Rabu, 25 Maret 2020

Posted by Rumah Ratu On Rabu, Maret 25, 2020



hijrah.jpg


A. Memahami Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad saw.

1. Hijrah, Titik Awal Dakwah Rasulullah saw. di Madinah

Wafatnya istri tercinta Siti Khadijah dan Pamannya Abu Talib, yang selalu menjadi pembela utama dari ancaman para kafir Quraisy, beban Rasulullah saw. dalam berdakwah menyebarkan ajaran Islam makin berat. Di sisi lain, kesediaan penduduk Madinah (Ya¡rib) memikul tanggung jawab bagi keselamatan Rasulullah saw. merupakan tanda yang jelas bagi kelanjutan dakwah Rasulullah saw. Beberapa faktor yang mendorong Rasulullah saw. hijrah ke Madinah antara lain sebagai berikut.
a.       Pada tahun 621 M, telah datang 13 orang penduduk Madinah menemui Rasulullah saw. di Bukit Aqaba. Mereka berikrar memeluk agama Islam.
b.      Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang dari Madinah ke Mekah yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang pada awalnya mereka datang untuk melakukan ibadah haji, tetapi kemudian menjumpai Rasulullah saw. dan mengajak beliau agar hijrah ke Madinah. Mereka berjanji akan membela dan mempertahankan Rasulullah saw. dan pengikutnya serta melindungi keluarganya seperti mereka melindungi anak dan istri mereka.

Faktor lain yang mendorong Rasulullah saw. untuk hijrah dari Kota Mekah adalah pemboikotan yang dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah saw. dan para pengikutnya (Bani Hasyim dan Bani Mu¯allib). Pemboikotan yang dilakukan oleh para kafir Quraisy mencakup hal-hal
berikut.
a.       Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Nabi Muhammad saw.
b.      Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan orang muslim.
c.       Melarang keras bergaul dengan kaum muslim.
d.      Musuh Nabi Muhammad saw. harus didukung dalam keadaan bagaimana pun.

Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas śahifah atau plakat yang digantungkan di dinding Ka’bah dan tidak akan dicabut sebelum Nabi Muhammad saw. menghentikan dakwahnya. Teks perjanjian tersebut disahkan oleh semua pemuka Quraisy dan diberlakukan dengan sangat ketat. Blokade tersebut berlangsung selama tiga tahun dan sangat dirasakan dampaknya oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin merasakan derita dan kepedihan atas blokade ekonomi tersebut. Namun, semua itu tidak menyurutkan kaum muslimin untuk tetap bertahan dan membela Rasulullah saw.
Setelah melalui pemikiran yang mendalam disertai perintah langsung dari Allah Swt. untuk berhijrah ke Madinah, disusunlah rencana Rasulullah saw. dan seluruh kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Mekah ke Madinah dilakukan dengan perencanaan yang sangat matang. Kaum muslimin diperintahkan terlebih dahulu untuk menuju Madinah tanpa membawa harta benda yang selama ini menjadi milik mereka. Sementara Rasulullah saw. dan beberapa sahabat merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan mengingat begitu sulitnya beliau keluar dari pantauan kaum kafir Quraisy.

