted by Rumah Ratu On Senin, Juli 21, 2025

 

MODUL I KELAS XI

PENDIDIKAN AL-QURAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

1.    Siswa mampu menganalisis Q.S Al-Isra ayat 23-24 dan Q.S Luqman ayat 14-15

2.    Siswa mampu menahani manfaat dan Hikmah Berbakti Kepada Orang Tua

3.    Siswa mampu membaca Q.S Al-Isra ayat 23-24 dan Q.S Luqman ayat 14-15 sesuai kaidah dan makharijul huruf.

4.    Siswa mampu menulis Q.S Al-Isra ayat 23-24 dan Q.S Luqman ayat 14-15 dengan baik dan benar.

 

MATERI

1.    Q.S Al-Isra ayat 23-24

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا

Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

 

Makna kata:

(وَقَضَىٰ رَبُّكَ) wa qadhaa rabbuk : memerintahkan dan mewasiatkan.

(وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ) wa bil waalidaini ihsaanaa : yaitu berbuat baiklah kepada kedua orang tua kalian, dengan berbakti kepada keduannya.

(فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ) falaa taqullahumaa uff : yaitu perkataan; celaka, buruk, dan rugi.

(وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا) wa laa tanharhumaa : janganlah engkau membentak mereka dengan perkataan yang keras.

(قَوۡلٗا كَرِيمٗا) qaulan kariimaa : yang baik dan lembut.

 

Makna ayat:

Ketika Allah telah mengharamkan syirik dan rasul-Nya telah melarangnya, dengan firman-Nya “Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina.” Allah memerintahkan kepada tauhid “Dan Rabbmu telah memerintahkan...” menetapkan, menyuruh, dan mewasiatkan “agar kamu jangan menyembah selain Dia...” jangan kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah ‘azza wa jalla. Firman-Nya ta’ala “dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua...” Allah mewasiatkan untuk berbuat baik dan berbakti kepada ibu dan bapak, dengan memberikan kebaikan kepada mereka, melindungi mereka dari gangguan, mentaati keduanya selama bukan kemaksiatan kepada Allah ta’ala. Firman-Nya ta’ala “Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangalah engkau mengatakan “ah” atau membentak keduanya...” jika kedua orang tuamu atau salah satu dari mereka baik ibu atau ayah telah mencapai usia lanjut, dan engkau hidup dan tinggal bersama keduanya, maka engkau wajib berbakti kepada keduanya sebagaimana dahulu mereka membantu engkau tatkala kecil, mencuci air seni keduanya, membersihkan najis yang ada pada mereka, memberikan apa yang mereka butuhkan, serta tidak merasa berat dan enggan dalam membantu keduanya. Sebagaimana yang telah mereka lakukan kepadamu tatkala engkau kecil, engkau buang air kecil atau besar, mereka pun membersihkan dan mencucinya tanpa ada rasa berat atau enggan. Firman-Nya ta’ala “Janganlah engkau membentak keduanya...” janganlah engkau mengucapkan kalimat yang keras dan lantang “dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” Indah, santun, dan lembut, dengan penuh kesantunan dan penghormatan kepada keduanya.

Selanjutnya Allah menyatakan, dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang karena rasa hormat yang tulus kepada keduanya, dan ucapkanlah, yakni berdoalah, wahai tuhanku, yang maha pengasih, maha penyayang, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil dengan penuh kasih sayang. Dalam keadaan kedua orang tua sudah berumur lanjut dan berada dalam pemeliharaanmu, boleh jadi suatu waktu engkau berbuat kesalahan, secara tidak sengaja atau karena terpaksa. Dalam keadaan demikian itu, ketahuilah bahwa tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik dan tulus mengasihi kedua orang tuamu dan berbakti kepada keduanya dengan sepenuh hatimu. Mohonlah ampun kepada tuhanmu, maka sungguh, dia maha pengampun bagi orang-orang yang bertobat dan menyertainya dengan berbuat kebaikan.

Pelajaran dari ayat:

Wajib hanya beribadah kepada Allah semata dan berbakti kepada orang tua, yaitu dengan berbuat baik kepada keduanya, melindungi mereka dari keburukan, serta mentaati keduanya dalam perkara yang baik.

Wajib mendoakan ampunan dan rahmat untuk kedua orang tua.

Posted by Rumah Ratu On Senin, Juli 21, 2025

 

MODUL I

PENDIDIKAN AL-QURAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

1.    Siswa mampu memahami konsep Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

2.    Siswa mampu menganalisa hukum bacaan pada Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

3.    Siswa mampu membaca Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

4.    Siswa mampu menerjemahkan Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

5.    Siswa mampu menyalin Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

6.    Siswa mampu menjelaskan kandungan Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib


CAPAIAN PEMBELAJARAN

1.    Siswa mampu memahami konsep Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib dengan benar

2.    Siswa mampu menyebutkan dan menjelaskan hukum bacaan pada Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

3.    Siswa mampu membaca dengan tartil Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

4.    Siswa mampu menerjemahkan dengan tepat Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

5.    Siswa mampu menyalin dengan baik dan benar Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

6.    Siswa mampu menjelaskan kandungan Q.S Hud 123, Q.S Al-Hasyr 22 dan As- Sajadah 6 tentang Hal-Hal Ghaib

 

Materi

1.    Q.S Hud 123,

وَلِلَّهِ غَيْبُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ ٱلْأَمْرُ كُلُّهُۥ فَٱعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.

