This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 11 Oktober 2011

Relavansi Ujian Nasional (UN) Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)



Relavansi Ujian Nasional (UN) Terhadap
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)



Ujian Nasional
UAN sekarang sudah menjadi momok yang menakutkan bagi setiap siswa setiap menjelang akhir tahun. Bagaimana tidak, baik itu siswa maupun guru berharap-harap cemas jika sudah menjelang UAN. Berbagai usaha pun dilakukan untuk menghadapinya. Baik itu rasional maupun irrasional. Dengan dalih ikhtiar, biasanya pihak sekolah mengadakan kunjungan ke makam para wali atau ulama terkenal dan ada juga yang melakukan sholat Istighasah bersama. Dengan tujuan meminta doa restu dan do`a supaya semuanya dapat lulus ujian. Ini tidak terjadi di satu sekolah saja, akan tetapi kebisaan ini sudah menjamur dan dianggap lumrah.
Inilah potret pemerintah kita yang terlalu angkuh. Sehingga generasi selanjutnya jugalah yang menjadi tumbal atas kesembongan bangsa sendiri. Dengan dalih untuk meningkatkan pendidikan dan daya saing siswa. Dengan seenaknya saja pemerintah menentukan angka-angka kelulusan yang harus dicapai oleh setiap siswa SMP, SMA dan sederajat. Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa jika bangsa ini ingin maju, maka harus mengetahui keadaan yang sesungguhnya atas pendidikan. “Apabila selama ini hanya dipoles-poles angkanya, maka bangsa ini tidak akan berkembang maju dengan betul. Kita tidak ingin menyiksa murid, tapi ingin memaksa murid belajar dengan keras,” tuturnya. untuk bisa menjadi bangsa lain.
Dari UAN yang dimulai sejak tahun 2003 sampai akhirnya menjadi UN, banyak keluhan para siswa maupun para murid berkaitan dengan soal-soal yang diujikan. Karena memang soal yang diujikan sangat berbeda dengan yang mereka pelajari selama ini. Itui disebabkan karena soal-soal itu dibuat oleh Negara. Tentulah dapat diketahui bersama, bahwsanya Indonesia sangatlah luas dan beragam, ada daerah yang maju ada pula yang tertinggal bahkan dapat dikatakan primitife. Gaya belajar maupun pelajaran yang diajarkan tentulah berbeda tergantung fasilitas dan media yang dimiliki oleh pihak sekolah. Ironisnya soal yang diujikan di Ujian Nasional semuanya sama, dari sabang sampai marueke. Maka tidak heran, jika banyak para siswa yang tidak bisa mencapai dan melampaui angka atau nilai yang ditetapkan pemerintah. Atau ada sekolah yang semua muridnya berhasil lulus Ujian Akhir dengan predikat bagus. Tetapi didapatkan dengan jalan curang. Ini sudah melanggar tujuan dari evaluasi yang diharapkan.
Ujian Nasional hanya terfukos untuk mengukur satu aspek kompetensi kelulusan yakni aspek kognitif saja. Akan tetapi melupakan dua aspek yang sama pentingnya yaitu aspek sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). UN juga mengabaikan muatan kurikulum yang menganut prinsip kemajemukan potensi daerah dan peserta didik. UN juga telah merampas kewenangan pendidik atau guru dan sekolah untuk melakukan evaluasi hasil belajar dan menentukan kelulusan peserta didik.

KTSP
Kurikulum Tingkat satuan Dasar (KTSP) adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Di tahun 2007 Kurikulum Tingkat satuan Dasar atau yang lebih akrab didengar dengan KTSP mulai di canangkan, padahal Kurikulum Berbasis kumputensi (KBK) yang selama ini menjadi pirimadona oleh Pemerintah masih belum jelas hasilnya. Terlepas dari semua itu, KTSP memang sangat lebih pantas bagi kurikulum pendidikan bagi bangsa kita yang sangat majemuk ini. Karena KTSP dikembangkan sesuai dengan relavansi oleh setiap satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan provinsi dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
KTSP juga dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang di antaranya sebagai berikut: (1) Berpusat pada potensi, perkembangan , kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. (2) Beragam dan terpadu. (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni. (4) Relavan dengan kebutuhan kehidupan. (5) Seimbang dengan kepentingan nasional dan daerah.
Melihat dari pengertian, tujuan dan prinsi-prinsip KTSP, maka akan dapat diambil kesimpulan, bahwa KTSP dapat lebih menjawab apa yang dinginkan oleh para siswa dan pihak sekolah selama ini. Dengan diterapkan KTSP sebagi kurikulum pendidikan sekarang, maka sekolah dan daerah tidak perlu lagi direpotkan dengan ketentuan-ketentuan pemerintah untuk sekolah, yang selama ini dianggap mustahil untuk diterapkan. Dengan KTSP, sekolah bertanggung jawab langsung atas bahan ajar untuk para siswa. Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.

