Minggu, 01 September 2024

Posted by Rumah Ratu On Minggu, September 01, 2024

 

Kita wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada rasul-rasulnya untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Quran Surah Al Hadid ayat 25

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَأَنزَلْنَا ٱلْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Dari ayat ini minimal ada 3 penjelasan dasar

1.    Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan bersama mereka al-Kitab.” Alkitab disini adalah kata benda umum (isim jenis) yang mencakup seluruh kitab yang diturunkan Allah sebagai petunjuk untuk makhluk yang berguna bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat.

2.    Agama yang dibawa oleh para Rasul seluruhnya adil dalam perintah dan larangan dan juga dalam interaksi Sosial dari segi pidana, qishash, hukum had, hukum waris dan lainnya. Hal itu “supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” Menegakkan agama Allah dan mewujudkan kemaslahatan mereka yang tidak mungkin bisa dihitung.

Hal ini membuktikan bahwa para rasul itu memiliki tugas yang sama yaitu menegakkan keadilan meski bentuknya berbeda-beda sesuai kondisi dan waktu.

3.    Allah menyandingkan al-Kitab (kitab sucinya) dengan besi karena dengan kedua hal tersebut Allah menolong agama dan meninggikan kalimatNya. Dengan kitab suci yang didalamnya terdapat hujjah dan bukti nyata dan pedang yang bisa mendapatkan kemenangan dengan izin Allah, kedua hal tersebut menegakkan keadilan yang bisa dipakai sebagai petunjuk atas hikmah serta kemuliaan Allah dan juga kemuliaan syariatNya yang disyariatkan melalui lisan para rasul.

Beriman dengan kitab-kitab Allah ini mencakup empat perkara:

1.    Beriman bahwasanya kitab-kitab tersebut turun dari Allah Ta`ala.

Termasuk disalamnya meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah.

2.    Iman dengan nama-nama yang kita ketahui dari kitab-kitab tersebut, seperti al-Qur’an yang Allah turunkan kepada Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam, Taurat kepada Musa, Injil kepada Isa, dan lain sebagainya.

3.    Membenarkan berita-berita yang sahih, seperti berita-berita yang ada dalam al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya selama kitab-kitab tersebut belum diganti atau diselewengkan.

4.    Pengamalan terhadap apa-apa yang belum di-nasakh dari kitab-kitab tersebut, rida terhadapnya, dan berserah diri dengannya, baik yang diketahui hikmahnya, maupun yang tidak diketahui.” (Rasaail fil ‘Aqiidah)

Dalam Surah Al-Hadid ayat 25 juga disebutkan bahwa Allah mengutus para Rasul, maka ayat ini memberikan konsekuensi setiap muslim wajib mempercayai Bahwasanya Allah mengutus para rasul.

Diantara tujuan diutusnya para rasul adalah sebagai pemberi kabar gembira kepada orang yang taat kepada Allah dan mengikuti mereka, dengan kebahagiaan dunia dan akhirat, dan sebagai pemberi peringatan kepada orang yang bermaksiat kepada Allah, dengan kesengsaraan dunia dan akhirat. “Agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu, tidak ada lagi alasan manusia berkata, tidak ada seorang pemberi berita gembira dan pemberi peringatan yang datang kepada kami. karena Allah telah mengutus sekalian rasul-rasul,

Allah berfirman dalam Alquran surah an-nisa 165

رُّسُلًا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌۢ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Sejatinya Para Rasul juga manusia sebagaimana kita makan minum sebagaimana Quran surah al-furqan ayat 20

وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّآ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِى ٱلْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

Artinya: Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat.

Allah SWT berfirman dan memberitahu tentang para rasul yang telah diutus, bahwa mereka memakan makanan dan memerlukan gizi makanan, serta berjalan di pasar-pasar untuk mengusahakan mata pencaharian dan berdagang. Hal itu tidak bertentangan dengan keadaan dan kedudukan mereka, karena sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan pada diri mereka tanda-tanda yang baik, sifat-sifat terpuji, ucapan-ucapan yang utama, amal perbuatan yang sempurna, dan mukjizat-mukjizat yang cemerlang serta bukti-bukti yang jelas sehingga orang yang mempunyai hati yang sehat dan pandangan yang lurus akan membenarkan bahwa apa yang disampaikan oleh mereka itu dari Allah SWT. Sama dengan apa yang disebutkan firmanNya SWT dalam ayat lain:

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِم مِّنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰٓ ۗ

(Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota) (Surah Yusuf: 109)[1]

Beriman kepada  para rasul harus secara komperhensif ini tidak boleh beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian artinya diperintahkan untuk beriman kepada seluruh nabi dan rasul yang telah Allah utus baik yang diketahui namanya di dalam Alquran ataupun yang tidak diketahui karena masih banyak nabi-nabi dan rasul yang tidak disebutkan di dalam Alquran Surah an-nisa 164

وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا

Artinya: Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.