Dan hanya milik Allah-lah segala rahasia langit dan bumi dan kepadanya segala urusan dikembalikan pada hari kiamat, masing-masing orang akan mendapat imbalan atas perbuatannya. Maka sembahlah dia dan bertawakAllah kepada-Nya, karena dialah yang memenuhi kebutuhan kamu. Dan tuhanmu tidak akan lengah terhadap perbuatan apa saja yang kamu kerjakan, baik perbuatan jahat atau amal saleh, semua diketahui Allah dan semua amal akan dihitung. Alif laam raa'. Huruf-huruf hija'iyyah yang menjadi pembuka surah pada ayat ini dan surah lainya diungkap Allah untuk menggugah dan menarik perhatian kepada lawan bicara, agar mereka memperhatikan pesan-pesan yang akan disampaikan Allah. Huruf ini adalah huruf-huruf yang merangkai ayat-ayat Al-Qur'an hingga menjadi susunan ayat yang indah dan istimewa. Ayat-ayat berikut yang terdapat dalam surah ini adalah sebagian dari ayat-ayat yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur'an yang jelas dan nyata bahwa ayat-ayat tersebut adalah wahyu dari Allah.[1]

2. Q.S Al-Hasyr 22

هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ۖ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat-ayat mulia ini mencakup banyak nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifatNya yang luhur. Agung perihalNya dan indah penjelasanNya. Allah memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia adalah “Allah,” yang dipertuhankan dan disembah yang “tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia,” karena sempurnanya keagungan Allah dan kebaikanNya serta pengaturanNya yang menyeluruh. Semua tuhan selain Allah adalah batil dan sama sekali tidak berhak disembah. Karena semua tuhan selain Allah amat memerlukan yang lain, lemah dan kurang, yang tidak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri maupun untuk yang lain. Selanjutnya Allah menyifati DiriNya dengan keumuman ilmu yang mencakup semua hal yang tidak nampak dari makhluk dan yang nampak (yang dapat dilihat oleh para makhluk). Allah juga menjelaskan rahmatNya yang menyeluruh yang mencakup segala hal dan sampai pada setiap yang hidup.[2]

2.    As- Sajadah 6

ذَٰلِكَ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ٱلْعَزِيزُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Keteraturan alam membuktikan kekuasaan dan keesaan-Nya. Dia mengatur segala urusan makhluk-Nya dari langit, yakni alam malakut, ke bumi, yakni alam bumi, kemudian urusan itu dibawa naik oleh malaikat kepada-Nya dalam satu hari yang kadar atau lama-Nya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang mengatur urusan demikian itu adalah tuhan yang mengetahui segala yang gaib dan yang nyata, yang mahaperkasa untuk mengazab siapa saja yang mengingkari dan mendustakan rasul-Nya, maha penyayang kepada hamba yang menaati-Nya. Pengatur urusan makhluk, yang maha mengetahui, mahaperkasa, dan maha penyayang itulah tuhan yang memperindah segala sesuatu yang dia ciptakan dengan sangat teliti dan yang memulai penciptaan nenek moyang manusia, yakni adam, dari tanah.[3]

 

Tugas

1.    Tulislah Ayat Ayat di atas dengan baik dan benar

2.    Terjemahkan Ayat di atas dengan baik dan benar

3.    Carilah hukum Tajwid dari ayat-ayat di atas

Minggu, 01 September 2024

Posted by Rumah Ratu On Minggu, September 01, 2024


Seringkali terjadi kesalahan dalam penggunaan istilah mahram dan muhrim. Padahal dua kata ini memiliki arti yang jauh berbeda, Muhrim merujuk pada seseorang yang sedang dalam keadaan ihram (menjalankan ibadah haji atau umrah), sedangkan Mahram adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada orang-orang yang dilarang untuk dinikahi karena adanya hubungan darah, persusuan, atau pernikahan. Ada sebuah dalil dalam Al-quran Surah An-Nisa ayat 22-24 yang membahas tentang mahrom.

Mengapa Penting Memahami Konsep Mahram?

Memahami konsep mahram sangat penting dalam Islam karena dengan memahami konsep mahram akan diketahui batasan-batasan dalam muamalah ataupun pernikahan dengan mahram. Dan hal ini akan menjaga kehormatan dan martabat diri.

