Jumat, 15 Maret 2013

Posted by Rumah Ratu On Jumat, Maret 15, 2013




1.      KONSELOR SEBAGAI PROFESI

a.     Hakekat Suatu profesi

Profesi sendiri berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seorang.  Profesi juga diartikan sebagi suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang menyaratkan suatu pengetauhan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang insentif (webstar,1989). Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memperlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan, yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memperlukan pendidikan profesi.

Istilah profesi biasanya diartikan sebagai pekerjaan. Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli (McCully, 1963; Tolbert, 1972; Nugent, 1981) merumuskan ciri-ciri suatu profesi sebagai berikut :
1.      Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang mempunyai fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2.      Para anggota profesi menampilkan pelayanan khusus, didasarkan atas teknik-teknik intelektual dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3.      Penampilan pelayanan bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntun pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.      Para anggota memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
5.      Untuk dapat menguasai kerangka ilmu diperlukan pendidikan dan latihan dalam waktu yang cukup lama.
6.      Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur pendidikan dan latihan serta lisensi ataupun sertifikat.
7.      Dalam peyelenggaraan pelayanan, para anggota memiliki kebebasan dan tanggungjawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional.
8.      Para anggota lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
9.      Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan. Setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu
10.   Selama berada dalam pekerjaan itu para anggotanya terus menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensi dengan jalan membaca literatur dan memahami hasil riset-riset, serta berperan aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat disebut profesi apabila :
a.    Dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai keahlian dan kewenangan
b.    Petugas profesi merupakan lulusan Perguruan Tinggi
c.    Merupakan pelayanan kemasyarakatan
d.    Diakui oleh masyarakat dan pemerintah.
e.    Dalam melaksanakan kegiatan menggunakan teknik/metode ilmiah.
f.     Memiliki organisasi profesi
g.    Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART).
h.    Memiliki kode etik profesi.
i.      Para anggota(organisasi) selalu ada keinginan untuk memajukan diri

b.       Ciri – cirri Profesi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pengertian profesi yang telah diuraikan sebelumnya, apakah bimbingan dan konseling bisa dikatakan sebagai profesi ? Untuk itu, perlu ditelaah pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
1.  Bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh petugas yang disebut guru pembimbing atau konselor (sekolah) yang merupakan lulusan dari pendidikan keahlian yakni Perguruan Tinggi jurusan atau program studi Bimbingan dan Konseling.
2.  Kegiatan Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan kemasyarakatan dan bersifat sosial.
3.  Dalam melaksanakan layanan, guru pembimbing menggunakan berbagai metode dan teknik ilmiah.
4.  Memiliki organisasi profesi, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, yang pada saat didirikan tanggal 12 Desember 1975 di Malang dikenal dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang juga memiliki AD/ART maupun kode etik.
5.  Da pengakuan dari masyarakat/Pemerintah, seperti tercantum dalam SK Mendikbud No. 25/1995 yang menyatakan bahwa IPBI (saat ini ABKIN) sejajar dengan PGRI dan ISPI. Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6, menetapkan konselor sebagai salah satu jenis kualifikasi pendidik.
6.  Para anggota profesi Bimbingan dan Konseling memiliki keinginan untuk memajukan diri baik wawasan pengetahuannya maupun ketrampilannya, yakni melalui kegiatan seminar, pelatihan, workshop, atau pertemuan ilmiah lainnya.





2.      KESEHATAN MENTAL DAN CIRI MENTAL SEHAT
a)      Definisi kesehatan mental :
Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9).
Terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya (Zakiyah Darojah, 1975)
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003).

            Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.


b)     Ciri-ciri Kesehatan Mental
Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
1.      Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2.      Aktualisasi diri
3.      Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada
4.      Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
5.      Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
6.      Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980)