B. Substansi Dakwah Nabi di Madinah

1. Membina Persaudaraan antara Kaum Anśar dan Kaum Muhajirin

Kehadiran Rasulullah saw. dan Kaum Muhajirin (sebutan bagi pengikut Rasulullah saw. yang hijrah dari Mekah ke Madinah) mendapat sambutan hangat dari penduduk Madinah (Kaum Anśar). Mereka memperlakukan Nabi Muhammad saw. dan para Muhajirin seperti saudara mereka sendiri.
Mereka menyambut Rasulullah saw. dengan kaum Muhajirin dengan penuh rasa hormat selayaknya seorang tuan rumah menyambut tamunya. Bahkan, mereka mengumandangkan sya’ir yang begitu menyentuh qalbu. Bunyi sya’ir yang mereka kumandangkan adalah seperti berikut.
 “Telah muncul bulan purnama dari Saniyatil Wadai’, kami wajib bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan, Wahai yang diutuskepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.” Sejak itulah, Kota Yasrib diganti namanya oleh Rasulullah saw. Dengan sebutan “Madinatul Munawwarah”. Strategi Nabi mempersaudarakan Muhajirin dan Anśar untuk mengikat setiap pengikut Islam yang terdiri atas berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat yang kuat, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam.
Rasulullah saw. mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Ṭalib dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khaṭṭab dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi Ṭalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri. Selanjutnya, setiap kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anśar dan persaudaraan itu dianggap seperti saudara kandung sendiri. Kaum Muhajirin dalam penghidupan ada yang mencari nafkah dengan berdagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan milik kaum Anśar. Setelah kaum Muhajirin menetap di Madinah, Nabi Muhammad saw. mulai mengatur strategi untuk membentuk masyarakat Islam yang terbebas dari ancaman dan tekanan (intimidasi). Pertalian hubungan kekeluargaan antara penduduk Madinah (kaum Anśar) dan kaum Muhajirin dipererat dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslimin dan nonmuslim. Nabi Muhammad saw. juga mulai menyusun strategi ekonomi, sosial, serta dasar-dasar pemerintahan Islam. Kaum Muhajirin adalah kaum yang sabar. Meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam kehidupan yang menyebabkan kesulitan ekonomi, namun mereka selalu sabar dan tabah dalam menghadapinya dan tidak berputus asa. Nabi Muhammad saw. dalam menciptakan suasana agar nyaman dan tenteram di Kota Madinah, dibuatlah perjanjian dengan kaum Yahudi. Dalam perjanjiannya ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Isi perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad saw. dengan kaum Yahudi
sebagai berikut.

a.       Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin.
b.      Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masingmasing.
c.       Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong-menolong dalam melawan siapa saja yang memerangi mereka.
d.      Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri dan sebaliknya kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
e.      Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasihati dan tolongmenolong dalam mengerjakan kebajikan dan keutamaan.
f.        Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu.
g.       Kalau terjadi perselisihan di antara kaum Yahudi dan kaum muslimin yang dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
h.      Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar Kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya kecuali orang zalim dan bersalah sebab Allah Swt. menjadi pelindung bagi orang-orang yang baik dan berbakti.

2. Membentuk Masyarakat yang Berlandaskan Ajaran Islam

a. Kebebasan Beragama

Tujuan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. Adalah memberikan ketenangan kepada penganutnya dan memberikan jaminan kebebasan kepada kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani dalam menganut kepercayaan agama masing-masing. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw memberikan jaminan kebebasan beragama kepada Yahudi dan Nasrani yang meliputi kebebasan berpendapat, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya, dan kebebasan mendakwahkan agamanya. Hanya kebebasan yang memberikan jaminan dalam mencapai kebenaran dan kemajuan menuju kesatuan yang integral dan terhormat.
Menentang kebebasan berarti memperkuat kebatilan dan menyebarkan kegelapan yang pada akhirnya akan mengikis habis cahaya kebenaran yang ada dalam hati nurani manusia. Cahaya kebenaran yang menghubungkan manusia dengan alam semesta (sampai akhir zaman), yaitu hubungan rasa kasih sayang dan persatuan, bukan rasa kebencian dan kehancuran.

b. Azan, Śalat, Zakat, dan Puasa

Ketika Nabi Muhammad saw. tiba di Madinah, bila waktu śalat tiba, orang-orang berkumpul bersama tanpa dipanggil. Lalu terpikir untuk menggunakan terompet, seperti Yahudi, tetapi Nabi tidak menyukainya; lalu ada yang mengusulkan menabuh genta, seperti Nasrani. Menurut satu sumber atas usul Umar bin Khaṭṭab dan kaum muslimin sertamenurut sumber lain berdasarkan perintah Allah Swt. melalui wahyu, panggilan śalat dilakukan dengan aẓan. Selanjutnya Nabi Muhammad saw. memerintahkan kepada Abdullah bin Zaid bin Sa’labah untuk membacakan lapaaan kepada Bilal dan menyerukannya manakala waktu śalat tiba karena Bilal memiliki suara yang merdu.