Dalam tafsir As-Sa’diy kata

قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ

Ini menunjukkan bahwa jumlah mereka begitu banyak. berkaitan tentang jumlahnya maka nabi pernah bersabda ketika ditanya berkaitan tentang jumlah nabi dan rasul dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu,

قُلتُ: يا رسولَ اللهِ، كم وَفَّى عِدَّةُ الأنبياءِ؟ قال: مِئةُ ألْفٍ وأربعةٌ وعشرونَ ألْفًا،

 الرُّسُلُ مِن ذلك ثلاثُ مِئةٍ وخَمسةَ عَشَرَ جَمًّا غَفيرًا

“Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Nabi? Rasulullah menjawab: Nabi ada 124.000 orang dan di antara mereka ada para Rasul sebanyak 315 orang, mereka sangat banyak” (HR. Ahmad no.22342)

Akan tetapi hadis ini dilemahkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa Nihayah jadi berkaitan tentang jumlahnya wallahu ta'ala alam yang jelas jumlahnya sangat banyak sedangkan nabi dan rasul yang kita ketahui di dalam Alquran berjumlah 25 nabi dan rasul

Ulama sepakat tentang adanya perbedaan antara nabi dan rasul dari sisi makna, bahwa setiap rasul pasti nabi, akan tetapi sebaliknya bahwa tidak semua nabi adalah rasul. Sehingga, “ar-risalah” (kerasulan) itu lebih umum dibandingkan “an-nubuwwah” (kenabian) jika dilihat dari sisi makna, akan tetapi lebih khusus jika dilihat dari sisi orangnya (pemiliknya). Dengan kata lain, “an-nubuwwah” (kenabian) itu bagian dari “ar-risalah” (kerasulan)namun tidak sebaliknya.

Di antara dalil yang menunjukkan adanya perbedaan antara nabi dan rasul adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi.” (QS. Al-Haj: 52)

Ayat ini menunjukkan bahwa rasul itu berbeda dengan nabi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala  menggandengkan antara keduanya dengan huruf ‘athaf (kata sambung) الواو  yang berarti “dan”. Dan hukum asal penggandengan semacam ini adalah adanya perbedaan.

Pendapat keempat

Rasul itu diutus kepada umat yang menyelisihi atau menentangnya. Sedangkan nabi diutus kepada umat yang menyambut dakwahnya dan tidak menentangnya. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. (Lihat An-Nubuwwah, 2: 857)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada,

فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ

Mereka pun mendatangi Nuh, dan berkata, ‘Wahai Nuh, sesunggguhnya Engkau adalah rasul pertama bagi manusia.’” (HR. Bukhari no. 4712)

Dalam hadis di atas, Nuh ‘alaihis salam disebut sebagai rasul pertama. Nabi Nuh ‘alaihis salam diutus kepada umat yang menentang dakwah beliau. Adapun sebelumnya, seperti Adam ‘alaihis salam, beliau adalah seorang nabi, dan bukan rasul. Nabi Adam mendapatkan wahyu, melaksanakan wahyu tersebut, dan juga memerintahkan kaumnya yang hidup bersama dengannya untuk melaksanakannya, karena mereka semua beriman dengan kenabian Adam ‘alaihi salam.

Dari sini jelas bahwasanya perintah beriman ini kepada seluruh Nabi dan Rasul  dan barangsiapa yang tidak mengimani seluruhnya maka dia keluar dari agama Islam sebagaimana Quran surah an-nisa 150 sampai 51

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),

Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.

Allah SWT mengancam orang-orang kafir termasuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengingkariNya dan para rasulNya dimana mereka memisahkan keimanan antara Allah dan para rasulNya, sehingga mereka mengimani sebagian nabi dan mengingkari sebagian lain hanya karena hawa nafsu dan tradisi mereka, dan apa yang mereka susun atas dasar nenek moyang mereka tanpa memiliki bukti yang jelas untuk keyakinan mereka atas hal itu. Tidak ada petunjuk yang membimbing mereka kepada hal itu, melainkan semata-mata hanya karena nafsu dan kecenderungan saja. Orang-orang Yahudi itu (laknat Allah atas mereka) beriman kepada para nabi, kecuali nabi Isa AS dan nabi Muhammad SAW, semoga shalawat dan salam dari Allah selalu tercurahkan atas keduanya. Sementara orang-orang Nasrani beriman kepada beberapa nabi dan mengingkari penutup para nabi, dan yang paling mulia di antara mereka, yaitu nabi Muhammad SAW. Sementara, penduduk Samirah tidak lagi beriman kepada nabi setelah Yusha’ bin Nun, penerus nabi Musa AS. Adapun orang-orang Majusi, dikatakan bahwa mereka mempercayai seorang nabi mereka. Dikatakan bahwa dia adalah Zoroaster, kemudian mereka mengingkari hukum-hukumnya dan meninggalkannya. Hanya Allah yang lebih Mengetahui. Maknanya adalah bahwa siapa saja yang mengingkari salah satu di antara nabi-nabi Allah, maka dia telah mengingkari semua nabi.

Wallahu Ta’ala a’lam.


Diringkas dari beberapa sumber dan disampaikan di Masjid Al Hijrah 

 



[1] Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

 

0 comments:

Posting Komentar