Tak ada niat untuk menghakimi
Karena kami bukanlah hakim terhormat di
negeri ini
Hanya sekedar berpuisi
Meluapkan lelah isi hati
Akhir-akhir ini sering ku dengar
Di koran dan di televisi
Kantong pejabat negara banyak yang
bolong
Begitu kesimpulanku
Bagaimana tidak?
Kantong negara kebobolan ratusan miliar
Tapi tak ada satupun mengaku siapa yang
mengantongi
Ternyata mereka suka dipaksa
Saat terdesak, barulah mengaku
Uangnya tak sengaja masuk ke kantongku
Ujar hati seorang petinggi negeri ini
Tapi sayangnya kantongku bolong
Jadi tak akan terdeteksi
Buat apa aku mengaku?
Karena tak akan bisa menemukan bukti
Dia kembali berbisik dalam hati
Asal kau tahu,
Kantongku bolong saat masuk mesin
pencuci
Mesin pencuciku bukan asal mesin pencuci
Mereknya lain dari yang lain
Tak ada satu pun yang menjual seperti
mesin cuciku
Tahu mereknya?
Pustun atau jawa syarkiyah
Begitu kesimpulanku,
Banyak yang penasaran sedahsyat apa
mesin cuci itu
Bisa membuat kantong bolong dan menguras
isinya
Tanpa jejak, itu yang terpenting
Sungguh hebat, itu yang ada dalam
benakku
Akal mereka semakin canggih
mempermainkan hak warga negeri
Tak cuma urusan pangan dan daging impor
Proyek mushaf Al-Qur’an pun tak
dibiarkan nganggur
Hari ini itu, besok apa lagi?
Apa sedikit demi sedikit hak kami mulai
akan kau cuci
Atau pemudi-pemudi kami mulai kau lirik
untuk dijadikan mesin pencuci
Tragedi baru di negeri ini
Tak peduli anjing melonglong
Yang ada hanya tragedi kantong bolong
0 comments:
Posting Komentar