Relavansi
Melihat dari maksud diterapkannya KTSP sebagai pengganti KBK, maka pastilah timbul sebuah pertanyaan dasar. Kenapa masih harus diadakan Ujian Akhir, jika masalah kurikulum sudah di wenangkan kepada sekolah dan daerah setempat. Bagaimana mungkin, KTSP yang diterapkan sekarang sangat bertolak belakang dengan Evaluasi Kolektif (Ujian Akhir) yang dilakukan pemerintah. Seakan ada ketimpangan dari maksud dan tujuan diterapkannya KTSP. Jika semua sudah diserahkan kepada sekolah masing-masing. Sudah barang tentu semua pengembangan atas kurikulum yang diterapkan tiap sekolah berbeda-beda di setiap daerah. Pelajaran yang diajarkan pun tentulah berbeda pula. Bagaimana mungkin para siswa disuguhkan soal-soal yang tidak pernah mereka pelajari.
Dapat diketahui bersama, bahwa Ujian Akhir semua soal dan jawabannya dibuat oleh Negara. Lantas jika Ujian Akhir dan kelulusan ditentukan oleh Negara, apa gunanya KTSP yang diterapkan sekarang ini. Seandainya yang diterapkan adalah KBK, mungkin masih dapat dimaklumi dan dimafhumi bersama. Mana konsekuen Negara terhadap pendiriannya selama ini. Kalaunya Ujian Akhir masih dilakukan, lebih baik KTSP cepat-cepat dihapuskan dan digantikan dengan kurikulum yang baru. Karena Ujian Akhir sangat tidak relavan sekali dengan diterapkannya KTSP.
Masih relavankah Ujian Akhir yang dibuat oleh Negara terhadap penerapan KTSP? Maka jawabannya adalah sangat tidak relavan sekali. Akankah pemerintah tetap berpegang teguh pada kebijakannya untuk memberlakukan Ujian Nasional jika kenyataannya sudah tidak sesuai dengan kurikulum yang diterapkan sekarang. Kalau begitu, lantas apa yang sebenarnya dinginkan oleh pemerintah?

Kamis, 06 Oktober 2011

(Psikologi Perkembangan Anak Usia 0-2 Tahun)


MAKALAH
PENGARUH POLA ASUH DAN LATAR BELAKANG ORANG TUA
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
(Psikologi Perkembangan Anak Usia 0-2 Tahun)
Disusun Sebagai Ujian Akhir Semester Tiga Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pembimbing : Drs. Romlah, M. Ag





JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Januari 2011


  1. PENDAHULUAN
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mu’min : 67
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah untuk (Nabi Adam), kemudian dari setets air mani atau nutfah (sperma dan ovum), sesudah itu dari alaqah atau segumpal darah (embrio), kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang bayi, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa dewasa (mempunyai kekuatan), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum tua, (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai pada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (fase-fase pertumbuhan dan perkembangan kejadian manusia)”.
Dari ayat di atas dapat kita lihat bahwasannya kehidupan manusia berawal dari pertemuan sel sperma laki-laki dan sel telur wanita. Pada saat itu, sel sperma laki-laki bercampur dengan sel telur wanita (ovum) dan menghasilkan satu bentuk sel yang telah terbuahi yang disebut zigot, kemudian zigot itu tumbuh menjadi bayi melalui beberapa tahap.
Pembuahan sel telur wanita oleh sperma laki-laki dianggap sebagai salah satu masa yang sangat penting dan menentukan perkembangan manusia pada periode-periode selanjutnya. Menurut Elizabeth B Harlock (1980), setidaknya ada empat kondisi penting yang memberi pengaruh besar terhadap perkembangan individu baru di masa yang akan datang, yaitu : 1). Penentuan sifat bawaan, 2). Penentuan jenis kelamin, 3). Penentuan jumlah anak, 4). Penentuan posisi urutan anak (Santrock, 1995).1
Masa bayi berlangsung dua tahun pertama setelah periode bayi yang baru lahir dua minggu. Semakin hari bayi akan tumbuh dan berkembang menjadi semakin besar dan mandiri dan disebut dengan masa kanak-kanak. Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan. Pada masa ini, bayi mengalami beberapa perkembangan, di antara perkembangan jasmaniyah mulai dari perkembangan fisik, perkembangan kognitif (IQ), perkembangan psikososialnya yang didalamnya terdapat perkembangan emosional anak (EQ) dan perkembangan yang menyangkut spiritualnya (SQ).
Pengaruh utama terhadap penyesuaian diri pasca lahir adalah sikap orang tua. Bila sikap orang tua menguntungkan, hubungan orang tua dan anak akan baik. Hubungan orang tua-anak ini akan dapat membantu bayi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang dialami setelah lahir. Selan itu, pendidikan dan pengasuhan bagi seorang anak bukanlah tugas mudah yang di dalamnya orang tua dapat melakukannya dengan sedikit atau tanpa upaya keras. Kenyataanya, tugas ini membutuhkan penanganan dan temperamen yang lembut. Ada banyak poin yang perlu dipertimbangkan demi mencapai keberhasilan upaya ini. Orang tua mesti mengakrabkan dirinya dengan jiwa anaknya, ia tidak dapat melakukan tugasnya tanpa mengetahui aspek psikologis anak.
Dengan didukung dengan penelitian yang dilakukan untuk membuktikan teori ini, maka kita dapat melihat bagaimana realitas perkembangan kanak-kanak dari latar belakang orang tua yang berbeda. Dari sini kita bisa melihat bagaimana pola asuh orang tua yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.

  1. PEMBAHASAN
Psikologi perkembangan sebagai cabang ilmu psikologi menelaah pelbagai perubahan intraindividual dan perubahan-perubahan interindividual yang terjadi di dalam perubahan intraindividual. Beberapa psikolog perkembangan mempelajari perubahan dalam perkembangan yang mencakup seluruh rentang kehidupan dari pembuahan sampai akhir hayat.
  1. Pengertian Pertumbuhan
  1. Pertumbuhan diartikan dengan perubahan kuantitatif pada suatu material akibat adanya pengaruh lingkungan.2
  2. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, pertumbuhan diambil dari kata tumbuh, yang artinya hidup dan bertambah besar atau sempurna. Juga diartikan dengan sedang berkembang menjadi besar, sempurna dan lain-lain.
  3. Dari Desmita yang mengutip dari P. Chaplin (2002) mengartikan pertumbuhan sebagai suatu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan.
Dengan demikian, istilah pertumbuhan lebih cenderung menunjuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju keruntuhannya.