Mahrom di sini terbagi menjadi dua macam:

 

1.      Mahrom Muabbad,

Mahrom muabbad artinya tidak boleh dinikahi selamanya dan jenis mahram ini dibagi menjadi tiga klasifikasi: Karena katurunan (nasab), Karena ikatan perkawinan (mushoharoh), Karena persusuan (rodho’ah).

A.      Mahrom muabbad karena nasab ada tujuh wanita

1.      Ibu.

Yaitu adalah ibu kandungnya dan neneknya (dari jalan laki-laki atau perempuan) ke atas.

2.      Anak perempuan.

Yaitu anak perempuannya, cucu perempuannya dan terus ke bawah.

3.      Saudari perempuan.

4.      Bibi dari jalur ayah (‘ammaat)

Yang dimaksud di sini adalah saudari perempuan dari ayahnya ke atas. Termasuk di dalamnya adalah bibi dari ayahnya atau bibi dari ibunya.

5.      Bibi dari jalur ibu (khollaat)

Yaitu saudara perempuan dari ibu ke atas. Termasuk di dalamnya adalah saudara perempuan dari ibu ayahnya.

6.      Keponakan

Yaitu Anak perempuan dari saudara laki-laki

7.      Keponakan

Yaitu anak perempuan dari saudara perempuan dan ini terus ke bawah.

B.      Mahrom muabbad karena ikatan perkawinan (mushoro’ah) ada empat wanita

1.      Istri dari ayah.

2.      Ibu dari istri (ibu mertua). Ibu mertua ini menjadi mahrom muabbad dengan adanya akad nikah dengan anaknya (tanpa mesti anaknya disetubuhi), menurut mayoritas ulama. Yang termasuk di dalamnya adalah ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua.

3.      Anak perempuan dari istri (robibah). Ia bisa jadi mahrom dengan syarat si laki-laki telah menyetubuhi ibunya. Jika hanya sekedar akad dengan ibunya namun belum sempat disetubuhi, maka boleh menikahi anak perempuannya tadi. Yang termasuk mahrom juga adalah anak perempuan dari anak perempuan dari istri dan anak perempuan dari anak laki-laki dari istri.

4.      Istri dari anak laki-laki (menantu). Yang termasuk mahrom juga adalah istri dari anak persusuan.

C.      Mahrom muabbad karena persusuan (rodho’ah)

1.      Wanita yang menyusui dan ibunya.

2.      Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).

3.      Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).

4.      Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).

5.      Ibu dari suami (mertua) dari wanita yang menyusui.

6.      Saudara perempuan dari suami (Ipar) dari wanita yang menyusui.

7.      Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu) dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).

8.      Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.

9.      Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.

Adapun jumlah persusuan yang menyebabkan mahrom adalah lima persusuan atau lebih. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i,

 

2.      Mahrom Muaqqot,

Mahrom Muaqqot mahrom (dilarang dinikahi) yang sifatnya sementara artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal.  Wanita yang tidak boleh dinikahi sementara waktu ada delapan.

1.      Saudara perempuan dari istri (ipar).

Tidak boleh bagi seorang pria untuk menikahi saudara perempuan dari istrinya dalam satu waktu berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika istrinya meninggal dunia atau ditalak oleh si suami, maka setelah itu ia boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya tadi.

2.      Bibi (dari jalur ayah atau ibu) dari istri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا

Tidak boleh seorang wanita dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu) -nya.” (HR. Muslim no. 1408)

Namun jika istri telah dicerai atau meninggal dunia, maka laki-laki tersebut boleh menikahi bibinya.

3.      Wanita yang bersuami.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.” (QS. An Nisa’: 24)

4.      Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ

 عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al Baqarah: 230)

5.      Wanita musyrik sampai ia masuk Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)

 

Posted by Rumah Ratu On Minggu, September 01, 2024

 

Kriteria memilih pasangan untuk menikah dalam Islam sangatlah penting, Bahkan dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.'” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)

karena pernikahan adalah ibadah yang bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan yang jelas mengenai hal ini dalam sebuah hadist Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466).

Kriteria Utama Memilih Pasangan:

1.     Agama:

Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini Dari Abu Hatim Al Muzanni radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi” (HR. Tirmidzi no.1085)

Pengetahuan agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan idaman. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, jika ia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang.

Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)

2.     Nasab (Keturunan):

Islam menganjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasabnya. Hal ini dikarenakan keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.

3.     Rupa:

Meskipun rupa bukan faktor utama, namun Islam tidak melarang untuk memilih pasangan yang menarik secara fisik. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)

Abu Hurairah meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw.:

قِيلَ يا رَسُولُ اللَّهِ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ؟ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ

 وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ

Rasulullah saw. pernah ditanya; “Wanita yang bagaimana yang paling baik?” Beliau menjawab: “Jika dipandang (suami) ia menyenangkan, jika diperintah ia taat, dan ia tidak menyelisihi suaminya pada sesuatu yang tidak disukainya, baik dalam diri maupun harta” (HR. Ahmad)

Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan idaman, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”

“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)

4.     Sepadan (Sekufu)

Yang dimaksud dengan sekufu adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial.