Kita wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada rasul-rasulnya untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Quran Surah Al Hadid ayat 25
لَقَدْ أَرْسَلْنَا
رُسُلَنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ
وَٱلْمِيزَانَ
لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلْقِسْطِ
ۖ وَأَنزَلْنَا ٱلْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ
وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ
مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ
قَوِىٌّ عَزِيزٌ
Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Dari ayat ini minimal ada 3
penjelasan dasar
1.
Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Allah
telah mengutus rasul-rasul dan bersama mereka al-Kitab.” Alkitab disini adalah
kata benda umum (isim jenis) yang mencakup seluruh kitab yang diturunkan Allah
sebagai petunjuk untuk makhluk yang berguna bagi mereka, baik di dunia maupun
di akhirat.
2.
Agama yang dibawa oleh para Rasul seluruhnya
adil dalam perintah dan larangan dan juga dalam interaksi Sosial dari segi
pidana, qishash, hukum had, hukum waris dan lainnya. Hal itu “supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan.” Menegakkan agama Allah dan mewujudkan
kemaslahatan mereka yang tidak mungkin bisa dihitung.
Hal
ini membuktikan bahwa para rasul itu memiliki tugas yang sama yaitu menegakkan
keadilan meski bentuknya berbeda-beda sesuai kondisi dan waktu.
3.
Allah menyandingkan al-Kitab (kitab sucinya)
dengan besi karena dengan kedua hal tersebut Allah menolong agama dan
meninggikan kalimatNya. Dengan kitab suci yang didalamnya terdapat hujjah dan
bukti nyata dan pedang yang bisa mendapatkan kemenangan dengan izin Allah,
kedua hal tersebut menegakkan keadilan yang bisa dipakai sebagai petunjuk atas
hikmah serta kemuliaan Allah dan juga kemuliaan syariatNya yang disyariatkan
melalui lisan para rasul.
Beriman
dengan kitab-kitab Allah ini mencakup empat perkara:
1. Beriman
bahwasanya kitab-kitab tersebut turun dari Allah Ta`ala.
Termasuk
disalamnya meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah.
2. Iman
dengan nama-nama yang kita ketahui dari kitab-kitab tersebut, seperti al-Qur’an
yang Allah turunkan kepada Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam,
Taurat kepada Musa, Injil kepada Isa, dan lain sebagainya.
3. Membenarkan
berita-berita yang sahih, seperti berita-berita yang ada dalam al-Qur’an dan
kitab-kitab suci sebelumnya selama kitab-kitab tersebut belum diganti atau
diselewengkan.
4. Pengamalan
terhadap apa-apa yang belum di-nasakh dari kitab-kitab tersebut, rida
terhadapnya, dan berserah diri dengannya, baik yang diketahui hikmahnya, maupun
yang tidak diketahui.” (Rasaail fil ‘Aqiidah)
Dalam
Surah Al-Hadid ayat 25 juga disebutkan bahwa Allah mengutus para Rasul, maka
ayat ini memberikan konsekuensi setiap muslim wajib mempercayai Bahwasanya
Allah mengutus para rasul.
Diantara
tujuan diutusnya para rasul adalah sebagai pemberi kabar gembira kepada orang
yang taat kepada Allah dan mengikuti mereka, dengan kebahagiaan dunia dan
akhirat, dan sebagai pemberi peringatan kepada orang yang bermaksiat kepada
Allah, dengan kesengsaraan dunia dan akhirat. “Agar tidak ada alasan bagi
manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu, tidak ada lagi
alasan manusia berkata, tidak ada seorang pemberi berita gembira dan pemberi
peringatan yang datang kepada kami. karena Allah telah mengutus sekalian
rasul-rasul,
Allah berfirman
dalam Alquran surah an-nisa 165
رُّسُلًا
مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ
حُجَّةٌۢ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ
عَزِيزًا حَكِيمًا
(Mereka
Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya
rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sejatinya
Para Rasul juga manusia sebagaimana kita makan minum sebagaimana Quran surah
al-furqan ayat 20
وَمَآ
أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّآ
إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِى ٱلْأَسْوَاقِ
ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ
بَصِيرًا
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan
makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan
bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha
Melihat.
Allah
SWT berfirman dan memberitahu tentang para rasul yang telah diutus, bahwa
mereka memakan makanan dan memerlukan gizi makanan, serta berjalan di
pasar-pasar untuk mengusahakan mata pencaharian dan berdagang. Hal itu tidak
bertentangan dengan keadaan dan kedudukan mereka, karena sesungguhnya Allah SWT
telah menjadikan pada diri mereka tanda-tanda yang baik, sifat-sifat terpuji,
ucapan-ucapan yang utama, amal perbuatan yang sempurna, dan mukjizat-mukjizat
yang cemerlang serta bukti-bukti yang jelas sehingga orang yang mempunyai hati
yang sehat dan pandangan yang lurus akan membenarkan bahwa apa yang disampaikan
oleh mereka itu dari Allah SWT. Sama dengan apa yang disebutkan firmanNya SWT
dalam ayat lain:
وَمَآ
أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِم مِّنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰٓ
ۗ
(Kami
tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu
kepadanya di antara penduduk kota) (Surah Yusuf: 109)[1]
Beriman
kepada para rasul harus secara komperhensif ini tidak boleh beriman
kepada sebagian dan mengingkari sebagian artinya diperintahkan untuk beriman
kepada seluruh nabi dan rasul yang telah Allah utus baik yang diketahui namanya
di dalam Alquran ataupun yang tidak diketahui karena masih banyak nabi-nabi dan
rasul yang tidak disebutkan di dalam Alquran Surah an-nisa 164
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ
عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ
مُوسَىٰ تَكْلِيمًا
Artinya:
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang
mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
Dalam
tafsir As-Sa’diy kata
قَدْ
قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ
Ini
menunjukkan bahwa jumlah mereka begitu banyak. berkaitan tentang jumlahnya maka
nabi pernah bersabda ketika ditanya berkaitan tentang jumlah nabi dan rasul
dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu,
قُلتُ: يا رسولَ اللهِ،
كم وَفَّى عِدَّةُ الأنبياءِ؟ قال: مِئةُ ألْفٍ وأربعةٌ وعشرونَ ألْفًا،
الرُّسُلُ مِن ذلك ثلاثُ مِئةٍ وخَمسةَ عَشَرَ
جَمًّا غَفيرًا
“Aku
berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Nabi? Rasulullah menjawab: Nabi
ada 124.000 orang dan di antara mereka ada para Rasul sebanyak 315 orang,
mereka sangat banyak” (HR. Ahmad no.22342)
Akan
tetapi hadis ini dilemahkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa Nihayah
jadi berkaitan tentang jumlahnya wallahu ta'ala alam yang jelas jumlahnya
sangat banyak sedangkan nabi dan rasul yang kita ketahui di dalam Alquran
berjumlah 25 nabi dan rasul
Ulama
sepakat tentang adanya perbedaan antara nabi dan rasul dari sisi makna, bahwa
setiap rasul pasti nabi, akan tetapi sebaliknya bahwa tidak semua nabi adalah
rasul. Sehingga, “ar-risalah” (kerasulan) itu lebih umum
dibandingkan “an-nubuwwah” (kenabian) jika dilihat dari sisi
makna, akan tetapi lebih khusus jika dilihat dari sisi orangnya (pemiliknya).
Dengan kata lain, “an-nubuwwah” (kenabian) itu bagian
dari “ar-risalah” (kerasulan), namun tidak
sebaliknya.
Di
antara dalil yang menunjukkan adanya perbedaan antara nabi dan rasul adalah
firman Allah Ta’ala,
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ
“Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang
nabi.” (QS. Al-Haj: 52)
Ayat
ini menunjukkan bahwa rasul itu berbeda dengan nabi. Oleh karena itu,
Allah Ta’ala menggandengkan antara keduanya dengan huruf
‘athaf (kata sambung) الواو yang berarti “dan”. Dan hukum
asal penggandengan semacam ini adalah adanya perbedaan.
Pendapat
keempat
Rasul
itu diutus kepada umat yang menyelisihi atau menentangnya. Sedangkan nabi
diutus kepada umat yang menyambut dakwahnya dan tidak menentangnya. Pendapat
ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. (Lihat An-Nubuwwah, 2:
857)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersada,
فَيَأْتُونَ
نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ
الأَرْضِ
“Mereka
pun mendatangi Nuh, dan berkata, ‘Wahai Nuh, sesunggguhnya Engkau adalah rasul
pertama bagi manusia.’” (HR. Bukhari no. 4712)
Dalam
hadis di atas, Nuh ‘alaihis salam disebut sebagai rasul
pertama. Nabi Nuh ‘alaihis salam diutus kepada umat yang
menentang dakwah beliau. Adapun sebelumnya, seperti Adam ‘alaihis
salam, beliau adalah seorang nabi, dan bukan rasul. Nabi Adam
mendapatkan wahyu, melaksanakan wahyu tersebut, dan juga memerintahkan kaumnya
yang hidup bersama dengannya untuk melaksanakannya, karena mereka semua beriman
dengan kenabian Adam ‘alaihi salam.
Dari
sini jelas bahwasanya perintah beriman ini kepada seluruh Nabi dan Rasul
dan barangsiapa yang tidak mengimani seluruhnya maka dia keluar dari agama
Islam sebagaimana Quran surah an-nisa 150 sampai 51
إِنَّ ٱلَّذِينَ
يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن
يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ
وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟
بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil
jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
Merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
Allah
SWT mengancam orang-orang kafir termasuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
mengingkariNya dan para rasulNya dimana mereka memisahkan keimanan antara Allah
dan para rasulNya, sehingga mereka mengimani sebagian nabi dan mengingkari
sebagian lain hanya karena hawa nafsu dan tradisi mereka, dan apa yang mereka
susun atas dasar nenek moyang mereka tanpa memiliki bukti yang jelas untuk
keyakinan mereka atas hal itu. Tidak ada petunjuk yang membimbing mereka kepada
hal itu, melainkan semata-mata hanya karena nafsu dan kecenderungan saja.
Orang-orang Yahudi itu (laknat Allah atas mereka) beriman kepada para nabi,
kecuali nabi Isa AS dan nabi Muhammad SAW, semoga shalawat dan salam dari Allah
selalu tercurahkan atas keduanya. Sementara orang-orang Nasrani beriman kepada
beberapa nabi dan mengingkari penutup para nabi, dan yang paling mulia di
antara mereka, yaitu nabi Muhammad SAW. Sementara, penduduk Samirah tidak lagi
beriman kepada nabi setelah Yusha’ bin Nun, penerus nabi Musa AS. Adapun
orang-orang Majusi, dikatakan bahwa mereka mempercayai seorang nabi mereka.
Dikatakan bahwa dia adalah Zoroaster, kemudian mereka mengingkari
hukum-hukumnya dan meninggalkannya. Hanya Allah yang lebih Mengetahui. Maknanya
adalah bahwa siapa saja yang mengingkari salah satu di antara nabi-nabi Allah,
maka dia telah mengingkari semua nabi.
Wallahu
Ta’ala a’lam.
Diringkas dari beberapa sumber dan disampaikan di Masjid Al Hijrah
[1] Tafsir Ibnu Katsir
(Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh
Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam
Madinah
0 comments:
Posting Komentar