  1. Pengetian Perkembangan
Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman.3
Sedangkan Chaplin (2002) mengartikan perkembangan sebagai :
  1. Perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme dari lahir sampai mati.
  2. Pertumbuhan.
  3. Perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniyah kedalam bagian-bagian fungsional.
  4. Kecenderungan atau kemunculan pola-pola asasi dan tingkah laku yang tidak dipelajari.
Pada masa bayi sampai usia 2 tahun, terjadi beberapa perkemabangan yang meliputi perkembangan fisik, perkemabangan psikososial dan perkembangan emosional. Sedang untuk perkembangan spiritual pada masa ini, bisa kita lihat bagaimana pola asuh orang tua dan cara pendidikan yang diterapkan untuk mengenalkan anak pada agama.

Perkembangan Fisik
Selama dua tahun pertama kehidupannya, perkembangan fisik bayi berlangsung sangat ekstensif. Pada saat lahir bayi memiliki kepala yang sangat besar dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Selain itu panjang bayi rata-rata adalah 20 inchi atau 50 cm, dengan berat 3,4 kg. Dibandingkan dengan ukuran tubuh orang dewasa, panjang bayi lebih dekat dengan beratnya.4
Perkembangan masa bayi disebut juga sebagai periode vital, karena kondisi fisik dan mental bayi menjadi fundasi kokoh bagi perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya. Karena itu peranannya sangat vital dan penting, pada periode ini berlangsung proses pertumbuhan yang sangat cepat.
Tahap sensori motor, tahap ini yang berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia dua tahun, adalah tahap piagetina pertama, dalam tahap ini bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra(sensory) mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan motor (otot) mereka (menggapai, menyentuh) dan karenanya diistilakan sebagai sensorimotor.
Pada awal tahap ini, bayi memperlihatkan tak lebih dari pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia. Menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukkan pola sensorimotor yang lebih komplek. Piaget percaya bahwa pencapaian kognitif penting diusia bayi adalah objek permanence. Ini bahwa pemahaman bahwa objek dan kejadian terus eksis bahkan ketika objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar atau disentuh.
Pencapaian kedua adalah realisasi bertahap bahwa ada perbedaan atau batas antara diri dan lingkungan sekitar. Bayangkan seperti apa pikiran anda. Jika anda tidak dapat membedakan diri anda dengan linkungan anda, pemikiran anda akan kacau, tidak beraturan, dan tidak bisa diprediksi. Menurut piaget, seperti inilah kehidupan mental dalam bayi yang baru saja lahir.
Seorang bayi tidak dapat membedakan antara dirinya dengan duniannya dan tidak punya pemahaman tentang kepermanenan objek. Menjelang akhir periode sensorimotor, anak bisa membedakan antara dirinya dan dunia disekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada pada waktu ke waktu.
Bayi yang baru lahir dan sehat, dengan cepat akan belajar menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya, dan melakukan tugas-tugas perkembangan tertentu, yaitu melakukan tugas-tugas kegiatan yang harus dilatih setiap waktu, agar bayi mampu melakukan adaptasi social (menyesuaikan terhadap lingkungan sosial).
Sikap dasar psikososial yang dipelajari oleh bayi, bahwa mereka dapat mempercayai lingkunganya. Timbulnya trust (percaya) dibantu oleh adanya pengalaman yang terus-menerus, berkesinambungan, adanya pengalaman yang ada kesamaannya dengan’ trust’ dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi oleh orang tuannya.
Apabila anak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan apabila orang tuanya memberikan kasih sayang dengan tulus, anak akan berpendapat bahwa dunianya (linkungannya) dapat dipercayai. Sebaliknya apabila pengasuh yang diberkan orang tua kepada anaknya, tidak memenuhi kebutuhan dasar yang diperlakukan, tidak konsisten atau sifatnya negatif, anak akan cemas dan mencurigai lingkungannya.
Keaktifan jasmaniyah anak bayi itu berkembang sebagai berikut:
  1. Bulan pertaman dan kedua : melihat, mendengar, mencium dan merasakan dengan segenab inderannya.
  2. Bulan ketiga dan keempat: pada akhir bulan ini bayi menegakkan dan menggerak-gerakkan kepala.
  3. Bulan kelima dan keenam: telungkup dan menggeser-geserkan badan.
  4. Bulan ketujuh: duduk.
  5. Bulan kedelapan: merangkak.
  6. Bulan kesembilan dan kesepuluh: mengangkat badan dan bangkit berdiri.
  7. Bulan kesebelas: merambat, jalan dengan berpegangan.
  8. Bulan keduabelas: berdiri sendiri dan mulai berjalan.
Perkembangan fungsi-fungsi jasmaniyah dapat kita bedakan dalam lima macam, Perkembangan ketrampilan yaitu :
    1. Perkembangan motorik dan gerak reflek.
    2. Kemampuan merangkak.
    3. Kemampuan duduk.
    4. Kemampuan berdiri dan berjalan.
    5. Ketrampilan memanipulasi tangan.

Perkembangan Kognitif
Dalam makalah ini, penulis menganggap bahwa perkembangan kognitif sama dengan perkembangan intelektual (IQ). Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memahami lingkungannya. Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan psikolog untuk menjelaskan semua aktifitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.5
Selama masa bayi, kapasitas intelektual atau kognitif seseorang telah memiliki perkembangan. Menurut pandangan kontemporer, perkembangan kognitif pada bayi baru tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam memberikan perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru, dan kemampuan konseptual, telah dimiliki bayi sejak awal.6

Perkembangan Emosional
Terdapat sejumlah pola emosional tertentu yang umum pada bayi, di antarnya adalah sebagai berikut :
  1. Kemarahan, perangsang yang lazim membangkitkan kemarahan bayi adalah campur tangan terhadap gerakan-gerakan mencoba-cobanya, menghalangi keinginannya, tidak mengizinkan mengerti sendiri dan tidak memperkenankannya melakukan apa yang dia inginkan.
  2. Ketakutan, perangsang yang paling mungkin membangkitkan ketakutan bayi adalah suara keras, orang, barang, dan situasi asing, ruangan gelap, tempat tinggi dan binatang.
  3. Rasa ingin tahu, setiap mainan atau barang baru dan tidak biasa adalah perangsang untuk keingintahuan, kecuali jika sesuatu yang baru itu begitu tegas sehingga menimbulkan ketakutan.
  4. Kegembiraan, hal ini dirangsang oleh kesenangan fisik. Pada bulan kedua atau ketiga, bayi bereaksi pada orang yang mengajaknya bercanda, menggelitik, mengamati dan memperhatikannya.
  5. Afeksi, setiap orang yang mengajaknya bermain, mengurus kebutuhan jasmaninya atau memperlihatkan afeksi akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka.7




Perkembangan Spiritual (SQ)
Ketika anak hadir kedunia ini, ia begitu lembut. Ia memiliki akal tapi tidak bisa berpikir. Namun demikian, anak memiliki kemapuan untuk menggunakan indera-inderanya itu melalui kejadian yang dialaminya. Sebuah kenyataan bahwa bayi belum mampu memahami maksud dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, namun telah mampu mengenali apa yang terdapat disekelilingnya dan wajah-wajah yang ada disekitarnya. Mereka mendengar suara. Sementara, indera dan akalnya memeperhatikan itu. Oleh karena itu, tidak benar bila dikatakan bahwa bayi tidak terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya dimasa awal kehidupannya.
Orang tua yang pintar tentu tidak akan membuang kesempatan untuk melatih anaknya. Mereka akan memastikan bahwa anaknya hanya mendengar suara-suara yang baik dan melihat hal-hal yang baik pula.
Rosulullah saw juga telah menegaskan aspek penting dalam pelatihan anak ini. Beliau bersabda, “ Tak lama setelah bayi lahir, bacakanlah kalimat adzan di telinga kanannya, dan bacakanlah iqomah di telinga kanannya.” Rasulullah menyadari bahwa bayi belum mampu memahami maksud kalimat adzan dan iqamah yang dibacakan di telinganya. Namun, nilai kalimat-kalimat itu yang terekam dalam benaknya tak terlupakan. Rasulullah menekankan bahwa kalimat-kalimat mulia tersebut akan memberikan pengaruh yang baik bagi pikiran dan jiwa anak. Ketika orang tua membacakan kalimat adzan ketelinga anak, saat itu pula mereka menyatakan bahwa mereka menyatukan anak mereka dengan kelompok orang-orang yang berbakti kepada Allah SWT.

Pola Asuh Orang Tua
Selama tahun-tahun prasekolah, hubungan dengan orang tua atau pengasuhannya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua.
Studi klasik tentang hubungan orang tua dan anak yang dilakukan oleh Diana Baumrind, 1972 (dalam Lerner & Hultsch, 1983) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak :
  1. Pengasuhan otoritatif adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikirran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan.
  2. Pengasuhan otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua.
  3. Pengasuhan permisif adalah gaya pengasuhan dimana orang tua ada yang sangat terlibat dalam kehidupan anak, ada juga yang tidak terlibat sama sekali dalam kehidupan anak. Tetapi orang tua tetap membatasi dan mengendalikan anak, dan orang tua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak mereka membiarkan anak mereka sehingga akibatnya anak akan menuntut apapun yang mereka minta.

Setelah kita lihat teori-teori di atas tentang pertumbuhan dan perkembangan anak usia 0-2 tahun dan kita bandingkan dengan realita yang ada pada umumnya memang agak sedikit berbeda. Hal ini bisa dibuktikan dengn penelitian yang dilakukan peneliti pada 27 November 2010 yang lalu, tepatnya di lingkungan tempat tinggal peneliti. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan antara teori perkembangan dengan realita yang ada, di antaranya adalah karena latarbelakang dan pola asuh orang tua yang berbeda pula.
Sebagai contohnya, orang tua yang latar belakangnya sebagai petani. Pada hasil wawancara, mereka mengatakan bahwa memang penting memperhatikan tumbuh kembang anak, tapi untuk catatan yang menulis tentang perkembangan anak tidaklah penting. Bagi mereka, bila anak sudah terlihat sehat dan tidak ada kelainan mereka sudah tenang. Kalaupun anak demam atau sakit ringan mereka cukup memanggilkan dukun pijat anak dan jarang membawanya kedokter. Baru kalau anak sakit parah baru mereka membawamnya kedokter. Pola asuh orang tua juga sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Untuk anak usia 0-2 tahun sangatlah penting perhatian terhadap pengasuhan anak. Karena dari sinilah akan berpengaruh terhadap perkembangan anak, terutama pada perkembangan emosional dan spiritualnya. Melalui metode pembiasaanlah yang pada umumnya mereka lakukan terhadap anak. Misalnya apabila anak nakal dan anak dimarahi tentu akan berpengaruh pada psikologisnya. Begitupun dengan perkembangan spiritual, apabila dari kecil anak dibiasakan ikut dalam pengajian maka akan lambat laun spiritual anak akan terbentuk. Lain halnya dengan orang tua yang latarbelakang atau mempunyai pekerjaan yang lebih bagus, seperti guru atau wiraswasta. Mungkin karena mereka sudah mendapat pengetahuan tentang bagaimana cara mengasuh anak yang baik dan benar, mereka akan sangat memperhatikan tmbuh kembang anaknya. Seperti yang dilakukan oleh ibu Nasriatun, sebagai seorang penjahit yang juga sibuk dia masih memperhatikan tumbuh kembang anaknya, mulai dari perkembangan intelektual, spiritual, dan emosionalnya.
Apapun yang dilakukan orang tua untuk anaknya tentu untuk yang terbaik. Penting sekali bagi orang tua untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, meski sedang dalam keadaan sibuk atau tidak. Terlebih bagi ibu yang hanya di rumah (sebagai ibu rumah tangga), waktu bersama anak sangatlah banyak, dari situlah seorang ibu harus memperhatikan bagaimana perkembangan anaknya, baik kesehatan fisiknya maupun psikisnya.

  1. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :
  1. Perkembangan fisik pada bayi berlangsung secara ekstensif, mulai dari panjang badan bayi saat lahir yaitu 50 cm dan berat badannya 3,4 kg. Pada umumnya memang bayi lahir sesuai dengan berat badan tersebut. Terbukti pada beberapa responden, meski ada beberapa yang berat badannya yang kurang tapi lambat laun badannya akan ideal. Begitupun dengan perkembangan keaktifan jasmaniah bayi, pada bulan pertama sampai kedua belas, hampir semua responden sesuai dengan apa yang dipaparkan pada teori.
  2. Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memahami lingkungannya. Selama masa bayi, kapasitas intelektual atau kognitif seseorang telah memiliki perkembangan. Menurut pandangan kontemporer, perkembangan kognitif pada bayi baru tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam memberikan perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru, dan kemampuan konseptual, telah dimiliki bayi sejak awal. Pada perkembangan ini, semua responden sudah memenuhi kriteria seperti yang dipaparkan pada teori. Dimana pada usia yang sama, mereka sudah bisa mempelajari lingkungannya dan dapat merespon serta menanggapi lingkungan yang ada di sekitarnya.
  3. Terdapat beberapa perkembangan emosional pada bayi, misalnya kemarahan, kegembiraan, ketakutan rasa ingin tahu dan ingin mengajak orang lain bermain dengannya. Tentu setiap bayi mempunyai perbedaan tingkat emosional, terlihat dari beberapa responden misalnya bagaimana reaksi mereka bila didekati orang yang belum dikenal, cara bermain, bagaimana reaksi mereka bila ditempat gelap, dan sebagainya. Dari sinilah sangat penting bagi orang tua untuk memperhatikan anaknya. Pola pengasuhan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak, sebagai contoh bagaimana orang tua menengani anak yang sedang rewel, meminta mainan yang lebih dari satu dan sebagainya. Apabila orang tua tidak bisa bijaksana dalam menangani hal itu, maka akibatnya akan berpengaruh pada perkembangan anak khususnya pada psikisnya dan kemungkinan besar juga berpengaruh pada perkembangan fisiknya.
  4. Pada perkembangan spiritual, seorang anak yang masih berusia 0-2 tahun belum bisa memahami apa yang merreka dengar, mereka hanya bisa mendengar dan melihat apa yang terjadi didepannya. Dengan pembiasaan yang baik, misalnya dengan mengajaknya mengatakan kalimat takbir, berdoa sebelum makan atau sebelum tidur, dan mengajaknya sholat berjamaah, maka anak akan terbangun spiritualnya sejak kecil. Sayangnya hanya sebagian kecil orang tua dari responden yang sadar akan pentingnya hal itu. Mereka menganggap mereka belum wajib untuk hal itu.
Saran
Pengetahuan tentang cara mengasuh anak sangatlah penting bagi semua orang tua dan calon orang tua. Karena bagaimanapun kita bertanggung jawab atas amanah yang diberikan oleh Allah SWT tersebut. Mendidik anak dengan baik apalagi didasarkan pada ketentuan Islam akan melahirkan generasi yang baik dan bermutu. Meskipun terjadi kesenjangan karena perbedaan latar belakang, seharusnya hal ini tidak menjadi alasan untuk tidak memperhatikan tumbuh kembang anak. Apalagi di usia 0-2 tahun, pada usia ini bisa saja terbentuk karakter anak dari pola asuh orang tua. Maka dari itu, sangatlah penting pengetahuan bagi orang tua cara mendidik anak yang baik, agar pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik maupun psikisnya tumbuh dan berkembang dengan baik dan seimbang.




DAFTAR PUSTAKA
Romlah, 2010, Psikologi Perkembangan, Malang : UMM Press.
Amini, Ibrahim, 2006, Anakmu Amanatnya, Jakarta : Al Huda.
Hurlock, Elisabeth B, 1978, Perkembangan Anak Jilid 2, Jakarta : Erlangga.
Hurlock, Elisabeth B, 1980, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan) cetakan kelima, Jakarta : Erlangga.
Desmita, 2009, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Daftar Responden
Angket dan wawancara dilaksanakan pada 27 November 2010
No
Nama Responden
Jenis Kelamin
Latar Belakang Orang Tua
Pekerjaan
Pendidikan
1.
Unggul Restu Sauza
Laki-laki
Wiraswasta
SMA
2.
Heppy Dinda EN
Perempuan
Pedagang
SMA
3.
Revanda Danu Agusta
Laki-laki
Guru
D2 dan SD
4.
Miftahul Huda APM
Laki-laki
Tani
SMP dan SD
5.
Miko Cahya Saputra
Laki-laki
Tani
SD semua

1 Desmita, Psikologi perkembangan, Bandung: 2009, hal. 75.
2 Romlah, Psikologi Pendidikan, Malang: 2010, hal. 90.
3 Elisabeth B Harlock, Psikologi Perkembangan (suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan) cetakan kedua, Jakarta : 1980, hal. 2.
4 Ibid, hal. 92.
5 Desmita, opcit, hal. 103.
6 Ibid, hal. 107.
7 Elisabeth B harlock, opcit, hal. 87.