Bila waktu śalat tiba, Bilal naik ke atas rumah seorang perempuan Bani Najjar yang berada di dekat masjid dan lebih tinggi daripada masjid untuk menyerukan a§an dengan lafal:


Kewajiban śalat yang diterima pada saat mi’raj, menjelang berakhirnya periode Mekah terus dimantapkan  kepada para pengikut Nabi Muhammad saw. Sementara itu, puasa yang telah dilakukan berdasarkan syariat sebelumnya, kini telah pula diwajibkan setiap bulan Rama«an. Demikian pula halnya dengan zakat. Bahkan, setelah kekuasaan Islam berkembang ke seluruh jazirah Arab, Nabi Muhammad
saw. mengutus pasukannya ke negeri di luar Madinah untuk memungut zakat.

c. Prinsip-prinsip Kemanusiaan

Pada tahun ke-10 H (631 M) Nabi Muhammad saw. Melaksanakan haji wada’ (haji terakhir). Dalam kesempatan ini, Nabi Muhammad saw. menyampaikan khutbah yang sangat bersejarah. Ketika matahari telah tergelincir, dengan menunggang untanya yang bernama al-Qaswa’, Nabi Muhammad saw. berangkat dan tiba di lembah yang berada di Uranah. Di tempat ini, dari atas untanya Nabi Muhammad saw. memanggil orang-orang dan diulang-ulang panggilan itu oleh Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf.
Setelah berucap syukur dan puji kepada Allah Swt., Nabi Muhammad saw. menyampaikan pidatonya. Khutbah Nabi saw. itu antara lain berisi larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan
mengambil harta orang lain dengan baṭil karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan
perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku dalam zaman jahiliyah tidak lagi dibenarkan;
persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan berpakaian seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah umat Islam harus selalu berpegang kepada al-Qurān dan sunnah.
Badri Yatim, dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, menyimpulkan isi khutbah Nabi tersebut dengan menyatakan bahwa khutbah Nabi Muhammad saw. berisi prinsip
prinsip kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi,
kebajikan, dan solidaritas.

3. Mengajarkan Pendidikan Politik, Ekonomi dan Sosial

Dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah, Michael H. Hart yang menempatkan Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw pada urutan pertama menyatakan bahwa beliau adalah satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal keagamaan maupun keduniaan. Dalam urusan politik Rasulullah saw. menjadi pemimpin politik yang amat efektif. Hingga saat ini, empat belas abad pasca wafatnya, pengaruhnya sangat kuat dan merasuk.

C. Strategi Dakwah Nabi saw. di Madinah

1. Meletakkan Dasar-Dasar Kehidupan Bermasyarakat

Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad saw. segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yang dibangun Nabi adalah seperti berikut.

a.       Membangun masjid. Masjid yang dibangun Nabi Muhammad saw. tidak saja dijadikan sebagai pusat kehidupan beragama (beribadah), tetapi sebagai tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan kaum muslimin agar memiliki jiwa yang kuat, dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
b.      Membangun ukhuwah Islamiyah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw. saw. mempersaudarakan Kaum Anśar (Muslim Madinah) dengan Kaum Muhajirin (Muslim Mekah). Beliau mempertemukan dan mengikat Kaum Anśar dan Muhajirin dalam satu hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw. Telah membangun sebuah ikatan persaudaraan tidak saja semata-mata dikarenakan hubungan darah, tetapi oleh ikatan agama (ideologi).
c.       Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang nonmuslim. Untuk menjaga stabilitas di Madinah, Nabi Muhammad saw. Menjalin persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan Arab yang masih menganut agama nenek moyangnya. Sebuah piagam pun dibuat yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam piagam itu ditegaskan persamaan hak dan menjamin kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi. Setiap orang dijamin keamanannya dan diberikan kebebasan dalam hak-hak politik dan keagamaan. Setiap orang wajib menjaga keamanan Madinah dari serangan luar. Dalam piagam itu dicantumkan pula bahwa Nabi Muhammad saw. menjadi kepala pemerintahan dan karena itu otoritas mutlak diserahkan kepada beliau.

Terbentuknya negara Madinah membuat Islam makin kuat. Pada sisi lain, timbul kekhawatiran dan kecemasan yang amat tinggi di kalangan Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya. Kenyataan ini mendorong orang Quraisy dan yang lainnya melakukan berbagai macam bentuk ancaman dan gangguan. Untuk itu, Nabi Muhammad saw. mengatur siasat dan membentuk pasukan perang serta mengadakan perjanjian dengan berbagai kabilah yang ada di sekitar Madinah. Upaya kaum muslimin
mempertahankan Madinah melahirkan banyak peperangan. Berikut diuraikan beberapa peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka.