c)      Kriteria jiwa yang sehat menurut WHO
·         Mampu belajar dari pengalaman
·         Lebih senang memberi daripada menerima
·         Lebih senang menolong daripada ditolong
·         Mempunyai rasa kasih sayang
·         Memperoleh kesenangan dari hasil usahanya
·         Menerima kekecawaan untuk dipakai sebagai pengalaman
·         Positive thinking
·         Adjustment (Penyesuaian diri). Mudah beradaptasi
·         Integrated Personality (Kepribadian utuh/kokoh).
·         Free of the Senses of Frustration, Confict, Anxiety, and Depression (Bebas dari rasa gagal, pertentangan batin, kecemasan dan tekanan).
·         Normatif, semua sikap dan tingkah laku yang dilahirkannya tidak ada yang lolos dari jaringan Niai/Adat/Agama/Peraturan/UU.
·         Responsibility (Bertanggung Jawab).
·         Maturity (Kematangan), terdapatnya kematangan dalam melakukan suatu sikap dan tingkah laku-tingkah laku itu dijalankan penuh pertimbangan.
·         Otonomi (Berdiri Sendiri), selalu bersifat mandiri atas segala tugastugas atau kewajiban yang menjadi bebannya, tanpa suka memikul bebannya kepada orang lain dalam kondisi yang tidak terpaksa.
·         Well Decision Making (Pengambil Keputusan yang Baik)

Zakiah Daradjat
1.      Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.

2.      Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.

3.      Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.

4.      Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.

5.      Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Dalam buku lainnya yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental.


Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental adalah terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengenbangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
a)    Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari  neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
b)    Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
Kalau dalam Islam, mental hygiene didasarkan pada al Qur’an dan hadits. Ciri orang yang memiliki kesehatan mental di antaranya, jujur, tidak iri, saling menolong, rajin beribadah. Initnya, orang yang memiliki mental yang sehat apabila mengikuti perintah Allah dan Rasulnya.



3.    PRASYARAT SERTA KOMPETENSI KONSELOR KONVENSIONAL DAN KONSELOR ISLAMI

Syarat-Syarat Konseling
Untuk mengadakan proses konseling, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, yaitu dari sisi guru sebagai konselor dan siswa sebagai konseli. Menurut Winkell (1989:87-88), beberapa syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a.      Konselor Konvensional
1)      Tiga sikap pokok, yaitu menerima (acceptance), memahami (understanding), dan sikap bertindak dan berkata jujur. Sikap menerima berarti pihak konselor menerima siswa sebagaimana adanya dan tidak segera mengadili siswa karena kebenaran dan pendapatnya / perasaannya / perbuatannya. Sikap memahami berkaitan dengan tuntutan seorang konselor agar berusaha dengan sekuat tenaga menangkap dengan jelas dan lengkap hal-hal yang sedang diungkapkan oleh siswa, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan. Sedangkan sikap bertindak dan berkata secara jujur berarti bahwa seorang konselor tidak berpura-pura sehingga siswa semakin percaya dan mantap ketika sedang berhadapan dengan konselor.
2)      Kepekaan terhadap apa yang ada di balik kata-kata yang diungkapkan konseli. Kepekaan yang dibangun oleh konselor sekolah akan membantu dalam proses konseling karena konselor akan mendapatkan banyak data yang mungkin secara verbal maupun nonverbal diungkapkan oleh konseli.
3)      Kemampuan dalam hal komunikasi yang tepat (rapport). Hal ini berarti konselor mampu menyatakan pemahamannya terhadap hal-hal yang diungkapkan konseli.
4)      Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang sehat.
5)      Wajib menaati kode etik jabatan sesuai dengan yang telah disusun dalam Konvensi Nasional Bimbingan I.

b.      Konselor Islami
Berdasarkan Alquran dan hadis, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembimbing bimbingan dan konseling islami itu dapat dibedakan/dikelompokkan sebagai berikut:
1)      Kemampuan profesional (keahlian memahami kepribadian manusia dari sudut psikologi-islami,dan menguasai teknik-teknik konseling-konseling)
2)      Sifat kepribadian (akhlaqulkarimah)
3)      Kemampuan kemasyarakatan (berukhuwwah islam)
4)      Ketakwaan kepada allah.(faqih , 2001: 46) Memahami dan taat terhadap tuintunan dan ketentuan-ketentuan Syari (agar supaya: ucapan-ucapan dan tindakan konselor"berisi")
5)      Memiliki pribadi terapeutik(ucapan dan respon verbal dan non verbal member efek : perbaikan emosi klien-menentramkan-membawa jernih pikiran,menghasilkan perilaku produktif alih-alih kontra produktif).


6)       
DAFTAR PUSTAKA

0 comments:

Posting Komentar