PENGARUH PEMBELAJARAN AL-QUR’AN TERHADAP NILAI-NILAI RELIGIUS ANAK USIA 8-9 TAHUN

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR
PENGARUH PEMBELAJARAN AL-QUR’AN TERHADAP
NILAI-NILAI RELIGIUS ANAK USIA 8-9 TAHUN
 DI TPQ KH. AHMAD DAHLAN DAU
(Di Tinjau Dari Psikologi Belajar)


Oleh
Yusuf Wibisono           (09110051)
Ahmad Fahdi                   (09110052)
Ika Nur Triskayanti     (09110058)

JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
I.    PENDAHULUAN
TPQ (Taman Pendidikan Al-qur’an) merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang saat ini bisa dibilang menjadi salah satu tempat tujuan para orang tua untuk membantu mendidik anaknya dalam belajar al-qur’an. Mengingat pentingnya pembelajaran al-qur’an dan tidak semua orang tua bisa mengajar anaknya mengaji serta penanaman nilai religious pada anak sejak dini maka keberadaan TPQ ini sangat membantu.
TPQ KH. Ahmad Dahlan adalah salah satu tempat dimana anak-anak belajar al-qur’an. Disana mereka belajar membaca dan menulis al-qur’an, fiqh (sholat dan taharah), menghafal al-qur’an secara tematik, hadis, dan doa-doa sehari-hari sehingga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Di TPQ ini juga membagi pembelajaran dalam tiga kelas, yaitu kelas ula, wustho dan ulya. Pembagian kelas ini bertujuan agar guru atau ustadzah lebih mudah mengajar sesuai dengan kemampuan peserta didiknya.
Usia 8-9 tahun merupakan usia dimana daya pikir mereka berkembang kearah konkrit, rasional dan obyektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar dalam stadium belajar. Selain itu, pada masa ini perkembangan pemikiran mereka mulai kritis. Artinya pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), dan berpikir secara reflektif dan evaluative.
Dengan karakteristik anak yang dilihat dari tingkat IQ yang berbeda maka orang tua dan guru harus memperhatikan perkembangannya, mengarahkannya kearah yang positif, dan memberikan motivasi anak untuk belajar secara rutinitas. Tidak hanya perkembangan IQ saja tetapi juga perkembangan EQ dan SQ, hal tersebut dapat dibimbing dan diarahkan kearah yang positif dengan keteladanan yang baik dan pembiasaan dirumah dan di lingkungan sekitar.
Pada makalah ini, kami akan mencoba membahas tentang pengaruh pembelajaran al-qur’an dengan nilai-nilai religious pada anak usia 8-9 tahun yang ditinjau dari psikologi belajar, yang mana kami juga melakukan penelitian tentang hal ini di TPQ KH. Ahmad Dahlan yang ada di Dau Malang. Dalam penelitian ini kami merasa bahwa pembelajaran al-qur’an mempunyai pengaruh terhadap nilai-nilai religious pada anak.

.
II.    PEMBAHASAN
1.    Pengertian.
a.    Pembelajaran.
Secara umum, pembelajaran adalah proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Wujud pembelajaran adalah menghasilkan output yang memiliki kemampuan (kompetensi) untuk melaksanakan perannya dimasa mendatang. Pada pembelajaran al-qur’an disini diharapkan para peserta didik (santri) dapat membaca dan menulis al-qur’an, serta menerapkan al-qur’an tematik yang sudah dihafal dalam kehidupan sehari-hari.
b.    Al-qur’an.
Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat Al- Fatihah (1) sampai akhir surat An-Nas (114).
c.    Religius.
Religious dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer berarti taat beragama. Religi itu sendiri berasal dari kata re dan ligare artinya menghubungkan kembali yang telah putus, yaitu menghubungkan kembali tali hubungan antara Tuhan dan manusia yang telah putus oleh dosa-dosanya. Untuk mengukur religiusitas tersebut, kita mengenal tiga dimensi dalam Islam yaitu aspek akidah (keyakinan), syariah (praktik agama, ritual formal) dan akhlak (pengamalan dari akidah dan syariah).
Penanaman nilai-nilai religious anak disini adalah dengan diberikannya pelajaran tentang bagaimana tata cara sholat dan bersuci, serta diberikan hafalan beberapa ayat al-qur’an secara tematik misalnya tentang berbakti kepada orang tua, toleransi kepada sesama, yang nantinya diharapkan dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan wawancara pada salah satu ustadz dan ustadzah yang kami lakukan pada tanggal 2 Mei 2011, penanaman religiusitas di TPQ ini dilakukan dengan pembiasaan sholat ashar berjamaah dan berdoa disetiap akan memulai belajar. Selain itu apabila ada di antara teman mereka yang membuat gaduh, bertengkar, ramai, maka salah satu diantara mereka atau secara bersama-sama akan mengingatkan teman yang bertengkar.
d.    Psikologi Belajar.
Sebelum kita mendefinisikan psikologi belajar, alangkah baiknya kita definisikan terlebih dahulu psikologi itu sendiri. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang ada disekitar manusia. (Muhibbin;2008).
Sedangkan belajar dapat diartikan sebagai perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Jadi, psikologi belajar adalah segala sesuatu yang terkait antara pendidik dan peserta didik dalam hubungannya dengan pembelajaran.