a. Perang Badar

Perang Badar merupakan peperangan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Perang ini berlangsung antara kaum muslimin melawan musyrikin Quraisy. Peperangan ini terjadi pada tanggal 8
Ramaḍan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana, Nabi Muhammad saw. dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar Madinah. Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar,
pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 900- 1.000 orang. Dalam peperangan ini, Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan. Setelah kemenangan ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik untuk mengikat perjanjian damai dengan Nabi Muhammad saw. Tak lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah dan Qainuqa’ yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah. Orang-orang Yahudi ini akhirnya meninggalkan Madinah dan menetap di Adri’at, perbatasan Syria.

b. Perang Uhud

Kekalahan dalam Perang Badar makin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum muslimin. Karena itu, mereka bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut. Pada tahun ke-3 Hijrah, mereka berangkat ke Madinah dengan membawa 3000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda, dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi. Pasukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy ini disambut Nabi Muhammad saw. dengan sekitar 1.000 pasukan. Ketika pasukan Nabi Muhammad saw. melewati batas kota, Abdullah bin Ubay menarik 300 pasukan yang terdiri atas orang Yahudi dan kembali ke Madinah. Dengan pasukan yang masih tersisa 700 orang, Nabi Muhammad saw. melanjutkan perjalanan. Pasukan Nabi Muhammad saw. dan pasukan Quraisy bertemu di Bukit Uhud. Perang besar pun berkobar. Mula-mula pasukan berkuda Khalid bin Walid gagal menembus dan menaklukkan pasukan pemanah Nabi. Pasukan Quraisy kocar-kacir. Namun, kemenangan yang sudah di ambang pintu gagal diraih karena pasukan Nabi Muhammad saw., termasuk pasukan pemanah, tergoda oleh harta peninggalan musuh.

c. Perang Ahzab/Khandaq

Bani Nadir yang menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah. Pasukan gabungan mereka berkekuatan 24.000 pasukan. Pasukan ini berangkat ke Madinah pada tahun ke-5 Hijrah. Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali Parit untuk pertahanan. Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang Khandaq (Parit). Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang Ahzab (sekutu beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang terusir dari Madinah), musyrikin Quraisy, dan beberapa suku Arab yang masih musyrik berkomplot melawan pasukan Islam. Pasukan musuh yang hendak masuk ke Madinah tertahan oleh parit. Karena itu, mereka mengepung Madinah dengan membangun kemah-kemah di luar parit. Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan memporakporandakan kemah-kemah mereka. Kenyataan ini memaksa pasukan Ahzab menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masingmasing tanpa mendapat hasil apa pun. Dalam suasana kritis, orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad melakukan pengkhiatan. Setelah musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah, para pengkhianat itu dihukum mati.

d. Perang Hunain

Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad saw. Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad saw., yaitu Bani Ṣaqif di Ṭaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Ṭaif. Kedua suku ini berkomplot melawan Nabi Muhammad saw. dengan alasan menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang dihancurkan oleh tentara Islam ketika penaklukan Mekah. Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw., tentara Islam berangkat menuju Hunain. Dalam waktu singkat Nabi Muhammad saw. dan pasukannya dapat menumpas pasukan musuh. Dengan takluknya Bani Ṣaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab di bawah kekuasaan Nabi Muhammad saw.

e. Perang Tabuk

Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw.. Perang ini terjadi karena kecemburuan dan kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad saw. menguasai seluruh jazirah Arab. Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang sangat besar di utara Jazirah Arab dan Syria yang merupakan daerah taklukan Romawi. Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides. Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendaftar” untuk turut berperang. Olah karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar. Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke negerinya. Nabi Muhammad saw. tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul masuk dalam barisan Islam.