2.    Karakteristik Perkembangan Anak Usia 8-9 Tahun.
a)    Perkembangan IQ
Usia 8-9 tahun merupakan usia dimana daya pikir mereka berkembang kearah konkrit, rasional dan obyektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar dalam stadium belajar. Selain itu, pada masa ini perkembangan pemikiran mereka mulai kritis. Artinya pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), dan berpikir secara reflektif dan evaluative.(Desmita;2009). Selain itu anak mulai tertarik dengan apa saja yang dapat memberinya kesibukan dengan selukbeluknya yang cukup rumit, misalnya model-model pesawat terbang, dsb.
Mengingat tingkat kecerdasan intelektual setiap anak berbeda, maka guru harus memperhatikan hal ini dalam proses pembelajaran. Guru tidak bisa melakukan pembelajaran dengan cara menyamakan kemampuan peserta didik. Di TPQ KH. Ahmad Dahlan ini membagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas ula untuk anak yang masih iqro’ jilid 1-2, kelas wustho yang sudah iqro’ 3-6, dan kelas ulya untuk yang sudah tingkat al-qur’an. Berdasarkan observasi yang kami lakukan pada tanggal 1 Mei 2011, kami mengamati tiga anak yang menjadi obyek penelitian kami yaitu Rizal (8 tahun), Hafiz (9 tahun) dan Dila (8 tahun), mereka memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Dila yang sudah tingkat al-qur’an memiliki tingkat kecerdasan yang bisa dibilang kurang, dalam artian daya tangkap terhadap pelajaran yang diberikan lambat. Begitupun dengan Hafiz, karena sering tidak masuk dan sempat satu bulan berhenti maka dalam membaca iqro’ jilid 2 pun masih belum lancar dan setiap diberikan hafalan doa-doa sehari-hari dia sulit untuk menghafal dan lambat dalam menangkap materi yang disampaikan. Lain halnya dengan Rizal, dia bisa dibilang anak yang cerdas, setiap ada pelajaran baru atau hafalan baru dia cepat hafal dan lancer dalam membaca iqro’ jilid 4.
Dari sini dapat kita lihat bahwa pentingnya peran orang tua dan guru dalam mengembangkan potensi yang ada pada anak dan membimbingnya kearah yang positif.
b)    Perkembangan EQ.
Pada umumnya, anak pada usia 8-9 tahun anak lebih berminat untuk bergaul dengan anak-anak seusianya, keinginannya untuk mendapat bantuan dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan sendiri, menunjukkan persahabatan yang baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak yang lain dan simpati pada orang lain dengan cara menolong, melindungi, menolong, atau mempertahankan orang dari hal-hal yang mengganggu.(Sutjihati;2007).
Berdasarkan observasi yang kami lakukan pada tanggal 1 Mei 2011, kami mengamati bahwa tiga anak yang menjadi obyek penelitian kami (Rizal, Hafiz, dan Dila) memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, hal ini bisa dilihat saat sebelum pembelajaran belum dimulai, mereka bermain bersama teman-teman mereka, meminjamkan al-quran pada teman yang kebetulan tidak membawa, menolong temannya yang jatuh saat bermain, dan mengingatkan temannya yang membuat gaduh dan bertengkar.
c)    Perkembangan SQ.
Setiap anak memiliki kebutuhan dasar spiritual yang harus dipenuhi agar bisa membawa anak dalam keadaan yang tenteram, aman, damai dalam menjalani hidup. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka bisa menyebabkan kecemasan dan kekososngan spiritual dalam diri anak. Kekososngan spiritual akan menyebabkan penyakit ketidakbermaknaan spiritual dalam diri anak. Dalam kondisi yang demikian, anak akan mudah terpengaruh dan terombang-ambing oleh pengaruh lingkungan sekitarnya karena si anak tidak punya benteng yang cukup, kehilangan pegangan hidup, kehilangan keimanan dan mudah untuk berputus asa.
Berikut ini beberapa cara untuk mengembangkan SQ pada anak :
1)    Bantulah anak untuk merumuskan misi hidupnya.
2)    Baca al-qur’an bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam kehidupan kita, ceritakan kisah-kisah agung dari tokoh-tokoh spiritual.
3)    Libatkan anak dalam kegiatan spiritual.
4)    Bawa anak untuk menikmati keindahan alam.
5)    Ikut sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan social.
Pada tiga anak yang menjadi obyek penelitian kami, mereka bisa dibilang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Terbukti dengan mereka dengan senang mengikuti sholat Ashar berjamaah dan mengaji al-qur’an. Selain itu kami mewawancarai mereka, salah satunya Dila, tidak hanya waktu di TPQ saja dia sholat berjamaah dan mengaji al-qur’an, tapi dirumah dia juga membiasakan sholat berjamaah bersama orang tuanya dan mengaji bersama ibunya atau ayahnya.
3.    Kondisi obyektif anak dalam pembelajaran.
Di TPQ KH. Ahmad Dahlan dibagi menjadi tiga kelas, tiga anak yang menjadi obyek penelitian kami berada di kelas yang berbeda karena tingkat mengaji mereka juga berbeda. Dalam pembelajaran, anak-anak tersebut Rizal dan Dila tampak serius mengikuti materi yang disampaikan dan mengikuti apa yang dipraktekkan atau diajarkan oleh ustadzahnya. Lain halnya dengan Hafiz yang tidak bisa diam dalam proses pembelajaran dan apabila guru memberi pertanyaan dia jarang bisa menjawab.
4.    Teori Belajar.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang kami lakukan pada tanggal 1-2 Mei 2011 kami menyimpulkan bahwa teori yang digunakan dalam pembelajaran al-qur’an di TPQ adalah teori behavioristik. Teori ini lebih menekankan pada hasil belajar anak, bukan pada proses belajarnya.
Menurut teori ini, perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dengan respon. Dengan kata lain, perubahan yang dialami oleh anak dalam kemampuannya untuk bertingkahlaku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Pada usia 8-9 tahun, anak akan terpengaruh dengan apa yang diajarkan oleh guru. Maksudnya disini adalah anak sebagai respon lebih cenderung mengikuti apa yang dicontohkan atau diajarkan oleh gurunya yang merupakan stimulusnya. Sebagai penguatan atau reinforcement, guru atau ustadzah biasanya memberikan penghargaan yaitu kartu yang bergambar wajah tersenyum atau kartu bintang bagi anak yang disiplin dan khusyuk dalam mengikuti pembelajaran agar anak merasa perlu untuk memberikan respon-respon berikutnya.
5.    Pendekatan Pembelajaran.
Pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran al-qur’an pada anak usia8-9 tahun adalah behavioral approach (pendekatan perilaku). Teori belajar yang tampak adalah stimulus sebagai penggerak awal tindakan belajar yang mendekati salah satu titik-titik dalam garis kontinum antara kesukarelaan menuju kearah pemaksaan dalam belajar.
Pada pembelajaran al-qur’an di TPQ stimulus (ustadzah) memberi pelajaran dengan contoh-contoh bacaan-bacaan al-qur’an yang benar dan respon (peserta didik) harus menirukan bahkan menghafal apa yang dicontohkan oleh ustadzahnya.

III.    PENUTUP
Kesimpulan :
1)    Obyek.
Yang menjadi obyek penelitian kami adalah anak usia 8-9 tahun. Dalam hal ini yang menjadi obyek penelitian kami adalah Rizal (8 tahun), Hafiz (9 tahun), dan Dila (8 tahun). Dari hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pembelajaran al-qur’an berpengaruh terhadap nilai religious mereka. Sebagai contoh pembelajaran al-qur’an tematik yang mereka terima dari TPQ mereka bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya.
2)    Teori Belajar Yang Dipakai.
Teori yang dipakai dalam pembelajaran al-qur’an untuk anak usia 8-9 tahun berdasarkan penelitian ini adalah teori behavioristik, yang mana teori ini lebih mementingkan hasil dari pada proses.

3)    Pendekatan Yang Dipakai.
Pendekatan yang dipakai oleh para guru dalam pembelajaran al-qur’an anak usia 8-9 tahun berdasarkan penelitian ini adalah behavioral approach (pendekatan perilaku). Dengan contoh cara membaca yang benar dan penjelasan arti dari al-quran yang dikaji dengan metode yang menarik anak akan lebih cepat menangkap dan merasa bahwa ada dorongan untuk menirunya.





DAFTAR PUSTAKA
Desmita, 2009, Psikologi Perkembangan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Quran (untuk UIN, STAIN, dan PTAIS), PT. Pustaka Setia.
Syah, Muhibbin, 2008, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
http://dkm.paramadina.ac.id.religiusitas-spiritual-anak.
http://www.ibudanbalita.com.meningkatkan-spiritual-anak.

Rabu, 05 Oktober 2011

Pengertian Taarudh Al-Adillah


Pengertian Taarudh Al-Adillah
Secara etimologi, ta’arudh ()berarti  ” pertentangan”dan Adillah () adalah jama’ dari dalil ()  yang berarti alasan, argumen dan dalil”. Persoalan ta’arudh al-adillah dibahaspara ulama dalam ilmu ushul fiqih, ketika terjadinya pertentangan secara dzahir  antara satu dalil dengan dengan dalil lainnya pada derajat yang sama.
Secara terminologi, ada beberapa definisi yang dikemukakan para ulama ushul fiqih tentang ta’arudh al-adillah:
1.      Imam al-Syaukani, mendefinisikannya dengan “suatu dalil menentukan hukum tertentu terhadap satu persoalan sedangkan dalil lain menentukan hukum yang berbeda dengan itu.
2.      Kamal ibn al-Humam (790-861 H/ 1387-1456 M) dan al-Taftazani (w. 792 H),keduanya ahli fiqih Hanafi, mendefinisikannya dengan “pertentangan dua dalil yang tidak mungkin dilakukan kompromi antara keduanya.
3.      Ali Hasballah (ahli ushul fiqih kontemporer dari Mesir) mendefinisikannya  dengan terjadinya pertentangan hukum yang dikandung satu dalil yang dikandung  satu dalil dengan hukum yang dikandung dalil lainnya, yang kedua dalil tersebut  berada dalam satu derajat.
Pengertian satu derajat adalah antara ayat dengan ayat atau antara sunnah dengan sunnah. Contoh pertentangan ayat al-Qur’an adalah seperti ketentuan tentang ‘iddah wanita yang kematian suami. Firman Allah dalam surat al-Baqarah,2:234, menyatakan bahwa wanita-wanita yang kematian suami ‘iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Ayat ini tidak membedakan antara wanita itu hamil atau tidak. Secara umum Allah menyatakan bahwa apabila seorang wanita kematian suami,maka iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. Ayat ini tidak membedakan antara wanita itu hamil atau tidak. Secara umumAllah menyatakan bahwa apabila seorang wanita ditinggal mati suami, maka iddahnya selama 4 bulan 10 hari. Dalam surat at Thalaq:4, Allah menyatakan bahwa wanita yang hamil iddahnya sampai melahirkan. Ayat ini tidak membedakan natara cerai hidup dengan cerai mati.
Menurut Wahbah al Zuhaili, pertentangan antara dua dalil atau hokum itu hanya dalam pandangan mujtahid, sesuai dengan kemampuan pemahaman, analisis, dan kekuatan logikanya, bukan pertentangan actual, karena tidak mungkin terjadi Allah dan Rasul-Nya menurunkan aturan-aturan yang saling bertentangan
Oleh sebab itu, menurut Imam Syathibi, pertentangan itu bersifat semu, bias terjadi dalam dalil qath’I dan dalil yang zhanni, selama kedua dalil itu dalam satu derajat yang sama. Apabila pertentangan itu antara kualitas dalil yang berbeda, seperti pertentangan antara dalil yang qath’I dengan yang zhanni, maka yang diambil adalah yang qath’I, atau apabila yang bertentangan itu ayat Al Qur’an dengan hadist ahad, maka dalil yang digunakan adalah Al Qur’an, karena dari segi periwayatannya ayat-ayat Al Qur’an bersifat qath’I, sedangkan hadist ahad bersifat zhanni
Di samping itu, menurut Wahbah al- Zuhaili, pertentangan tidak mungkin muncul dari dalil yang bersifat fi’liyah, seperti dalil yang menunjukan Rasul berpuasa pada hari tertentu, kemudian ada lagi yang menyatakan bahwa pada hari-hari itu ia juga berpuasa.


Daftar Pustaka:
Harun, Nasrun, 1997. Ushul Fiqh. PT LOGOS Wacana Ilmu: Ciputat
Manhaj Tarjih Muhammadiyah