2. Surat Nabi Muhammad saw. kepada Para Raja

Genjatan senjata antara Nabi Muhammad saw. dengan musyrikin Quraisy telah memberi kesempatan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk melirik negeri-negeri lain sambil memikirkan cara berdakwah ke sana. Salah satu cara yang ditempuh Nabi Muhammad saw. adalah dengan berkirim surat kepada raja-raja, para penguasa negeri-negeri tersebut. Di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi Muhammad saw. Adalah raja Gassan, Mesir, Abisinia, Persia, dan Romawi. Tidak satu pun dari rajaraja tersebut menyambut dan menerima ajakan Nabi Muhammad saw. Semuanya menolak dengan cara yang beragam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati dan ada pula yang menolak dengan kasar seperti yang dilakukan oleh Raja Gassan. Ia tidak sekadar menolak, bahkan utusan Nabi Muhammad saw. ia bunuh dengan kejam. Untuk membalas perlakuan Raja Gassan, Nabi Muhammad saw. menyiapkan 3.000 orang pasukan. Peperangan terjadi di Mu’tah, sebelah utara Jazirah Arab. Pasukan Islam kesulitan menghadapi tentara Raja Gassan yang dibantu oleh Romawi. Beberapa orang pasukan muslim gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran itu. Melihat kenyatan ini, komandan pasukan, Khalid bin Walid menarik pasukannya dan kembali ke Madinah.


3. Penaklukan Mekah

Pada tahun ke-6 Hijrah, ketika haji telah disyariatkan, Nabi Muhammad saw. dengan 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Karena itu, Nabi Muhammad saw. beserta kaum muslimin berangkat dengan pakaian iḥram dan tanpa senjata. Sebelum sampai di Mekah, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tertahan dan tidak boleh masuk ke Mekah. Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi saw. dan kaum muslimin berkemah di sana. Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah berisi lima kesepakatan, yaitu
1)      kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun ini dan ditangguhkan sampai tahun depan,
2)      lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja,
3)      kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah,
4)      selama sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah, dan
5)      tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kuam Quraisy atau kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali terbuka. Ada dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw. untuk menguasai Mekah. Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab. Apabila Mekah dapat dikuasai, penyebaran Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. Kedua, orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Dengan dikuasainya Mekah, kemungkinan besar orang orang Quraisy, yang merupakan suku Nabi Muhammad saw. sendiri, akan memeluk Islam. Dengan Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan mendapat dukungan yang besar. Setahun kemudian, Nabi Muhammad saw. bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji sesuai dengan perjanjian. Dalam kesempatan ini banyak penduduk Mekah yang masuk Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah.
Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, secara sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut. Nabi Muhammad saw. segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad saw. dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan. Setelah itu, Nabi Muhammad saw. berkhutbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy. Dalam khutbah itu Nabi Muhammad saw. menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke
rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.” Setelah khutbah itu, penduduk Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim. Sejak peristiwa itu, Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad Keislaman penduduk Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada suku-suku di berbagai pelosok Arab. Oleh karena itu, pada tahun ke-9 dan 10 Hijrah (630 – 631 M) Nabi Muhammad saw. Menerima muslimin tertahan dan tidak boleh masuk ke Mekah. Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi saw. dan kaum muslimin berkemah di sana. Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian Hudaibiyah berisi lima kesepakatan, yaitu
1.       kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun ini dan ditangguhkan sampai
tahun depan,
2.       lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja,
3.       kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah,
4.       selama sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah, dan
5.       tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kuam Quraisy atau kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.

Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali terbuka. Ada dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw. untuk menguasai Mekah. Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab. Apabila Mekah dapat dikuasai, penyebaran Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. Kedua, orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Dengan dikuasainya Mekah, kemungkinan besar orangorang Quraisy, yang merupakan suku Nabi Muhammad saw. sendiri, akan memeluk Islam. Dengan Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan mendapat dukungan yang besar. Setahun kemudian, Nabi Muhammad saw. bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji sesuai dengan perjanjian. Dalam kesempatan ini banyak penduduk Mekah yang masuk Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah. Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, secara sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut. Nabi Muhammad saw. segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad saw. dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan. Setelah itu, Nabi Muhammad saw. berkhutbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy. Dalam khutbah itu Nabi Muhammad saw. menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.” Setelah khutbah itu, penduduk Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim. Sejak peristiwa itu, Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad berbagai delegasi suku-suku Arab sehingga tahun itu disebut dengan tahun perutusan. Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah menjadi saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud. Nabi Muhammad saw. kembali ke Madinah. Ia mengatur organisasi masyarakat Arab yang telah memeluk Islam. Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke daerah daerah untuk mengajarkan Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan kemudian, Nabi Muhammad saw. jatuh sakit, dan pada 12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M ia wafat di rumah istrinya, Aisyah.

dicopy dari buku : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK/MA edisi revisi 2017

0 comments:

Posting Komentar